Cari

MENOLAK PAHAM KOMUNIS

Sunday 22 October 2017




Syamsuar Hamka (Penulis Buku Api Tarbiyah)


Pernah tercatat dalam sejarah kelam Bangsa Indonesia, tragedi pengkhianatan G.30-S tanggal 30 September 1965 di Jakarta maupun pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Percobaan kudeta bersenjata yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Lubang Buaya tidak lain dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia dan antek-anteknya di tahun 1965 dengan memanfaatkan rezim Orde Lama.

PKI memiliki rencana besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Komunis sebagaimana kiblatnya pada saat itu, Uni Soviet. PKI, yang pada waktu itu merupakan partai komunis terbesar di dunia, berupaya merebut kekuasaan militer sebagai jalan untuk merebut kekuasaan politik.
Akan tetapi usaha itu tidak berhasil. Sehingga kita tentu tidak bisa mengungkapkan pernyataan apa pun selain kesyukuran kepada Allah SWT yang menjaga negeri ini. Sebab gerakan serta upaya – upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Komunis berhasil digagalkan oleh para pejuang pendahulu. Justru sebaliknya, negeri ini menjadi penganut muslim terbesar di dunia.
Jika dilihat dari sejarah, memang kondisi bangsa pada saat itu, secara sosial – ekonomi masa – masa akhir dari Orde Lama dan hari-hari menjelang G.30-S/PKI, kehidupan rakyat dalam keadaan sulit. Kemiskinan terjadi dimana-mana. Laju inflasi tidak terkendali. Fitnah dan politik adu-domba merebak di berbagai penjuru. Sementara, di kalangan elite merajalela penyalahgunaan kekuasaan dan menghambur-hamburkan uang negara. Pada kondisi demikian, rakyat yang miskin secara ekonomi dan miskin ruhani akan mudah dihasut dan diadu-domba untuk melakukan tindakan –tindakan anarkis. Disitulah lahan subur tumbuh berkembangnya pengaruh ideologi Komunisme. Sebab komunisme lahir atas dasar kritik dan ketidak puasan terhadap kepemimpinan yang jauh dari keadilan dan pemerataan ekonomi. Idenya adalah ganti kepemimpinan secara revolusi dengan dalih pertentangan kelas.



Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden RI Pertama, Dr. Mohammad Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab: Wawancara Dr. Mohammad Hatta dengan Dr. Z. Yasni” (1979) menyatakan:
“...Marx mengajarkan bahwa revolusi datang dengan sendirinya apabila sebagian terbesar daripadamasyarakat sudah menderita...di negeri-negeri yang maju, komunis tidak bisa merebut kekuasaan. Hanya di negeri-negeri miskin dan penuh serba ketidakpuasan, terdapat pasaran buat komunis untuk berkembang.”
Meski tidak persis sama pada masa sekarang, iklim demokrasi sangat memungkinkan Komunisme lahir kembali menjadi sebuah kekuatan besar yang mengancam Negara. Walaupun sejak 1966 ajaran Marxisme-Leninisme-Komunisme dilarang di negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, berdasarkan Tap No XXV/MPRS/1966. Setelah runtuhnya Uni Soviet yang merupakan federasi negara – negara Sosialis Komunis pada tahun 1991, Komunisme yang bersumber dari ajaran Karl Marx dan Vladimir Lenin masih banyak dijajakan lewat organisasi kemasyarakatan maupun mahasiswa. Terbukti buku – buku yang memuat ajaran Komunisme masih banyak beredar di pasaran.
Lalu apa yang menjadi alasan kita mesti menolak paham komunis ?
Pertama, Dasar ajaran Komunisme bertentangan dengan islam dan pancasila. Islam dasarnya adalah tauhid, demikian halnya sila pertama pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa. Sementara Komunisme dasarnya adalah “Dialektika Material” yang menolak unsur agama dan unsur ruh (metafisika). Sehingga gerakan dan usaha – usaha yang dilakukan oleh Komunisme hanya mengarah pada pembangunan fisik. Dalam komunisme, agama justru adalah lawan yang harus dilenyapkan. Para pemikir Sosialis-Komunis seperti Feurbach dan Karl Marx sangat membenci agama hingga berucap “Tuhan telah mati”. Dengan demikian, akar aqidah yang dimiliki ajaran komunisme sangat bertentangan dengan pandangan mayoritas serta dasar negara Indonesia.
Kedua, Cita-cita Ekonomi Komunisme Hanya Ilusi yang tidak Pernah Terwujud. Dalam buku yang ditulis Karl Marx, “Das Kapital” ia menawarkan sebuah sistem ekonomi baru. Yang menempatkan buruh sebagai pekerja sekaligus pemilik. Sebuah manifestasi kebijakan yang menjunjung kesetaraan di berbagai aspek kehidupan, dimana sumber – sumber produksi menjadi milik masyarakat. Sehingga peran negara adalah mengelola dan mendistribusikannya secara merata kepada seluruh masyarakat.
Akan tetapi semua mimpi – mimpi itu hanyalah ilusi belaka. Sebab sejarah mencatat perjalanan komunisme banyak menuai kegagalan. Sebab untuk mempertahankan ideologinya, para elit berhaluan komunis memberlakukan sistem otoriter dan diktator. Dimana, hanya ada satu partai yang berkuasa. Semua lawan mereka berangus cara – cara radikal. Sehingga orang – orang yang menjadi penentang akan ditangkap dan diintimidasi. Hari ini bisa kita lihat hal tersebut di Korea Utara yang dipimpin oleh Kim Jong Un. Akibatnya, secara ekonomi, negara melakukan monopoli dengan bebagai aturan ketat dan menindas. Sehingga daya saing rendah, jumlah produksi menurun, dan negara – negara komunis faktanya tidak bisa bersaing dengan negara – negara kapitalis – liberal.
Sampai saat ini, meski telah banyak negara yang memproklasikan diri sebagai bagain dari ideolog Komunis, seperti Tiongkok, Vietnam, Laos dan Korea Utara, namun  secara praktik negara – negara tersebut sudah menjalankan perekonomian selayaknya negara – negara nokomunis. Seperti Tiongkok yang secara berangsur sejak tahun 1970-an merancang kebijakan pasar dan bergabung dengan WTO (Organisasi Perdaganagan Dunia). Vietnam dan laos juga sepenuhnya bergantung pada investasi asing dan menggunakan kebijakan pro investasi kapitalis dalam menjalankan perekonomian negaranya. Hanya Korea Utara yang masih bertahan secara penuh dengan ideologi ekonomi komunisnya.



Ketiga, Sejarah Komunis dipenuhi catatan berdarah. Sebab keberadaan Komunisme tidak lain karena diperjuangkan melalui kekerasan. Jalan kemenangan yang dilakukan sangat brutal. Menggunakan cara-cara kekerasan dengan mengalirkan darah.
Sampai hari ini, sastrawan, Taufik Ismail menyatakan bahwa tidak kurang 120 juta orang dibantai di 75 negara di seluruh dunia, sepanjang 1917-1991. Jika angka itu dirata-ratakan, maka kurang lebih ada 1.621.621 orang setahun, 4.504 sehari, 3 orang per menit, 20 detik per orang, selama 74 tahun di 75 negara mati karena ideologi ini.
Sementara itu, pembantai paling raksasa dalam sejarah dunia: rezim Uni Sovyet yang menghabisi 61.000.000 orang.Dari jumlah itu stalin bertanggung-jawab  terhadap 43.000.000 orang, (sekitar 39.000.000 mati di kamp kerja paksa).
Di Kamboja, pembantaian raksasa paling garang dalam sejarah dunia mencatat di bawah partai Khmer Rouge pimpinan Pol Pot, April 1975 – Des. 1978 membantai  2.000.000 (28,57 %) dari penduduk berjumlah 7.000.000 jiwa.
Pembantai raksasa ketiga: rezim komunis Cina, sejak 1949  sampai 1987 (revolusi kebudayaan), yang membunuh lebih dari 1.000.000 warganya sendiri.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa korban nyawa akibat keganasan komunisme tiga kali lipat lebih banyak dari korban seluruh perang di dunia sejak Nabi Adam sampai sekarang yaitu; korban perang dunia I, perang dunia II, Korea, Vietnam, Iraq, Afghanistan, Palestina, Libanon digabung menjadi satu.
Sementara itu, penduduk 28 negara komunis melarikan diri dari negara mereka sebagai pengungsi sebanyak 35.000.000 orang, karena kemelaratan dan tak tahan ditindas, tahun 1917 hingga 1971.
Fakta itu tidak bisa terbantahkan. Sehingga menjadi alasan yang sangat jelas untuk menolak keberadaan Komunisme di negeri ini. Wallohu a’lam bi as-Showab



No comments:

Post a Comment

 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang