Cari

ISLAM(ISASI) NUSANTARA

Monday 31 August 2015



Menurut KH Yahya Cholil Staquf, dalam tulisannya “Nusantara dalam rangkulan Islam” di situs islamnusantara.com, Nusantara disitilahkan untuk menggambarkan kepulauan Indonesia yang merentang di wilayah tropis dari Sumatra di bagian barat sampai Papua di bagian timur.  Kata “nusantara” menurutnya, pertama kali muncul dalam susastra Jawa di abad ke 14 M, yang merujuk pada rangkaian pulau-pulau yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Kata “nusantara” sendiri adalah kata benda majemuk yang berasal dari bahasa Jawa Kuna : nusa (pulau) dan antara (terletak di seberang). Dalam kitab “Negarakertagama” yang ditulis sekitar tahun 1365 M, Empu Prapanca – seorang penulis sekaligus pendeta Budhha – menggambarkan wilayah penyusun Nusantara, dengan memasukkan sebagian besar pulau-pulau dalam wilayah Indonesia modern (Sumatra, Jawa, Bali, Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, sebagian dari Maluku dan Papua Barat), ditambah wilayah lain yang cukup luas yang saat ini menjadi daerah kekuasaan Malaysia, Singapura, Brunei, dan bagian selatan Filipina. Pada 2010, menurut data Biro Pusat Statistik, wilayah Indonesia sekarang terdiri dari 1.340 kelompok etnik, dengan 2.500 bahasa dan dialek yang berbeda.

SUMBER ILMU MENURUT BARAT DAN ISLAM

Thursday 27 August 2015



Salah satu potensi yang Allah anugerahkan kepada manusia adalah rasa ingin tahu. Rasa tersebutlah yang mendorongnya untuk berpikir, melakukan penelitian dan menemukan hal-hal baru. Hal itu juga seiring dengan perintah untuk melakukan penelitian dan penyelidikan terhadap diri manusia dan alam sekitarnya. Allah SWT menyebutkan,
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi[1]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS Al-Ankabut: 20).

MOHAMMAD NATSIR, ULAMA NEGARAWAN PENCETUS NKRI

Tuesday 25 August 2015


KEPADA SAUDARAKU M. NATSIR[1]

Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi

Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi

Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu……!

(Puisi yang ditulis oleh Prof. Hamka secara khusus untuk Pak Natsir,  13 Nov 1957 setelah mendengar uraian pidato Pak Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan islam sebagai dasar negara RI )

KESATUAN ILMU DAN IMAN

Monday 24 August 2015

 


“Apakah kamu yakin bahwa Tuhan itu ada?”, kata seorang pemateri.
“Yakin”, jawab kami serentak.
“Apa buktinya ?”. Pemateri bertanya kembali.
“Ya… adanya langit, bumi, bintang, dan kita semua. Karena kita adalah ciptaannya”, jawab kami kembali.
“Kenapa kalian bisa yakin bahwa yang menciptakan itu adalah Tuhan ?. Kan bisa saja itu tercipta dengan sendirinya. Tidak ada bukti yang jelas itu diciptakan oleh Tuhan”. Kata pemateri kembali menyudutkan.

KRITIK ATAS ‘PARADIGMA ILMIAH’

Saturday 22 August 2015



                                                               
Pada tulisan yang lalu kita menyatakan bahwa chaos yang terjadi dalam kondisi perdaban dunia hari ini disebabkan oleh kesalahan paradigma. Hal itu bisa dilihat dari pendapat Prof. Ahmad Tafsir dalam buku Filsafat Umum-nya.
Beliau menyatakan bahwa, dari analisis filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui bahwa budaya barat disusun dengan menggunakan hanya satu paradigma, yaitu paradigma sains (scientific paradigm). Paradigma ini disusun berdasarkan warisan Descartes dan Newton. Warisan dua tokoh ini merupakan inti pembahasan buku Capra. Ia menyatakan abhwa paradigm yang diturunkan dari Cartesian dan Newtonian itulah yang menghasilkan paradigm yang digunakan dalam mendesain budaya barat sekarang. Kesalahan terjadi karena paradigm itu tidak melihat alam dan kehidupan ini secara utuh menyeluruh (whole-ness), paradigm itu hanya melihat alam ini pada bagian yang empiriknya saja.[1]

SAINS BERBASIS TAUHID

Thursday 20 August 2015




Dalam satu kuliahnya, Dr. Abbas Mansur Tamam menjelaskan bagaimana respon intelektual muslim menghadapi hegemoni ilmu yang lahir dari peradaban barat. Bahwa antara Islam dan barat ada demarkasi sistem keilmuwan yang berbeda terkait dengan filosofi, pandangan dan kebudayaan yang melahirkan ilmu pengetahuan.
Dalam buku The Postmodern Condition: a Report on Knowledge yang ditulis Jean Francis Lyotard, mengungkapakan pemikirannya tentang kedudukan ilmu pengetahuan pada abad ini, khususnya tentang cara ilmu diabsahkan melalui “naratif besar” (grand narrative) seperti kebebasan, kemajuan dan emansipasi. Naratif besar menurutnya telah mengalami nasib yang sama dengan naratif-naratif besar sebelumnya seperti agama, negara bangsa, dan kepercayaan tentang keunggulan barat. Dengan kata lain, dalam abad ilmiah ini, naratif-naratif besar itu dipersoalkan tentang peranan dan tahap keshahihannya[1].

TAUHID; ASAS PERADABAN ISLAM

Tuesday 18 August 2015


Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. 
(QS. An-Nur: 55)

Islam yang diturunkan sebagai dÊn, sejatinya telah memiliki konsep seminalnya sebagai peradaban. Sebab kata dÊn itu sendiri telah membawa makna keberhutangan, susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang adil.[1] Artinya dalam istilah dÊn itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Oleh sebab itu ketika dÊn (agama) Allah yang bernama Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama MadÊnah.[2] Dari akar kata dÊn dan MadÊnah ini lalu dibentuk akar kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan.[3]

ALHAMDULILLAH, PARADE TAUHID BERHASIL SATUKAN UMAT

Sunday 16 August 2015


Al-Qolam(16/815)-Dalam tulisan yang sebelumnya, Penulis telah mengungkapkan ada tiga alasan, mengapa #ParadeTauhid harus didukung. Sebenarnya, pelaksanaan Parade ini bukanlah hal yang mudah. Sebab telah banyak beredar isu yang menyebutkan bahwa Parade tauhid tidak boleh diikuti. Entah alasan bid’ah, bergabung dengan harakiyyin hizbiyyin, tasyabbuh bil kufffar, memperingati ulang tahun dan lain-lain.
Akan tetapi, Alhamdulillah di atas semua itu, Parade tauhid berhasil dilaksanakan. Bahkan di luar dugaan. Jumlah peserta yang awalnya hanya diprediksi ribuan meledak menjadi ratusan ribu, kata Ust. Haikal Hasan selaku Ketua Panitia.

3 ALASAN, MENGAPA KAMI IKUT PARADE TAUHID (Bag.3 - Habis)

Friday 14 August 2015


Framework negara dan agama menjadi satu, tidak lagi dikotomis. Karena mereka adalah umat islam yang sedang berada dalam aturan politik negara Indonesia. Hingga perjuangan menegakkan syariat Islam, bukan hal mustahil dilakukan dengan cara yang benar tanpa ada mudharat.
Bersamaan dengan itu, upaya impor ideologi Iran yang telah tertuang dalam grand strategi mensyiah-kan dunia sudah masuk dalam dinamika politik bangsa. Sehingga umat islam di Indonesia sadar, bahwa musuh mereka bukanlah satu. Ada yang datang dari luar berupa antek asing, ada pula yang datang dari dalam. Mengaku Islam, tapi membenci perjuangan sahabat memperjuangkan Islam. Ya, Ideologi Syiah. Kesadaran tentang gerakan Syiah tertuang dan diungkapkan oleh Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin dalam buku beliau, “Agenda Politik Syiah”.

3 ALASAN, MENGAPA KAMI IKUT PARADE TAUHID (Bag-2)

Wednesday 12 August 2015




#Alasan Kedua: Kesadaran Politik

Diobok-oboknya suara hak pilih umat islam, dikritisinya penerapan syariat islam Aceh, wacana penghapusan kolom agam KTP, wacana speaker masjid polusi udara, dibuatnya standar berdoa non-agama di sekolah, digugatnya undang-undang Pernikahan Sesama Agama, divotingnya penetapan hukum Miras di Parlemen, dilarangnya menyembelih Kurban di Sekolah dan Pawai Takbir di Jakarta Serta terpilihnya pemimpin non-muslim di Ibu Kota Negara mayoritas Muslim, dan puncaknya, Kalahnya calon presiden Usungan Koalisi Partai Islam (Reformis) dan terpilihnya Presiden usungan Partai ideologi Marhaenisme berlambang moncong putih, membuat Umat islam sadar bahwa Politik tidak bisa ditinggalkan. Sebab mereka akan selalu menjadi korban Test The Water. Dan sedikit demi sedikit akan dikuasai dan ditaklukkan. Mereka semakin sadar bahwa di saat yang sama, saat mereka mengkaji Qur’an, membaca tafsir dan bertadabbur dengannya, serta saat mereka rukuk dan sujud, ideologi yang merusak juga sementara menjadi-jadi melakukan makar dan konspirasi merebut kekuasaan. Menduduki jabatan strategis, dan selanjutnya menindas hak-hak umat islam. Palestina, Muslim Rohingya Myanmar, Muslim Burma dan Kashmir, Muslim Cina, dan di belahan bumi mana pun itu, umat islam selalu dipojokkan karena tidak adanya ‘kekuasaan’. Sangat tepatlah, jika ternyata “Posisi menentukan Hasil”. Kekuatan dan Pengaruh bergantung pada Posisi dan Kekuasaan.

TIGA ALASAN, MENGAPA KAMI IKUT PARADE TAUHID (Bag-1)



Abu Adlan Faatih


Lewat situs resminya paradetauhid.id, Parade Tauhid yang dilaksanakan 16 Agustus 2015 mengutip pernyataan Ust. Bachtiar Nasir, bertujuan :
Pertama #Parade_Tauhid_Indonesia dalam rangka merealisasikan Amanah Kongres Umat Islam VI di Yogyakarta. Di mana Kongres Umas Islam Indonesia VI di Yogyakarta mengamanahkan : 1. Penguatan Politik Islam. 2. Penguatan Ekonomi Islam. 3. Penguatan sosial budaya Islam.
Kedua #Parade_Tauhid_Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat kemerdekaan Indonesia ke 70,
Ketiga #Parade_Tauhid_Indonesia dalam rangka Halal bi Halal Nasional dan Halal Bi Halal antara umat dan tokohnya.
lebih rinci, tujuan parade tauhid indonesia disebutkan agar :
1.       Tumbuhnya kembali kesadaran pentingnya tauhid bagi setiap muslim dalam menjalani kehidupan individu, keluarga, bermasyarakat, dan bernegara
2.       Tumbuhnya rasa syukur atas anugrah kemerdekaan yang telah Allah limpahkan kepada bangsa Indonesia, serta halal bil halal akbar ummat Islam
3.       Terciptanya langkah awal konsolidasi umat Islam dalam upaya membangun masyarakat bermartabat, sebagai tindak lanjut Kongres Umat Islam Indonesia VI tahun 2015
4.       Terbangunnya ukhuwah Islamiyah seluruh elemen ummat Islam, sehingga menjadi potensi dan energi positif bagi upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pendahuluan

Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
(QS an-Nisaa’: 36)

Ketuhanan Yang Maha Esa.
(Sila Pertama Pancasila)

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya
(Mukadimah UUD 1945)

Di tengah usaha umat islam untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi dan politik, masih ada saja yang tetap gemar menebarkan syubhat, dan menghembuskan keraguan-raguan atas gerakan dan keyakinan mereka. Seperti kata Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, ide dan pemikiran seperti air, mengalir dan cepat merembes. Menghentikan geraknya tidak dapat dilakukan semata-mata hanya dengan kekerasan. Ide harus dilawan dengan ide. Tinta harus dilawan dengan tinta.
Kesadaran politik umat islam adalah hal yang baru. Jika di zaman reformasi gerakan islam tidak mengenal istilah ‘manhaj’, mereka hanya mengenal organisasi. Sementara di zaman sekarang, manhaj tumbuh berkembang biak seiring dengan terbukanya keran demokrasi. Dulu, rasa persatuan dan kesatuan lebih didahulukan untuk melawan satu musuh bersama, ‘rezim otoriter’. Tidak peduli siapa pun ‘ustadz’ rujukannya. Akan tetapi, pasca reformasi gerakan islam berdiferensiasi menjadi berbagai bentuk, ide, dan metode gerakan. Semua itu terkait dengan sudut pandang para pendirinya dalam memandang ‘problematika umat’ dan bagaimana ‘solusi’ mengatasinya.

JADILAH SEPERTI HAJAR !

Monday 10 August 2015





Abu Adlan Faatih[1]


Bagi seorang da’i, hidup adalah perjuangan. Meniti jejak para Rasul yang berjuang menegakkan agama. Konsekuensinya tidak mudah. Ada banyak godaan yang akan menghampiri. Hidup serba hemat, atau bahkan kekurangan.
Satu hal yang tidak mudah adalah meninggalkan istri dan anak-anak. Pasalnya, seorang da’i memiliki amanah untuk anak dan istrinya. Ia wajib memberikan perlindungan dan nafkah lahir batin bagi mereka. Akan tetapi, bagaimana jika ia mendapat amanah untuk menjadi da’i pedalaman ?. Semua itu tentu haruslah ditinggalkan.
 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang