Di
zaman klasik, umat Islam pernah mengalami kemajuan bukan hanya di bidang ilmu
agama Islam saja, melainkan juga di bidang ilmu umum, kebudayaan, dan
peradaban. Sejumlah
ulama dan tokoh-tokoh dunia kemudian lahir dari rahim kaum muslimin. Di bidang
ilmu agama Islam, muncul tokoh-tokoh yang diakui kepakarannya dalam khazanah
ilmu Tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, tak ketinggalan ilmu Tasawwuf, ilmu
Kalam, dan akhlak. Selain itu, di bidang ilmu pengetahuan sains, lahir sederet
tokoh ahli Sejarah, Filsafat, Astronomi, ilmu Jiwa, Kedokteran, Farmasi, Seni,
hingga Fisika dan Kimia. Tak terkecuali di masyarakat Indonesia, pendidikan
Islam sejak awal telah menyertai dinamika dakwah di Indonesia.Melalui
pendidikan Islam, transmisi dan sosialisasi ajaran Islam dapat dilaksanakan dan
dicapai hasilnya hingga terlihat seperti sekarang.[1]
Hal di atas tentu saja
tak bisa dipisahkan dari keberadaan ilmu pengetahuan (al-Qur’an) sebagai
mukjizat agama Islam yang paling utama.Hal itu diakui oleh Ahmad Sastra ketika
mencatat bahwa di dalam al-Qur’an terdapat kurang lebih 750 ayat rujukan yang
berkaitan dengan ilmu. Di saat yang sama, tidak ada agama atau kebudayaan lain
dalam kehidupan manusia yang menerangkan pentingnya ilmu pengetahuan dalam
kehidupan manusia secara tegas sebagaimana yang diajarkan oleh agama Islam.[2]
Indonesia
merupakan negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Data yang diturunkan oleh forum.detik.com
menunjukkan jumlah penduduk muslim Indonesia sebanyak 182.570.000 orang,diatasPakistan yang
berjumlah 134.480.000 orang dan India, 121.000.000 orang[3]. Akan
tetapi, meski
88% penduduknya beragama Islam, tidak
semua bisa membaca Alquran. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Institut
Ilmu Alquran Jakarta pada 2012, 65 % Umat Islam buta aksara Alquran. Artinya,
hanya 35 % hanya yang bisa membaca Alquran. Sedangkan yang bisa membaca dengan baik
dan benar hanya 20 persen[4].
Dari
data di atas, perhatian umat islam terhadap Alquran sangat memprihatinkan. Oleh
karena itu, harus dilakukan upaya yang lebih jelas dan nyata dalam meningkatkan
mutu pendidikan Alquran di tanah air. Hal itu didasarkan pada hadis Rasulullah SAW,“Didiklah
anak-anakmu dengan tiga perkara, mencintai Nabimu, mencintai keluarga Nabi, dan
membaca Alquran“ (HR. Thabarani).
Oleh
karena itu, pendidikan Alquran merupakan hal utama dalam mempersiapkan
generasi.
Demi menjamin urusan
kebahagiaan dapat dicapai di dunia dan akhirat maka semuanya haruslah ditempuh
dengan ilmu yang terbimbing dengan nilai-nilai agama. Bahkan ayat pertama yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam (Saw)
adalah nilai tauhid dan keutamaan pendidikan serta cara untuk mendapatkan
memperoleh ilmu pengetahuan. Pendidikan adalah
merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia
(SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang
berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning ) dan pembelajaran ( intruction
). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran
berakar pada pihak pendidik[5].
Pendidikan
Alquran
Al
Qur'an merupakan sumber utama ajaran Islam dan pedoman hidup bagi setiap
muslim. Al Qur'an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan
Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablum min
Allah wa hablum min an-nas), serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk
memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah), diperlukan pemahaman
terhadap kandungan al-Qur'an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
secara sungguh-sungguh dan konsisten.
Menurut
Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah, pendidikan Alquran menjadi fondasi
seluruh kurikulum pendidikan di dunia islam, karena Alquran merupakan syiar
agama yang mampu menguatkan akidah dan mengokohkan keimanan[6]. Ibnu
Sina juga memberikan nasihat agar memperhatikan pendidikan Alquran kepada
anak-anak. Menurutnya segenap potensi anak, baik jasmani maupun akalnya,
hendaknya dicurahkan untuk menerima pendidikan utama ini, agar anak mendapatkan
bahasa aslinya dan agar akidah bisa mengalir dan tertanam pada kalbunya[7]. Dengan
pendidikan Alquran sejak dini, fitrah suci anak niscaya dapat dilestarikan
dengan baik.
Hal
itu juga sejalan dengan kebijakan
Pemerintah
Indonesia. Terlihat dari Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Agama RI nomor 128 tahun 1982/4A, yang menyatakan “perlunya usaha peningkatan
kemampuan baca tulis Alquran bagi umat Islam dalam rangka peningkatan penghayatan
dan pengamalan Alquran dalam kehidupan sehari-hari”. Keputusan ini pula
ditegaskan oleh Menteri Agama RI nomor 3 tahun 1990 tentang pelaksanaan upaya
peningkatan kemampuan baca tulis huruf Alquran[8].
Begitu
pula Kepala Badan Litbang dan Diklat KEMENAG RI, bahwa salah satu prioritas
peningkatan kehidupan beragama dalam peraturan presiden republik Indonesia No.
5 tahun 2010 tentang rencana pembangunan jangka menengahnya Nasional (RPJMN)
2010-2014 adalah peningkatan kualitas pemahaman dan pengalaman agama. Bagi umat
islam, salah satu cara untuk mewujudkan tujuan pembangunan terebut adalah
dengan meningkatkan pemahaman umat terhadap alquran dan hadist yang merupakan
sumber ajaran islam. Di mana untuk mendapatkan pemahaman mengenai alquran tidak
cukup hanya dengan mengandalkan terjemah dan tafsirnya saja, namun diperlukan
perangkat ilmu-ilmu lain atau kegiatan-kegiatan lain yang mendukung pemahaman
tersebut. Dan pemahaman tersebut bisa
diperoleh dari perhatian dengan :
1. Mentadabburi ayat-ayat Alquran dengan
perhatian yang seksama
2. Mengulang hafalan
3. Khusuk saat membaca alquran
Dengan demikian, Pendidikan Alquran tidak sekedar dilakukan dalam
institusi pendidikan islam seperti Madrasah dan Pesantren, melainkan juga dilaksanakan
secara terus menerus (lifelong education). Sehingga pendidikan yang
berlangsung bagi umat islam, tidak berciri sekuler. Pendidikan yang memisahkan
antara ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Memisahkan antara
jiwa dan akal. Sehingga hasilnya adalah sarjanawan-sarjanawan yang hanya
menguasai bidang studinya, namun jahil terhadap agama. Memiliki IPK yang
tinggi, namun tidak linear dengan akhlak dan adabnya. Ilmunya semakin tinggi,
namun kewadhuannya tidak bertambah. Seharusnya, ada linearitas antara gelar,
ilmu dan ketawadhuan.
Hal itulah yang menjadi dasar tujuan filosofis
pendidikan menurut Prof. al-Attas, bahwa Sejalan
dengan itu, al-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan
kebaikan pada diri manusia (The Purpose
of Seeking Knowledge in Islam is to inculcate goodness in man as man and
individual self)[10].
Bahwa pendidikan sejatinya untuk menghasilkan manusia yang baik, bukan sekedar warga Negara yang baik (The
end of education in Islam is to Produce a good man, and not – as in the case
Western Civilization – to produce a good citizen)[11](wallohu a’lam bi
as-shawab).
[1]Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2005,
hlm. 1
[2]Ahmad Sastra, Filosofi Pendidikan Islam,
Bogor: Darul Muttaqien Press, 2014, hlm. 101
[3]Diakses dari http://forum.detik.com/10-negara-dengan-jumlah-penduduk-muslim-terbesar-di-dunia-t252419.htmlpada
tanggal 21 Juni 2014 pukul 24.40 WIB
[4]Diakses dari http://www.jpnn.com/read/2013/07/07/180493/65-Persen-Muslim-Buta-Al-Quran-pada
tanggal 6 Juni 2014pukul 09.56 WIB
[5] Diakses
http://www.wongcungkup.com/2013/10/makalah-metodologi-pembelajaran-dalam.html#ixzz3KiUfqfKG,
2 November 2014
[6]Ibnu Khaldun, Al-Muqaddimah,
Pustaka Firdaus, Jakarta,th. 2000, hal.1
[7] Ahmad
Syarifuddin, Mendidik Anak, Menulis, dan Mencintai Alquran, GIP,
Jakarta, th.2007, hal. 12
[8]Ibid., hal. 10
[9]Lihat Lajnah
Pentashihan mushaf alquran Badan Litbang, keutamaan Alquran dalam kesaksian hadist,
penjelasan seputar Keutamaan surah ayat dan ayat alquran.Jakarta: Kemenag
RI, 2011, hlm.xiii dan hlm. 7
[10] SMN. al-Attas, The
Concept of Education in Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1999, hlm. 22
[11] SMN. al-Attas, The
Concept..., hlm. 22
No comments:
Post a Comment