Di
zaman klasik, umat Islam pernah mengalami kemajuan bukan hanya di bidang ilmu
agama Islam saja, melainkan juga di bidang ilmu umum, kebudayaan, dan
peradaban. Sejumlah
ulama dan tokoh-tokoh dunia kemudian lahir dari rahim kaum muslimin. Di bidang
ilmu agama Islam, muncul tokoh-tokoh yang diakui kepakarannya dalam khazanah
ilmu Tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, tak ketinggalan ilmu Tasawwuf, ilmu
Kalam, dan akhlak. Selain itu, di bidang ilmu pengetahuan sains, lahir sederet
tokoh ahli Sejarah, Filsafat, Astronomi, ilmu Jiwa, Kedokteran, Farmasi, Seni,
hingga Fisika dan Kimia. Tak terkecuali di masyarakat Indonesia, pendidikan
Islam sejak awal telah menyertai dinamika dakwah di Indonesia.Melalui
pendidikan Islam, transmisi dan sosialisasi ajaran Islam dapat dilaksanakan dan
dicapai hasilnya hingga terlihat seperti sekarang.[1]
PEKIK TAKBIR DI HARI PAHLAWAN
Thursday, 19 November 2015
Sebuah
bom jatuh dari langit. Di badan hulu ledaknya tertulis Little Boy. Bom
itu jatuh tepat di tengah sebuah kota dan meluluhlantakkan kota dalam sekejap.
Semua orang berlarian, dan terlihat asap pekat hitam membumbung ke angkasa. Bom
Hiroshima, telah dijatuhkan.
3 UNSUR JIWA MENURUT IBNUL JAUZY
Friday, 6 November 2015
Menurut
para pemikir, manusia adalah makhluk monodualisme. Terdiri dari unsur jasad dan
ruh. Hubungan keduanya seperti sebuah perahu dengan nakhodanya. Kapal tanpa
nakhoda tak akan berlayar. Dan nakhoda tanpa kapal, tak bisa berbuat apa-apa. Akan
tetapi, substansi manusia bukan pada unsur jasadnya. Yang mendasari nilai
kemanusiaan ada pada unsur ruhaniyahnya. Dan ruh tersebut, bersifat metafisik,
immateri, tidak berbentuk komposisi, namun memiliki daya dan kekuatan untuk menggerakkan
dan memahami sesuatu. Berbeda dengan jasad, yang bersifat materi, berbentuk
komposisi, dan tidak kekal. Dari berbagai defenisi manusia setidaknya, pembahasannya
berputar pada konsep-konsep tersebut.
PEJUANG INTELEKTUAL
Friday, 30 October 2015
Dalam
masa yang sangat panjang, jatuhnya kekuatan umat islam tidak dapat dipungkiri. Dunia
islam meradang akibat kolonialisme dan penyakit al-wahn dalam tubuh umat
islam sendiri. Saat dimana umat islam telah kehilangan jatidiri dan ruh mereka
dalam agama. Salah satu diantara penyebabnya adalah kiris ilmu pengetahuan. Meski
telah berulang kali digagas dan digulirkan, wacana ilmu pengasuhan ilmu dalam
kerangka konsep keilmuwan islam masih mengalami hambatan yang cukup berat.
ANTARA TOLERANSI DAN PLURALISME (2)
Tuesday, 27 October 2015
Toleransi
dalam Islam
Dalam
islam sudah jelas bagaimana konsep toleransi yang benar. “Sesungguhnya agama
(yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam (QS. Ali Imran: 19). Begitu
pula dalam ayat yang lain, “Siapa
mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran:
85) dan “Bagimu agamamu, dan
bagiku agamaku.” (QS al-Kafirun: 6). Dalam hadits juga dijelaskan “Demi
Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tak seorang Yahudi atau Nasrani yang
mendengar seruanku, dan sampai mati tidak mengimani ajaran yang aku bawa,
kecuali ia bakal masuk Neraka.” (HR Muslim).
ANTARA TOLERANSI DAN PLURALISME (1)
Monday, 26 October 2015
Jika
sekarang ini ada kepala negara Islam yang mengirim surat memintai Tony Blair
agar masuk Islam tentu dianggap pelecehan dan intoleransi. Bukan hanya karena
mustahil Blair sudi, tapi doktrin postmodern dan teologi global ‘mengharamkan’
hal tersebut. Doktrin pluralisme agama melarang menganggap agama lain salah,
dan agama sendiri paling benar, karena itu dianggap benih terorisme dan
fundamentalisme.[1]
4 RUKUN KEKUFURAN MENURUT IBNUL QAYYIM
Thursday, 15 October 2015
Dalam
banyak majelis, sangat sering dibahas tentang rukun iman. Bahkan sudah menjadi
kewajiban dalam kurikulum setiap jenjang institusi pendidikan islam. Akan
tetapi, jarang diungkapkan hal yang berlawanan dengannya, rukun kufur. Padahal,
tidak kalah pentingnya untuk dijelaskan juga kepada ummat, tentang ‘lawan’ dari
konsep-konsep dasar agama islam. Jika ada tauhid, lawannya adalah kesyirikan.
Harus diperingatkan akan bahayanya, dan kerusakannya. Begitu pula konsep as-sa’adah,
al-khayr, al-haq, dan sebagainya.
KRITIK SAINS ATAS TEORI EVOLUSI DARWIN (3)
Tuesday, 13 October 2015
Keenam, kajian antropologi dan arkeologi atau apa yang disebut
dengan arkeoantropologi dan paleoantropologi. Bidang yang berhubungan
langsung dengan asal-usul berbagai jenis manusia kuno, cara hidup dan
pengaruh-pengaruh peninggalan mereka dalam bentuk artifak atau hasil
tangan. Secara ringkasnya, secara mendasar tidak terdapat jurang perantara (significant
gap) antara daya cipta dan berbudaya berbagai jenis manusia kuno terawal
dengan manusia modern sekarang.
6 KRITIK SAINS ATAS TEORI EVOLUSI DARWIN (2)
Sunday, 11 October 2015
Pertama, Michael Behe. Ia adalah seorang Profesor Madya dalam
bidang biokomia di Universitas Lehigh di Amerika Serikat dan pengarang Darwin’s
Balck Box: The Biochemical Challange to Evolution (New York: Free Press,
1996, 307 Halaman). Ia bertolak dari hak-ikat proses biokomia yang berlaku
dalam bermacam fungsi anggota badan manusia, seperti proses biokomia yang
berlaku apabila mata melihat sesuatu, apabila darah dari luka yang mengalir
menjadi beku, dan seperti pengangkutan bahan-bahan kimia yang berlaku dalam
sel-sel kita. Setiap proses ini melibatkan proses timbal-balik. Dan interaksi
dinamis yang amat teratur lagi canggih diantara berbagai macam jenis enzim dan
protein, serta melibatkan berbagai unit anggota halus dalam sel-sel dalam proses
pembekuan darah, dan metabolisme tubuh.[1]
6 KRITIK SAINS ATAS TEORI EVOLUSI DARWIN
Saturday, 10 October 2015
Dalam beberapa postingan sebelumnya, kita
telah menyajikan bagaimana lahirnya ilmu sekuler. Salah satu diantara yang
dibahas adalah teori evolusi Darwin. Untuk lebih memudahkan pemahaman kita dan
sekaligus melengkapi bagaimana posisi teori Darwin, insya allah akan dipaparkan
berikut. Lahirnya teori Evolusi Darwin bukan tanpa kritikan. Dalam berbagai
sudut pandang, seperti Metafisika, agama, falsafah dan logika maupun dari sudut
kajian sains empiris sendiri.
REVOLUSI INTELEKTUAL
Tuesday, 6 October 2015
Tidak ada
peradaban yang bisa bangkit kecuali dibangun di atas tradisi ilmu. Tradisi menulis,
membaca, menghafal, ceramah dan diskusi menjadi aktivitas sentral dalam
struktur sosial masyarakat. Seperti itulah kondisi peradaban Islam yang
terbentang dari Baghdad hingga Maroko di abad pertengahan. Masa dimana tradisi
ilmu menjadi basis pengembangan masyarakat. Ribuan suffah, ma’had,
madrasah, halaqah, kuttab, majlis dan berbagai institusi lainnya menjadi
magnet ilmu pengetahuan. Didatangi oleh para penuntut ilmu dari berbagai
penjuru. Dari institusi tersebut, lahir ratusan ulama dan cendekiawan yang
menguasai al-Qur’an, hadits dan fiqh dan ilmu-ilmu seperti astronomi,
kedokteran, filsafat, dan matematika, dimana mereka mampu memandu dan memberi
pencerahan pada umat. Membangun pandangan tauhidi antara dunia dan akhirat.
KONSEP UNIVERSITAS DALAM ISLAM
Monday, 5 October 2015
Urgensi Rumusan
Konsep Universitas
Pentingnya
pendidikan tinggi secara strategis dan kultural memang tidak ternilai. Sebab,
dalam sejarahnya semangat, etos kerja, dan kualitas suatu negara atau
kebudayaan bersumber dari dan tercermin dalam institusi-institusi pendidikan
tingginya. Ketika menebarkan pengaruh, suatu negara atau kebudayaan
mengembangkan kajian-kajian intelektualnya untuk memperkenalkan khazanah dan
warisan keilmuwannya. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa masalah yang
melanda Dunia Muslim dalam beberapa abad belakangan ini, bersumber dari
institusi-institusi pendidikan tinggi mereka, meski tersedianya sumber-sumber
material dan keuangan.[1]
WAJAH UNIVERSITAS ISLAM
Sunday, 4 October 2015
Fakta
sejarah membuktikan bahwa hampir semua peradaban besar dunia memiliki
universitas, meski tidak menggunakan sebutan universitas. Di zaman Yunani Kuno
teradapat Akademi Plato, di Cina terdapat Universitas Sang Hsiang, yang kemudian
menjadi universitas Taixue dan Gouzijian (254 M), di Persia ada Akademi
Gundhishapur dan Harran, di India terdapat Universitas Nalanda dan Ratnagiri
(abad ke-5 M), di Syria terdapat Edessa dan monastri-monastri.[1]
5 MODEL ISLAMISASI SAINS (2)
Thursday, 1 October 2015
1.
Sakralisasi
Model sakralisasi sains memandang bahwa sains modern bernilai sekuler
dan jauh dari nilai-nilai spiritualitas, sehingga harus diarahkan pada sains
yang mempunyai nilai sakral. Ide ini dikembangkan oleh Sayyed Husain Nasr, dan
dikembangkan oleh muridnya, Osman Bakar.
Beliau lahir tahun 1933 dan merupakan
intelektual asal Iran yang menghasilkan lebih banyak waktunya di Amerika
Serikat. S1 jurusan Matematika di MIT, Magister of Science dalam Geologi di
Harvard University, 1956. Doktor Sejarah Sains Islam dalam memilih kosmologi sebagai
studi desertasinya.[1]
5 MODEL ISLAMISASI SAINS
Monday, 28 September 2015
Ismail Raji
Al-Faruqi menyatakan bahwa di abad ini, tidak ada kaum lain yang mengalami
kekalahan atau kehinaan seperti yang dialami kaum muslimin-kaum muslimin telah
dikalahkan, dibantai, dirampas, negeri dan kekayaannya, dirampas kehidupan dan
harapannya. Mereka telah ditipu dijajah, dan diperas ditarik melalui paksaan
atau penguasan ke dalam agama-agama lain dan mereka telah disekulerkan,
diwesternasasikan, dan dideis-lamisasikan oleh agen-agen musuh mereka di dalam
dan di luar dari diri mereka[1].
EPISTEMOLOGI FIQH DAN USHUL FIQH
Tuesday, 22 September 2015
Jika
setiap peradaban yang maju menyerap hasil peradaban lain untuk dikembangkan, maka
pada hakikatnya, setiap peradaban terpengaruhi oleh aspek-aspek peradaban lain
yang pernah bersinggungan dengannya. Akan tetapi, dalam islam ada produk pemikiran yang lahir
tanpa pengaruh dari peradaban yang lain. Produk itu adalah fiqh dan ushul fiqh.
Nirwan Syafrin menyebutnya sebagai hasil kreativitas ulama yang sepenuhnya
berdasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
VIRUS ILMU PENGETAHUAN
Monday, 21 September 2015
Di antara problem
besar yang dihadapi umat Islam di era modern adalah masalah ilmu pengetahuan.
Problem rendahnya kinerja keilmuan, menjadikan umat Islam terisolisi hanya
menjadi pengikut teori-teori ilmu pengetahuan Barat. Selain itu, problem
munculnya Barat sebagai pemimpin ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bercorak
sekuler membawa virus ilmu pengetahuan seperti materialisme[1], Ateisme,
naturalisme, saintisme, positivisme dan sejenisnya. Oleh karena itu, penataan
kembali kinerja keilmuwan dalam bingka agama menjadi sangat mendesak.
KONSEP EPISTEMOLOGI ISLAM
Saturday, 19 September 2015
“Semua agama benar, semua agama sama,
karena sama-sama mengajarkan kebaikan.”
“Tuhan semua agama pada hakikatnya
adalah sama, jalan untuk menempuhnya saja yang berbeda.”
“Orang-orang dengan agamanya masing-masing,
semua akan masuk syurga yang penting mereka berbuat baik.”
5 ISTILAH AGAMA YANG TELAH BERUBAH MAKNA MENURUT AL-GHAZALI
Friday, 18 September 2015
Sesungguhnya
Kerusakan Umat disebabkan oleh Kerusakan Penguasan, dan Kerusakan Penguasa disebabkan
oleh Kerusakan Ulama. Dan Kerusakan Ulama disebabkan oleh Cinta Dunia dan
Kedudukan
(Imam al-Ghazali)
TRANSMIGRASI DAN NATURALISASI ILMU (2)
Tuesday, 15 September 2015
Dari Yunani ke
Islam
Transmigrasi
Ilmu, menjadi pintu terjadinya Naturalisasi Ilmu. Transmigrasi ilmu yang paling
efektif adalah penerjemahan karya-karya ilmuwan dan filosof di mana Peradaban
itu berkembang. Seperti yang terjadi ketika Alexandria, yang menjadi pusat pengembangan keilmuwan Romawi
bercorak Helenisme jatuh dalam kekuasaan umat Islam. Aktivitas pengalihan
bahasa dari buku-buku karya Aristoteles, Socrates, Plato dan lain-lain dimulai.
Ilmu-ilmu logika, tata moral, filsafat alam, serta kedokteran mulai mengalir ke
jantung Kekhilafahan Umat Islam di Baghdad (masa Abbasiyah). Mata air ilmu
memancar dan selanjutnya menyebar dalam urat nadi ilmu pengetahuan umat islam.
TRANSMIGRASI DAN NATURALISASI ILMU
Monday, 14 September 2015
Agaknya
dalam penelusuran sejarah (yang Euro-centric), Thales disebutkan sebagai
orang yang pertama kali berfilsafat dan Socrates dianggap sebagai orang yang
paling pertama menurunkan filsafat dari langit ke bumi (man anzala a-falaasifah
min as-samaa’ ila al-ardh) sebab ia adalah orang yang membantah sofisme
yang menyatakan bahwa kebenaran tidak mungkin bisa diketahui. Pemikiran yang
maju melampaui zamannya dimulai dari sana. Serta kemajuan peradaban hari ini
mengambil banyak sumbangsih pemikiran filsafat Yunani Kuno.
KELAHIRAN ILMU DAN PERADABAN
Sunday, 13 September 2015
Advanced studies - di Perguruan Tinggi - sebagai kelanjutan dari kajian dasar-dasar ilmu mengarah pada diferensiasi. Kajian tersebut selalu melihat objek material dari ilmu tersebut secara komprehensif. Dalam astronomi, misalnya. Kita akan melihat planet, bintang dan benda-benda angkasa lain sebagai sebuah anggota dari sistem alam semesta.
KONSEP ILMU DALAM ISLAM (Bag.2-Habis)
Thursday, 10 September 2015
Franz Rosenthal, dalam Knowledge
Triumphant; The Knowledge in Medieval Islam, menyimpulkan penelusurannya
terhadap defenisi Ilmu, dengan menyebutkan beberapa ‘takrif’ berikut:
a. Pengetahuan adalah proses mengetahui
dan serupa dengan orang yang berpengetahuan dan yang diketahui, atau ia adalah
atribut yang memungkinkan orang yang berpengetahuan tahu. [1]
b. Pengetahuan adalah pengenalan
(ma’rifah).[2]
c. Pengetahuan adalah proses
"pemerolehan" melalui persepsi mental.[3]
d. Pengetahuan adalah proses klarifikasi,
pernyataan, dan keputusan (bay-yana, mayyaza, ath-bata)[4]
e. Pengetahuan adalah bentuk (sûrah),
sebuah konsep atau makna (ma’na), sebuah proses pembentukan mental dan
imajinasi (tashawwur atau "persepsi") dan atau verifikasi mental (tashdîq atau
"apersepsi").[5]
f.
Pengetahuan
adalah keyakinan.[6]
g. Pengetahuan adalah zikir, imajinasi,
gambar, visi, pendapat.[7]
KONSEP ILMU DALAM ISLAM (Bag-1)
Wednesday, 9 September 2015
Saya lahir dan
dibesarkan di sebuah kampung. Setelah menamatkan Sekolah Menengah, Saya melanjutkan
pendidikan di kota. Ada dua hal yang menarik setelah melihat bagaimana pemahaman
dan praktik keagamaan dua jenis daerah dengan iklim kultur yang berbeda tersebut.
Kultur di Desa, sangat kental bercorak mistisme dan sufisme. Masih banyak
keyakinan yang sangat erat kaitannya dengan kepercayaan-kepercayaan tentang
kekuatan alam dan ketidakberdayaan manusia atas alam. Sehingga muncul Pamali[1].
Berbeda halnya di daerah perkotaan. Kawasan elite, terbuka dan bebas
menyebabkan informasi sangat mudah diakses dan menyebar. Akan tetapi dalam
pandangan keagamaan, justru banyak yang melampau ‘porsi’ (ghuluw). Hal
itu bisa dibuktikan dari kajian-kajian orientalisme yang masuk sebagai
pendekatan dalam menjelaskan al-Qur’an dan Sunnah. Tafsir hermeneutika[2],
Positivisme Sosiologis, Relativisme dan paham yang sejenisnya banyak
menggerogoti pemikiran para intelektual.
PROBLEM NETRALITAS ILMU (Bag. 2 - Habis)
Sunday, 6 September 2015
Problem
Objektivitas
Salah satu hal yang penting untuk didiskusikan adalah masalah
objektivitas. Hasil penelitian sains dikatakan objektif, yang berarti “mengenai
keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi”.[1]
Artinya, objektif adalah sesuai keadaan yang sebenarnya, tanpa ada pelibatan
unsur pandangan pribadi pengamat. Objektif adalah lawan dari subjektif. Kaidah
ini lahir dari positivisme Comte. Dimana ia memberi jarak antara fakta dan
nilai. Menurutnya, pengetahuan yang murni harus lahir dari pengamatan tanpa
melibatkan nilai dan pandangan-pandangan subjektif peneliti. Akan tetapi
mungkinkah itu terjadi ?. Jika seseorang meneliti kondisi sosial masyarakat,
maka untuk objektif, ia harus masuk menjadi anggota masyarakat tersebut. Akan
tetapi, pendapat lain mengatakan, justru untuk mendapatkan data yang akurat,
peneliti tidak boleh masuk dan mengkondisikan diri dalam masyarakat sebab ia
akan terpengaruh dengan pandangan-pandangan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
PROBLEM NETRALITAS ILMU (Bag.1)
Prof. Wan Daud seperti yang dikuti Prof A.M. Saefuddin dalam buku ‘Islamisasi Sains dan Kampus’ menyatakan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi umat islam saat ini adalah problem ilmu pengetahuan. Sebabnya. Peradaban barat yang kini mendominasi telah menjadikan ilmu sebagai hal yang problematis. Selain telah mengosongkan ilmu dari agama, konsep ilmu dalam peradaban Barat juga telah menlenyapkan wahyu sebagai sumber ilmu, menghilangkan nilai-nilai kesucian ‘wujud’, mereduksi intelek dan menjadikan rasio sebagai basis keilmuwan. Barat juga telah menyalah-lahami konsep ilmu, mengaburkan maksud dan tujuan ilmu sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan sebagai metodologi ilmiah. Teori ilmu yang telah berkembang di Barat termanisfestasikan dalam berbagai aliran seperti rasionalisme, empirisisme, skeptisisme, agnotisme, positivisme, objektivisme, subjektivisme, dan relatifsme. Aliran-aliran semacam ini setidaknya berimplikasi pada sejumlah hal. Pertama, menegasikan dan memutuskan relasi manusia dengan alam metafisika, mengosongkan manusia dari kehidupannya dari unsur-unsur dan nilai transenden serta mempertuhankan manusia. Kedua, melahirkan dualisme. Manusia dibuat terjebak dalam dualisme dunia-akhirat, agama-sains, tekstual-kontekstual, akal-wahyu, objektif-subjektif, induktif-deduktif dan lain-lain. Ini mengakibatkan manusia sebagai makhluk yang terbelah jiwanya.[1]
MASALAH ILMU SEKULER
Friday, 4 September 2015
“Bu, siapa sebenarnya
manusia pertama, Nabi Adam atau Kera ?.” Tanya seorang siswa saat mata
pelajaran Biologi.
“Sudah!, kalian pelajari saja. Yang jelas kalian tahu bahwa
menurut sains manusia pertama itu dari kera, sedangkan menurut agama, adalah
Nabi Adam”, Kata sang Guru.
TRAGEDI PERADABAN BARAT (Bag 2 - Habis)
Wednesday, 2 September 2015
Sejak lahirnya periode pencerahan (enlighment) di Eropa,
yang dimulai dari abad 17 sampai dengan 19, bersamaan dengan timbulnya
rasionalisme, empirisisme, pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan di Barat,
para filosof Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman sebenarnya telah meramalkan
terjadinya krisis.[1] Jacques
Maritain (182-1973), seorang filosof Kristen yang sangat berpengaruh dan
dianggap oleh golongan Kristen sebagai filosof terkemuka abad ini, melukiskan
bagaimana Kristen dan Dunia Barat sedang mengalami krisis yang sangat
mengkhawatirkan. Krisis yang membawa dampak terjadinya peristiwa-peristiwa masa
kini yang sumbernya berasal dari pengalaman, pemahaman dan pemaknaan kehidupan
dalam peradaban perkotaan, seperti tercermin dalam tren pemikiran
neo-modernisme.[2]
TRAGEDI PERADABAN BARAT (Bag-1)
Tuesday, 1 September 2015
Abu Adlan Faatih
Setidaknya, untuk mengetahui bagaimana peradaban Barat, kita harus
menemukan akar sejarah genetis yang paling berpengaruh dalam membentuk struktur
sosialnya. Dr. Nirwan Syafrin menyebutkan bahwa, Peradaban Barat adalah
Peradaban Filsafat. Tradisi keilmuwan yang berkembang adalah tradisi
intelektual yang terbangun dengan dialektika spekulasi antara para filsufnya. Menurut
Prof. Ahmad Tafsir, kita bisa membagi tradisi Filsafat Barat ke dalam empat
bagian. Masa Yunani Kuno (Ancient Greek), masa abad Tengah (Medieval
Ages), masa modern (Modern Ages), dan pasca modern (Post-Modern).
ISLAM(ISASI) NUSANTARA
Monday, 31 August 2015
Menurut
KH Yahya Cholil Staquf, dalam tulisannya “Nusantara dalam rangkulan Islam” di
situs islamnusantara.com, Nusantara disitilahkan untuk menggambarkan kepulauan
Indonesia yang merentang di wilayah tropis dari Sumatra di bagian barat sampai
Papua di bagian timur. Kata “nusantara” menurutnya,
pertama kali muncul dalam susastra Jawa di abad ke 14 M, yang merujuk pada
rangkaian pulau-pulau yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Kata
“nusantara” sendiri adalah kata benda majemuk yang berasal dari bahasa Jawa
Kuna : nusa (pulau) dan antara (terletak di seberang). Dalam kitab
“Negarakertagama” yang ditulis sekitar tahun 1365 M, Empu Prapanca – seorang
penulis sekaligus pendeta Budhha – menggambarkan wilayah penyusun Nusantara,
dengan memasukkan sebagian besar pulau-pulau dalam wilayah Indonesia modern
(Sumatra, Jawa, Bali, Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, sebagian dari
Maluku dan Papua Barat), ditambah wilayah lain yang cukup luas yang saat ini
menjadi daerah kekuasaan Malaysia, Singapura, Brunei, dan bagian selatan
Filipina. Pada 2010, menurut data Biro Pusat Statistik, wilayah Indonesia
sekarang terdiri dari 1.340 kelompok etnik, dengan 2.500 bahasa dan dialek yang
berbeda.
SUMBER ILMU MENURUT BARAT DAN ISLAM
Thursday, 27 August 2015
Salah satu potensi yang
Allah anugerahkan kepada manusia adalah rasa ingin tahu. Rasa tersebutlah yang
mendorongnya untuk berpikir, melakukan penelitian dan menemukan hal-hal baru.
Hal itu juga seiring dengan perintah untuk melakukan penelitian dan penyelidikan
terhadap diri manusia dan alam sekitarnya. Allah SWT menyebutkan,
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka
perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian
Allah menjadikannya sekali lagi[1].
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS Al-Ankabut: 20).
MOHAMMAD NATSIR, ULAMA NEGARAWAN PENCETUS NKRI
Tuesday, 25 August 2015
KEPADA SAUDARAKU M. NATSIR [1]
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu……!
(Puisi
yang ditulis oleh Prof. Hamka secara khusus untuk Pak Natsir, 13 Nov 1957 setelah mendengar uraian pidato
Pak Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan
islam sebagai dasar negara RI )
KESATUAN ILMU DAN IMAN
Monday, 24 August 2015
“Apakah kamu
yakin bahwa Tuhan itu ada?”, kata seorang pemateri.
“Yakin”,
jawab kami serentak.
“Apa
buktinya ?”. Pemateri bertanya kembali.
“Ya… adanya
langit, bumi, bintang, dan kita semua. Karena kita adalah ciptaannya”, jawab kami
kembali.
“Kenapa
kalian bisa yakin bahwa yang menciptakan itu adalah Tuhan ?. Kan bisa saja itu
tercipta dengan sendirinya. Tidak ada bukti yang jelas itu diciptakan oleh
Tuhan”. Kata pemateri kembali menyudutkan.
KRITIK ATAS ‘PARADIGMA ILMIAH’
Saturday, 22 August 2015
Pada tulisan yang lalu kita menyatakan
bahwa chaos yang terjadi dalam
kondisi perdaban dunia hari ini disebabkan oleh kesalahan paradigma. Hal itu
bisa dilihat dari pendapat Prof. Ahmad Tafsir dalam buku Filsafat Umum-nya.
Beliau menyatakan bahwa, dari analisis
filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui bahwa budaya barat disusun
dengan menggunakan hanya satu paradigma, yaitu paradigma sains (scientific paradigm). Paradigma ini
disusun berdasarkan warisan Descartes dan Newton. Warisan dua tokoh ini
merupakan inti pembahasan buku Capra. Ia menyatakan abhwa paradigm yang
diturunkan dari Cartesian dan Newtonian itulah yang menghasilkan paradigm yang
digunakan dalam mendesain budaya barat sekarang. Kesalahan terjadi karena paradigm
itu tidak melihat alam dan kehidupan ini secara utuh menyeluruh (whole-ness), paradigm itu hanya melihat alam
ini pada bagian yang empiriknya saja.[1]
SAINS BERBASIS TAUHID
Thursday, 20 August 2015
Dalam satu kuliahnya, Dr. Abbas Mansur Tamam
menjelaskan bagaimana respon intelektual muslim menghadapi hegemoni ilmu yang
lahir dari peradaban barat. Bahwa antara Islam dan barat ada demarkasi sistem
keilmuwan yang berbeda terkait dengan filosofi, pandangan dan kebudayaan yang
melahirkan ilmu pengetahuan.
Dalam
buku The Postmodern Condition: a Report on Knowledge yang ditulis Jean
Francis Lyotard, mengungkapakan pemikirannya tentang kedudukan ilmu pengetahuan
pada abad ini, khususnya tentang cara ilmu diabsahkan melalui “naratif besar” (grand
narrative) seperti kebebasan, kemajuan dan emansipasi. Naratif besar
menurutnya telah mengalami nasib yang sama dengan naratif-naratif besar
sebelumnya seperti agama, negara bangsa, dan kepercayaan tentang keunggulan
barat. Dengan kata lain, dalam abad ilmiah ini, naratif-naratif besar itu
dipersoalkan tentang peranan dan tahap keshahihannya[1].
TAUHID; ASAS PERADABAN ISLAM
Tuesday, 18 August 2015
Dan Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.
(QS. An-Nur: 55)
Islam yang
diturunkan sebagai dÊn, sejatinya telah memiliki konsep seminalnya
sebagai peradaban. Sebab kata dÊn itu sendiri telah membawa makna
keberhutangan, susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia
untuk membentuk masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang
adil.[1]
Artinya dalam istilah dÊn itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Oleh
sebab itu ketika dÊn (agama) Allah yang bernama Islam itu telah
disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama MadÊnah.[2]
Dari akar kata dÊn dan MadÊnah ini lalu dibentuk akar kata baru madana,
yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan
memartabatkan.[3]
ALHAMDULILLAH, PARADE TAUHID BERHASIL SATUKAN UMAT
Sunday, 16 August 2015
Al-Qolam(16/815)-Dalam tulisan yang sebelumnya, Penulis
telah mengungkapkan ada tiga alasan, mengapa #ParadeTauhid harus didukung. Sebenarnya,
pelaksanaan Parade ini bukanlah hal yang mudah. Sebab telah banyak beredar isu yang
menyebutkan bahwa Parade tauhid tidak boleh diikuti. Entah alasan bid’ah, bergabung
dengan harakiyyin hizbiyyin, tasyabbuh bil kufffar, memperingati ulang tahun
dan lain-lain.
Akan tetapi, Alhamdulillah di atas semua itu, Parade
tauhid berhasil dilaksanakan. Bahkan di luar dugaan. Jumlah peserta yang
awalnya hanya diprediksi ribuan meledak menjadi ratusan ribu, kata Ust. Haikal Hasan selaku Ketua Panitia.
3 ALASAN, MENGAPA KAMI IKUT PARADE TAUHID (Bag.3 - Habis)
Friday, 14 August 2015
Framework
negara dan agama menjadi satu, tidak lagi dikotomis. Karena mereka adalah umat
islam yang sedang berada dalam aturan politik negara Indonesia. Hingga
perjuangan menegakkan syariat Islam, bukan hal mustahil dilakukan dengan cara
yang benar tanpa ada mudharat.
Bersamaan
dengan itu, upaya impor ideologi Iran yang telah tertuang dalam grand strategi mensyiah-kan dunia sudah
masuk dalam dinamika politik bangsa. Sehingga umat islam di Indonesia sadar,
bahwa musuh mereka bukanlah satu. Ada yang datang dari luar berupa antek asing,
ada pula yang datang dari dalam. Mengaku Islam, tapi membenci perjuangan
sahabat memperjuangkan Islam. Ya, Ideologi Syiah. Kesadaran tentang gerakan
Syiah tertuang dan diungkapkan oleh Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin dalam buku
beliau, “Agenda Politik Syiah”.
Subscribe to:
Posts (Atom)