Framework
negara dan agama menjadi satu, tidak lagi dikotomis. Karena mereka adalah umat
islam yang sedang berada dalam aturan politik negara Indonesia. Hingga
perjuangan menegakkan syariat Islam, bukan hal mustahil dilakukan dengan cara
yang benar tanpa ada mudharat.
Bersamaan
dengan itu, upaya impor ideologi Iran yang telah tertuang dalam grand strategi mensyiah-kan dunia sudah
masuk dalam dinamika politik bangsa. Sehingga umat islam di Indonesia sadar,
bahwa musuh mereka bukanlah satu. Ada yang datang dari luar berupa antek asing,
ada pula yang datang dari dalam. Mengaku Islam, tapi membenci perjuangan
sahabat memperjuangkan Islam. Ya, Ideologi Syiah. Kesadaran tentang gerakan
Syiah tertuang dan diungkapkan oleh Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin dalam buku
beliau, “Agenda Politik Syiah”.
Masalah Demonstrasi
Masalah Demonstrasi telah
menjadi perbincangan yang panjang di kalangan para ulama. Dan padanya terdapat
berbagai pandangan. Di sini, saya hanya ingin menyatakan bahwa demonstrasi (long march, parade, atau aksi-aksi di jalan
yang lain)dalam hal ini adalah Persoalan
Siyaasah. Jika para musuh Islam melakukan konsolidasi Politik, mengundang
Profesor untuk mengunjungi Iran, menerbitkan buku, melakukan aksi mudzharah (demontrasi)
yang merupakan gerakan politik, maka apakah umat islam tidak boleh melakukannya
?.
Berbicara demonstrasi, adalah
persoalan mendukung atau memberikan dukungan (support). Ini adalah salah satu bentuk terbaik untuk mendukung
seseorang yang jauh dari kita dan kita tidak dapat menjangkau mereka. Aksi atau
demontrasi adalah sebuah aktivitas untuk mendukung islam dimana Kuffar juga
telah berdemonstrasi dan mendukung kekufuran mereka.
Imam
Al Khattabi mendefenisikan istilah demonstrasi dan beliau telah memahaminya
bahwa mendukung dalam demontrasi harus berhubungan dengan jihad dan medan
perang. Demontrasi memotivasi kaum Muslimin dan itu membuat mereka sadar dengan
keadaan saudara mereka. Demonstrasi adalah sebuah bentuk menolak kejahatan,
sebuah bentuk menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar).
Telah
ditemukan dalam kitab Al-Hulya Al-Aulia, jilid I. Ibnu Abbas ra. meriwayatkan,
sebagaimana dia telah bertanya :
“Yaa Rasulullah, apakah kita dibolehkan
berjalan di atas yang haq meskipun kita mati atau tetap hidup? Beliau SAW.,
bersabda, “tentu saja, demi jiwaku yang berada ditanganNya, kamu harus berada
pada jalan yang haq meskipun kamu akan mati atau tetap hidup” maka Ibnu Abbas
berkata, “jadi mengapa kita bersembunyi? Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan
kebenaran, kita harus keluar!” dan mereka pergi dengan barisan yang satu
dipimpin Hamzah dan yang lainnya dipimpin oleh Umar. Mereka pergi mengelilingi
ka’bah dan Quraisy melihat Hamzah dan Umar mereka begitu terkejut. Rasulullah
SAW., menjuluki Umar pada hari itu dengan ‘Al Faruq’.”
Hal
itu telah disebutkan dalam Al-Isaabah bahwa Muhammad ibnu Utsman ibnu Abi
Syibah dari Ibnu Abbad bercerita tentang bagaimana Umar ra. masuk Islam. “Dia
telah pergi bersama Hamzah dalam dua barisan berserta kaum Muslimin”. Maka
Rasulullah SAW., telah memberikan persetujuan dan pergi bersama mereka dalam
sebuah demontrasi.
Bahkan,
Nabi Nuh as., dahulu telah menyeru orang-orang baik siang dan malam bahkan
mendatangi mereka dari pintu ke pintu (untuk mengajak kepada tauhid). Ummat
Islam di masa Rasulullah SAW., telah pergi ke Abyssinia (Ethiopia) dan mereka
berdiri dengan terang-terangan di depan Rajanya pada saat itu (yang beragama
Nasrani) dan Nabi SAW membolehkannya.
Bahkan
kaum muslimin di masa Nabi SAW., pernah berkumpul dalam jumlah yang sangat
besar dan membai’at Nabi Muhammad SAW., di bawah pohon. Dengan demikian
fenomena aksi atau demonstrasi bukanlah sesuatu hal yang baru dalam Islam.
Sebagian
orang mungkin berkomentar ‘apakah
manfaatnya’? Orang-orang seperti ini tidak lain hanya menginginkan untuk menutupi ketakutan mereka, mereka tidak
pernah menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar) sama
sekali. Mereka dalam ketakutan dan berfikir bahwa jika dia muncul dan melakukan
demonstrasi mendukung Islam. Syekh Abu Muhammad Al Maqdisi, seorang ulama
tauhid dan jihad, Penulis kitab Millah Ibrahim berpendapat bahwa demonstrasi
itu dibolehkan dan terpuji bagi orang-orang yang melakukannya. Syekh Salman Al
Audah pernah berkata tentang demonstrasi : “Kami
tidak menemukan kesalahanpun padanya, itu adalah salah satu bentuk mencegah
kemunkaran… dan menunjukkan dukungan kepada Muslim.”
Menebarkan
syubhat akan kesia-sia-an Parade Tauhid, dengan alasan panas-panas, berkumpul
dan berteriak-teriak adalah bukti
ketakutan. Parade Tauhid di Solo telah yang diselenggarakan oleh kurang
lebih 60 organisasi dan elemen masyarakat Islam telah berhasil menyatukan dan mengumpulkan
tidak kurang 100 ribu[1]
kaum Muslimin. Mereka berasal dari Solo, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karang
Anyar, Boyolali dan Klaten. Bahkan ada yang dari Magetan dan Jember, Jawa
Timur. Ini adalah syiar, untuk memperlihatkan kekuatan islam. Sebenarnya, bukti
yang menguatkan absahnya aksi massa dalam menyuarakan kebenaran untuk keagungan
Islam telah ditunjukkan oleh syi’ar dan syariatnya. “Agar mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah (khutbah) kaum muslimin.”
(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, no. 1136) Kebaikan yang
disaksikan di sini adalah banyaknya kaum muslimin dan menampakkan syi’ar
keislaman.
Parade
Tauhid; Merayakan Ulang Tahun, Bersyukur dan “Tauhid Indonesia” ?
Dan demikianlah Kami jadikan bagi
tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan
(dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan
kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki,
niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang
mereka ada-adakan. (QS. Al-An’am: 112)
Ulang tahun lahir dari pandangan materialisme, menyatakan
bahwa selama satu tahun manusia bersaing dengan alam. Dan ketika mereka masih
hidup, mereka merayakannya, karena Ia berhasil melewati seleksi alam. Ritual
ulang tahun dilakukan berulang setiap tahun. Apa latar belakangnya ?. Tanyakan
kepada yang merayakan ulang tahunnya dengan meniup lilin dan memotong kue.
Maulid Nabi Shallallahu
alaihi wasallam, juga masuk dalam persoalan khilaf di kalangan ulama. Meski
yang rajih adalah kebid’ahannya. Karena maulid dianggap sebagai sesuatu yang
sakral, bagian dari ibadah. Bahkan terdapat pemahaman bahwa Lebih baik
mengutamakan maulid daripada shalat dan puasa[2].
Parade mensyukuri kemerdekaan bukanlah ibadah (sakral).
Logikanya, jika saya merayakan wisuda dengan undangan makan siang, apakah itu
adalah bid’ah ?. Tentu tidak. Dalilnya, wa
amma bini’mati rabbika fahaddits (QS. Ad-Dhuha: 11). Bukanlah sesuatu yang
wajib, dan berdosa karena ditinggalkan. Jika wisuda yang diperoleh dari
perjuangan menuntut ilmu 4 atau 5 tahun adalah mubah, lalu bagaimana dengan
mensyukuri kemenangan perjuangan selama puluhan tahun merayakan kemerdekaan ?. Aina al-Aql… ?
Pernyatan dengan pengaitannya dengan Fathu Makkah adalah
hal keliru, sebab Parade tersebut masuk dalam bab Social Engineering yang tidak didapati dalam kitab Fiqh Ibadah. Pembahasannya ada pada bab Fiqhu Siyaasiyah. Dan dimensi politik
dan muamalah sangatlah jauh berbeda. Hukum ibadah makan babi, miras, judi dan
lain-lain masuk dalam konstruksi Hukum yang Tsaabit,
sementara siyasah berada dalam orbit Mutagayyaraat.
Dan dalam mengembangkan aplikasi muamalah
ada kaidah : al-Muhaafadzhatu ala
al-Qadiim as-Shaalih wa al-Akhdzu bi al-Jadiid al-Ashlah.
Umar dan Abu Bakar berbeda pendapat pada masalah
memerangi orang yang tidak membayar zakat, hukumnya bukan pada jatuh halal-haram atau al-Haq - al-Bathil, tapi pada masalah tepat-tidak atau Shawab-Khatha’. Karena itu masuk dalam
bagian kebijakan politik, bukan ibadah. Sama halnya dalam Parade Tauhid. Itu
kebijakan para pimpinan Ormas Islam, maka dengan alasan tertib organisasi
menjadi keharusan bagi kadernya untuk mengikuti para ulama yang menjadi
rujukannya.
Berkenaan dengan penamaan, “Parade Tauhid Indonesia”
adalah hal lumrah. Yang jadi masalah adalah ketika klausa itu dipotong sekehendak
nafsu. Parade/Tauhid Indonesia
dengan Parade Tauhid/Indonesia. Lalu
dengan mengambil sendiri ungkapan Para Intelektual, “Penamaan setelah tauhid
mereduksi makna Sakral Tauhid”… Sangat
benarlah perkataan Imam Asy-Syafi’I tentang orang-orang yang bertasyayyu’. Kedua klausa itu sangat
berbeda maknanya. Sama ketika kita berkata, “Kamu/Mau Makan Jambu Monyet?”
dengan pengucapan “Kamu Mau Makan Jambu/Monyet ?”. Hati-hatilah dengan logika dan
pernyataan anda sendiri. Ia bisa jadi bumerang!.
Terakhir, Pembaca mungkin heran, siapa penulis ?.
Mengapa mengutip pendapat Salman al-Audah, Sayyid Quthb, dan merujuk pada pendapat
ikhwanul Muslimin, berbau Penegakan Syariah dan Khilafah, serta merujuk situs seperti
ar-Rahmah.com, muslim.or.id dan lain-lain ?.
Jawabannya, karena Penulis sadar bahwa, Gerakan Salaf,
Ikhwanul Muslimin, dan Hizb at-Tahrir sedang
bersatu dalam (Parade) Tauhid dan menabuh genderang Perang Melawan Syiah!.
Mudah-mudahan
tulisan ini tidak mengobarkan amarah yang bisa menutupi argumen kejernihan ilmu
dan pikiran. Dan Allah catatkan sebagai pahala dan hujjah di hari akhir.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan. Walaa Tuzakku Anfusakum Huwa a’lamu biman ittaqaa. (Wallohu Ta’ala a’lam).
Maraji Situs:
http://muslim.or.id/manhaj/bersatu-dan-jangan-berpecah-belah.html
http://saifuddinasm.com/2013/04/03/ali-imran103-kesatuan-memegang-tali-allah-bagian-pertama/
http://www.arrahmah.com/read/2010/09/25/9267-aksi-demonstrasi-dalam-pandangan-islam.html#sthash.he2rOKCz.dpuf
http://www.arrahmah.com/news/2015/05/16/diperkirakan-100-ribu-kaum-muslimin-hadiri-parade-tauhid-solo-raya.html#sthash.S9IBrY9h.dpuf
http://www.voa-islam.com/read/jihad/2011/03/01/13549/demo-sarana-menghidupkan-sunnah-merealisasikan-tujuan-syariah/#sthash.GnZds1VP.dpuf
[1]
Dalam warta Metrotv.com disebutkan 50 ribu.
[2]
Silahkan Rujuk pada Kitab-Kitab Thariqat tentang Maulid berupa syair-syair bugis-makassar.
Ajaran atau paham tersebut banyak diungkapkan dalam kitab-kitab masyarakat
Cikoang, Kab. Takalar, Sulsel.
No comments:
Post a Comment