Syamsuar
Hamka
(Penulis Buku Api Tarbiyah, Peserta Program
Kaderisasi 1000 Ulama pada FPs UIKA Bogor)
Sekilas tentang Tadabbur
Perintah untuk bertadabbur:
1.
QS as-Syuro: 52
وَكَذَٰلِكَ أَوۡحَيۡنَآ
إِلَيۡكَ رُوحٗا مِّنۡ أَمۡرِنَاۚ مَا كُنتَ تَدۡرِي مَا ٱلۡكِتَٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَٰنُ
وَلَٰكِن جَعَلۡنَٰهُ نُورٗا نَّهۡدِي بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَاۚ
وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٥٢
52. Dan demikianlah Kami wahyukan
kepadamu wahyu (Al Quran) dengan
perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi
Kami menjadikan Al Quran itu cahaya,
yang Kami tunjuki dengan dia siapa
yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus
2.
Qs an-Nisa: 82
أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَۚ وَلَوۡ كَانَ مِنۡ عِندِ غَيۡرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُواْ
فِيهِ ٱخۡتِلَٰفٗا كَثِيرٗا ٨٢
82. Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya
3.
Qs Muhammad: 24
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ
أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ ٢٤
24. Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci
4.
Qs. Shad: 29
كِتَٰبٌ
أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ
أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٢٩
29. Ini adalah sebuah kitab
yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran
Tadabbur Qs. Al-Mudatsir: 1-7
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ
١ قُمۡ فَأَنذِرۡ ٢ وَرَبَّكَ فَكَبِّرۡ ٣ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ ٤ وَٱلرُّجۡزَ فَٱهۡجُرۡ ٥ وَلَا تَمۡنُن تَسۡتَكۡثِرُ ٦ وَلِرَبِّكَ فَٱصۡبِرۡ ٧
1. Hai orang
yang berkemul (berselimut) 2. bangunlah, lalu berilah peringatan 3. dan Tuhanmu
agungkanlah 4. dan pakaianmu bersihkanlah 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah 6.
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak 7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah
Asbabun
Nuzul
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhoon
(al-Bukhori dan Muslim) yang bersumber dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Ketika aku telah selesai uzlah-selama sebulan di gua Hira-, aku turun ke
lembah. Sesampainya ke tengah lembah, ada yang memanggilku, tetapi aku tidak
melihat seorangpun di sana. Aku menengadahkan kepala ke langit. Tiba-tiba aku
melihat malaikat yang pernah mendatangiku di Gua Hira. Aku cepat-cepat pulang
dan berkata (kepada orang rumah): “Selimuti aku ! Selimuti aku !” Maka turunlah
ayat ini (Al-Muddatstsir: 1-2) sebagai perintah untuk menyingsingkan selimut
dan berdakwah.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan
sanad yang daif, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa al-Walid bin al-Mughirah
membuat makanan untuk kaum Quraisy. Ketika mereka makan-makan, al Walid berkata
kepada teman-temannya: “Nama apa yang pantas kalian berikan kepada orang seperti
ini (Muhammad) ?” sebagian mereka berkata “Saahir (tukang sihir).” Yang lainnya
berkata: “Dia bukan tukang sihir.” Sebagian mereka berkata :”Kaahin (tukang
tenun)” Yang lainnya berkata : “Dia bukan tukang tenun.” Sebagian mereka
berkata: “Syaa’ir (tukang syair).” Yang lainnya berkata: “Dia bukan tukang
syair.” Yang lainnya berkata lagi: “Dia mempunyai sihir yang membekas (kepada
orang lain).” Semua pembicaraan itu sampai kepada Nabi saw sehingga beliaupun
merasa sedih. Beliau mengikat kepalanya serta berselimut. Maka Allah menurunkan
ayat-ayat ini (Al-Muddatstsir: 1-7) sebagai perintah untuk menyingsingkan baju
dan berdakwah.
Pembagian QS.
Al-Mudatsir
Sepintas lalu, perintah yang terkandung
dalam Q.S. Al-Muddatstsir merupakan perintah-perintah yang sederhana, namun
pada hakikatnya mempunyai tujuan yang jauh, berpengaruh sangat kuat dan nyata.
Secara garis besar surat Al-Mudatsir terbagi menjadi 5 penggalan:
1.
Al-Maqto
Al-Awal (1-7)
a. Diawali
dengan panggilan Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk memikul urusan yang besar
b. Allah
seakan memalingkan nabi Saw dari keadaan berselimut menuju dakwah dan
perjuangan
c. Taujih
untuk bersiap-siap
d. Taujih
kepada Rasulullah dalam memikul urusan yang besar
Bekal Rasulullah dalam mengemban
risalah, memakai taujih robbani:
a. Yaa Ayyuha al-Muddattsir (Bangkit
Dari Pembaringan)
- Defenisi Muddattsir (Ditsaar: Selimut atau kain yang diletakkan
di bahu atau selendang)
- ‘Orang yang masih belum giat’, sehingga
makna Ditsaar bias berarti ‘selendang
kenabian’ yang merupakan pujian untuk Nabi SAW.
b. Qum Fa Andzir (Beri Peringatan)
-
Qum: Bangunlah; Bangkitlah. Fa andzir: Berilah peringatan
-
Seruan untuk bangkit dan bergerak lebih giat untuk berdakwah.
-
Seruan untuk menyampaikan dakwah kepada manusia
-
Belum merupakan perintah dakwah secara terang-terangan. Ayat yang
memerintahkannya, tiga tahun setelah kenabian, yaitu QS. Al-Hijr: 94
فَٱصۡدَعۡ بِمَا تُؤۡمَرُ
وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٩٤
94. Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa
yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik
c. Robbaka
Fakabbir (Agungkan
Tuhan)
-
Dan hanya kepada Allah, kita membesarkan dan mengagungkannya
-
Boleh menganggap besar sesuatu yang lain, namun Allah yang lebih
besar
-
Perintah untuk membesarkan allah, bukan perintah Menyebutkan
“Allahu Akbar”, yang ada adalah membesarkan dan memujinya.
وَقُلِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي لَمۡ يَتَّخِذۡ وَلَدٗا وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ شَرِيكٞ
فِي ٱلۡمُلۡكِ وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ وَلِيّٞ مِّنَ ٱلذُّلِّۖ وَكَبِّرۡهُ
تَكۡبِيرَۢا ١١١
111. Dan
katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak
mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan
penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya
-
Kesempurnaan Pengagungan kepada Allah:
a. Mengagungkan dengan Keyakinan
(hati)
b. Mengagungkan dengan Lidah
c. Mengamalkan dengan perbuatan
-
Bagaimana meyakini ‘Allahu Akbar’:
a. Mengakui bahwa Allah Maha Esa,
dalam nama, sifat, dan zatnya. Dan bahwa tidak ada yang lebih besar dari Allah.
(Imam al-Ghazali melihat bulan)
b. Segala sesuatu tunduk kepada
Allah (Jabbariyah Vs. Qadariyah)
c. Segala sesuatu, tidak ada yang
terjadi kecuali atas izin Allah (Kisah Nabi dengan Pedangnya)
d. Tsiabaka
Fathahhir (Perbaiki
Penampilan)
-
Tsiaab:
Pakaian. Menurut as-Sa’di adalah perbuatan Rasulullah SAW, dan maksud Fathahhir: membersihkan adalah
memurnikannya, tulus melaksanakkannya, dilakukan secara sempurna dan
menafikannya dari berbagai hal yang bias membatalkan, merusak dan mengurangi
pahalany, seperti syirik, riya’, nifak, ujub, takabur, lalai dan lain-lain yang
diperintahkan untuk ditinggalkan dalam beribadah menyembah Allah SWT (Lihat:
Tafsir as-Sa’di, Jakarta: Darul Haq, 2012, jilid 7, hlm. 348).
-
Perintah ini juga mencakup perintah
untuk menyucikan baju dari najis karena termasuk dalam kesempurnaan bersihnya amal.
Sehingga makna Tsiaab berarti
pakaian. Namun, bukan berarti Nabi SAW, pakaiannya kotor, bahkan Nabi adalah
orang yang paling bersih dan mencintai kebersihan. (Sunnah dalam kebersihan)
-
Perintah ini juga mencakup untuk
memperbaiki penampilan dalam menjalankan dakwah kepada Allah SWT. Sebab penampilan
juga berpengaruh dalam dakwah. Seorang dai harus berpakaian sopan, rapi, santun,
dan bersih.
-
Tsiaab,
juga bisa bermakna ‘pasangan’, sebagaimana QS. Al-Baqarah: 187. Maksudnya
adalah perintah untuk membersihkan dan menjaga keluarga dari larangan-larangan
Allah. Karena Allah memerintahkan dalam QS at-Tahrim: 6. Sebab orang yang
berdakwah harus lebih dahulu mendakwahi keluarganya sebelum orang lain. Karena
kondisi keluarga akan menjadi patokan keberhasilan dakwah para dai.
e. Arrujza
Fahjur (Dan Perbuatan Keji,
Tinggalkanlah)
-
Ar’Rujza:
berhala atau patung
-
Ar-Rujza:
Seluruh perbuatan buruk baik yang nampak maupun tidak nampak, perkataan maupun
perbuatan.
-
Perintah untuk menunggalkan semua bentuk
dosa, kecil atau besar, lahir maupun batin, termasuk syirik dan dosa-dosa yang
lain.
-
Ayat ini mengandung isyarat untuk
mempersiapkan dakwah Nabi SAW dalam mental dan jiwa untuk membersihkan
najis-najis dalam pikiran.
-
Seorang dai harus selamat aqidahnya dan
bersih pemikirannya dari pemikiran-pemikiran yang meyimpang dari Islam seperti
TBC dan SEPILIS (Najis Pikiran).
-
Terkadang ada dai atau seorang muslim
yang rajin shalat, puasa dan sedekah namun dalam masalah kepemimpinan membela
orang kafir[1]
(QS an-Nisa: 144)
-
Kesyirikan adalah Najis Pikiran dan Orang
Kafir adalah ‘Najas’.
-
Najis adalah zatnya, sementara najas
adalah benda yang terkena najis. Sebagaimana dalam al-Qur’an QS at-Taubah: 8.
f. La
tamnun tastaqtsir (Jangan Mengharapkan Imbalan)
- Jangan berharap pada manusia atas nikmat –
nikmat dunia dan akhirat, sehingga meminta lebih atas pemberian itu dan melihat
ada keutamaan diri atas mereka. Berbuat baiklah kepada manusia selagi kau mampu
dan harapkan pahala dari Allah SWT dan sikapilah orang yang diperlakukan dengan
baik secara sama.
- Ayat
ini menjadi isyarat tidak bolehnya mengharap dari manusia balasan kebaikan dari
kebaikan yang kita lakukan. Sebab itu akan mengurangi keikhlasan, dan seorang
dai yang berharap kepada manusia pasti akan kecewa, karena manusia memiliki
banyak sifat dan watak. Pada akhirnya, jika keikhlasan telah berkurang, maka
seorang dai akan mundur dari jalan dakwah.
- Ini
juga menjadi isyarat “Jangan main hitung-hitungan dengan Allah”. Sebab jika
kita main hitung-hitungan, maka Allah hanya akan memberikan kita apa yang bisa
kita hitung.
- Bagaimana
Nabi SAW mengharapkan pahala hanya dari Allah ketika berdakwah ke Thaif, ketika
dilempari kotoran, sebagaimana QS al-Insan: 9 (Sesungguhnya kami memberi
makanan kepadamu, hanyalah mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharap
balasan dan terima kasih darimu).
g. Lirobbika
fasbir (Bersabarlah karena Tuhan)
- Berharap
pahala Allah dengan kesabaran dan niatkan hanya untuk Allah
- Banyak
orang yang meninggalkan kemaksiatan bukan karena Allah
- Sabar
(al-Habsu) adalah menahan diri dalam tiga perkara
a. Ketaatan
kepada Allah, (Qs. Al-Baqarah: 153) dan (Qs. Ali Imran: 200)
b. Hal-hal
yang diharamkan,
c. Takdir
Allah yang dirasa pahit (musibah) seperti ujian dan tantangan dakwah.
- Dalam
tahapan Islam, Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab menyebutkan dalam Kitab
al-Ushul ats-Tsalaatsah bahwa setiap muslim harus mengetahui empat perkara sebagaimana
disebutkan dalam Qs al-Ashr: 1-3, yaitu:
a. Ilmu
(Qs al-Mujadilah: 11) (Qs at-taubah: 122)
b. Amal
(Qs al-Fatihah: 7)
c. Dakwah
(Yusuf: 108)
d. Sabar
(Qs Ali Imran: 200)
Demikianlah
perintah al-Qur’an untuk mengkaji dan mentadabburi ayat-ayat-Nya sebagaimana
perintah bertadabbur. Seseorang yang bertadabbur maka akan menemukan mutiara
seperti mutiara yang ada dalam lautan (Wallohu
A’lam bi ash-Showab).
2.
Al-Maqto
Ats-Tsani (8-10)
Ancaman Allah kepada yang mendustakan
hari akhirat
3.
Al-Maqto
Ats-Tsalits (11-31)
Berisi tentang 3 hal:
a. Ciri
atau sifat orang yang mendustakan
1) Allah
memberikan kekayaan yang sangat banyak
2) Putra-putra
yang masih hidup yang hadir dengannya
3) Allah
melimpahkan kenikmatan dan kedudukan
4) Ia
ingin agar Allah menambah nikmatnya
5) Sangat
membangkang terhadap ayat-ayat Allah
b.
Penyebab Allah menyatakan perang dengan
pendusta
1) Ia
telah berpikir tentang Al-qur’an, sudah menyiapkan penilaian, berpikir sangat
serius dan mendalam
2) Lalu
ia mengulangi dan mengulangi apa yang ia pikirkan
3) Wajahnya
menjadi muram dan menghitam
4) Menyombongkan
diri
5) Menyatakan
Al-qur’an adalah sihir
c. Nasib
atau perjalanan akhir sang pendusta (Jalan akhirnya menuju neraka)
4.
Al-Maqto
Al-Rabi (32-48)
Pembicaraan
tentang neraka saqor;
a. Masyahid
kauniyah (Pemandangan alam semesta)
b. Maqom
( Kedudukan orang-orang yang berbuat dosa)
c. Maqom
(Kedudukan Ash-haab Al-Yamin)
menanyakan kepada para pendosa akan dosa-dosa mereka
d. Pengakuan
orang-orang yang berbuat buruk/dosa
Penyebabnya:
a. Tidak
melaksanakan sholat
b. Tidak
mengindahkan fakir miskin
c. Suka
buang-buang waktu
d. Mendustakan
hari pembalasan
5.
Al-Maqto
Al-Khamis (49-56)
Tentang sikap
Al-Mukadzibin terhadap dakwah, yaitu:
a. Tidak takut kepada Akhirat dan
b. Tidak
menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk
Penjelasan tentang Taqdir
Allah.
[1]
Menurut pemahaman sebagian umat islam yang terkena paham Liberal adalah bahwa seorang
Pemabuk, Pencuri, Penjudi, Penjahat atau (maaf) ‘bajingan’ bisa menjadi
pemimpin bagi kalangan orang shalih, rajin shalat, puasa dan muslim. Seorang
Pezina punya kesempatan yang sama untuk memimpin kalangan masyarakat yang taat
beragama dan membenci zina. Dan bisa disahkan legal secara hukum, jika memang
ia terpilih dalam konsensus metode pemilihan mereka. Sehingga siapa pun, berhak
dan bisa menjadi pemimpin bagi siapa pun.
No comments:
Post a Comment