Syamsuar Hamka (Penulis Buku Api Tarbiyah)
Pernah
tercatat dalam sejarah kelam Bangsa Indonesia, tragedi pengkhianatan G.30-S
tanggal 30 September
1965 di Jakarta maupun pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Percobaan kudeta
bersenjata yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Lubang Buaya tidak lain dilakukan
oleh Partai Komunis Indonesia dan antek-anteknya di tahun 1965 dengan memanfaatkan
rezim Orde Lama.
PKI memiliki
rencana besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Komunis sebagaimana
kiblatnya pada saat itu, Uni Soviet. PKI, yang pada waktu itu merupakan partai
komunis terbesar di dunia, berupaya merebut kekuasaan militer sebagai jalan
untuk merebut kekuasaan politik.
Akan tetapi
usaha itu tidak berhasil. Sehingga kita tentu tidak bisa mengungkapkan
pernyataan apa pun selain kesyukuran kepada Allah SWT yang menjaga negeri ini.
Sebab gerakan serta upaya – upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara
Komunis berhasil digagalkan oleh para pejuang pendahulu. Justru sebaliknya,
negeri ini menjadi penganut muslim terbesar di dunia.
Jika dilihat
dari sejarah, memang kondisi bangsa pada saat itu, secara sosial – ekonomi masa
– masa akhir dari Orde Lama dan hari-hari menjelang G.30-S/PKI, kehidupan rakyat
dalam keadaan sulit. Kemiskinan terjadi dimana-mana. Laju inflasi tidak
terkendali. Fitnah dan politik adu-domba merebak di berbagai penjuru. Sementara,
di kalangan elite merajalela penyalahgunaan kekuasaan dan menghambur-hamburkan
uang negara. Pada kondisi demikian, rakyat yang miskin secara ekonomi dan
miskin ruhani akan mudah dihasut dan diadu-domba untuk melakukan tindakan –tindakan
anarkis. Disitulah lahan subur tumbuh berkembangnya pengaruh ideologi Komunisme.
Sebab komunisme lahir atas dasar kritik dan ketidak puasan terhadap kepemimpinan
yang jauh dari keadilan dan pemerataan ekonomi. Idenya adalah ganti
kepemimpinan secara revolusi dengan dalih pertentangan kelas.
Proklamator
Kemerdekaan dan Wakil Presiden RI Pertama, Dr. Mohammad Hatta dalam buku “Bung
Hatta Menjawab: Wawancara Dr. Mohammad Hatta dengan Dr. Z. Yasni” (1979)
menyatakan:
“...Marx
mengajarkan bahwa revolusi datang dengan sendirinya apabila sebagian terbesar
daripadamasyarakat sudah menderita...di negeri-negeri yang maju, komunis tidak
bisa merebut kekuasaan. Hanya di negeri-negeri miskin dan penuh serba
ketidakpuasan, terdapat pasaran buat komunis untuk berkembang.”
Meski tidak
persis sama pada masa sekarang, iklim demokrasi sangat memungkinkan Komunisme lahir
kembali menjadi sebuah kekuatan besar yang mengancam Negara. Walaupun sejak
1966 ajaran Marxisme-Leninisme-Komunisme dilarang di negara Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila, berdasarkan Tap No XXV/MPRS/1966. Setelah runtuhnya
Uni Soviet yang merupakan federasi negara – negara Sosialis Komunis pada tahun 1991,
Komunisme yang bersumber dari ajaran Karl Marx dan Vladimir Lenin masih banyak
dijajakan lewat organisasi kemasyarakatan maupun mahasiswa. Terbukti buku –
buku yang memuat ajaran Komunisme masih banyak beredar di pasaran.
Lalu apa
yang menjadi alasan kita mesti menolak paham komunis ?
Pertama, Dasar
ajaran Komunisme bertentangan dengan islam dan pancasila. Islam dasarnya adalah
tauhid, demikian halnya sila pertama pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa. Sementara
Komunisme dasarnya adalah “Dialektika Material” yang menolak unsur agama dan
unsur ruh (metafisika). Sehingga gerakan dan usaha – usaha yang dilakukan oleh
Komunisme hanya mengarah pada pembangunan fisik. Dalam komunisme, agama justru
adalah lawan yang harus dilenyapkan. Para pemikir Sosialis-Komunis seperti
Feurbach dan Karl Marx sangat membenci agama hingga berucap “Tuhan telah mati”.
Dengan demikian, akar aqidah yang dimiliki ajaran komunisme sangat bertentangan
dengan pandangan mayoritas serta dasar negara Indonesia.
Kedua, Cita-cita
Ekonomi Komunisme Hanya Ilusi yang tidak Pernah Terwujud. Dalam buku yang
ditulis Karl Marx, “Das Kapital” ia menawarkan sebuah sistem ekonomi baru. Yang
menempatkan buruh sebagai pekerja sekaligus pemilik. Sebuah manifestasi kebijakan
yang menjunjung kesetaraan di berbagai aspek kehidupan, dimana sumber – sumber
produksi menjadi milik masyarakat. Sehingga peran negara adalah mengelola dan
mendistribusikannya secara merata kepada seluruh masyarakat.
Akan tetapi
semua mimpi – mimpi itu hanyalah ilusi belaka. Sebab sejarah mencatat
perjalanan komunisme banyak menuai kegagalan. Sebab untuk mempertahankan
ideologinya, para elit berhaluan komunis memberlakukan sistem otoriter dan
diktator. Dimana, hanya ada satu partai yang berkuasa. Semua lawan mereka
berangus cara – cara radikal. Sehingga orang – orang yang menjadi penentang
akan ditangkap dan diintimidasi. Hari ini bisa kita lihat hal tersebut di Korea
Utara yang dipimpin oleh Kim Jong Un. Akibatnya, secara ekonomi, negara
melakukan monopoli dengan bebagai aturan ketat dan menindas. Sehingga daya
saing rendah, jumlah produksi menurun, dan negara – negara komunis faktanya
tidak bisa bersaing dengan negara – negara kapitalis – liberal.
Sampai saat
ini, meski telah banyak negara yang memproklasikan diri sebagai bagain dari
ideolog Komunis, seperti Tiongkok, Vietnam, Laos dan Korea Utara, namun secara praktik negara – negara tersebut sudah
menjalankan perekonomian selayaknya negara – negara nokomunis. Seperti Tiongkok
yang secara berangsur sejak tahun 1970-an merancang kebijakan pasar dan
bergabung dengan WTO (Organisasi Perdaganagan Dunia). Vietnam dan laos juga
sepenuhnya bergantung pada investasi asing dan menggunakan kebijakan pro
investasi kapitalis dalam menjalankan perekonomian negaranya. Hanya Korea Utara
yang masih bertahan secara penuh dengan ideologi ekonomi komunisnya.
Ketiga,
Sejarah Komunis dipenuhi catatan berdarah. Sebab keberadaan Komunisme tidak
lain karena diperjuangkan melalui kekerasan. Jalan kemenangan yang dilakukan
sangat brutal. Menggunakan cara-cara kekerasan dengan mengalirkan darah.
Sampai hari
ini, sastrawan, Taufik Ismail menyatakan bahwa tidak kurang 120 juta orang
dibantai di 75 negara di seluruh dunia, sepanjang 1917-1991. Jika angka itu
dirata-ratakan, maka kurang lebih ada 1.621.621 orang setahun, 4.504 sehari, 3
orang per menit, 20 detik per orang, selama 74 tahun di 75 negara mati karena
ideologi ini.
Sementara
itu, pembantai paling raksasa dalam sejarah dunia: rezim Uni Sovyet yang
menghabisi 61.000.000 orang.Dari jumlah itu stalin bertanggung-jawab terhadap 43.000.000 orang, (sekitar
39.000.000 mati di kamp kerja paksa).
Di Kamboja,
pembantaian raksasa paling garang dalam sejarah dunia mencatat di bawah partai
Khmer Rouge pimpinan Pol Pot, April 1975 – Des. 1978 membantai 2.000.000 (28,57 %) dari penduduk berjumlah
7.000.000 jiwa.
Pembantai
raksasa ketiga: rezim komunis Cina, sejak 1949
sampai 1987 (revolusi kebudayaan), yang membunuh lebih dari 1.000.000
warganya sendiri.
Lebih
lanjut, ia menyatakan bahwa korban nyawa akibat keganasan komunisme tiga kali
lipat lebih banyak dari korban seluruh perang di dunia sejak Nabi Adam sampai
sekarang yaitu; korban perang dunia I, perang dunia II, Korea, Vietnam, Iraq,
Afghanistan, Palestina, Libanon digabung menjadi satu.
Sementara
itu, penduduk 28 negara komunis melarikan diri dari negara mereka sebagai
pengungsi sebanyak 35.000.000 orang, karena kemelaratan dan tak tahan ditindas,
tahun 1917 hingga 1971.
Fakta itu
tidak bisa terbantahkan. Sehingga menjadi alasan yang sangat jelas untuk
menolak keberadaan Komunisme di negeri ini. Wallohu a’lam bi as-Showab
No comments:
Post a Comment