Ismail Raji
Al-Faruqi menyatakan bahwa di abad ini, tidak ada kaum lain yang mengalami
kekalahan atau kehinaan seperti yang dialami kaum muslimin-kaum muslimin telah
dikalahkan, dibantai, dirampas, negeri dan kekayaannya, dirampas kehidupan dan
harapannya. Mereka telah ditipu dijajah, dan diperas ditarik melalui paksaan
atau penguasan ke dalam agama-agama lain dan mereka telah disekulerkan,
diwesternasasikan, dan dideis-lamisasikan oleh agen-agen musuh mereka di dalam
dan di luar dari diri mereka[1].
EPISTEMOLOGI FIQH DAN USHUL FIQH
Tuesday, 22 September 2015
Jika
setiap peradaban yang maju menyerap hasil peradaban lain untuk dikembangkan, maka
pada hakikatnya, setiap peradaban terpengaruhi oleh aspek-aspek peradaban lain
yang pernah bersinggungan dengannya. Akan tetapi, dalam islam ada produk pemikiran yang lahir
tanpa pengaruh dari peradaban yang lain. Produk itu adalah fiqh dan ushul fiqh.
Nirwan Syafrin menyebutnya sebagai hasil kreativitas ulama yang sepenuhnya
berdasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
VIRUS ILMU PENGETAHUAN
Monday, 21 September 2015
Di antara problem
besar yang dihadapi umat Islam di era modern adalah masalah ilmu pengetahuan.
Problem rendahnya kinerja keilmuan, menjadikan umat Islam terisolisi hanya
menjadi pengikut teori-teori ilmu pengetahuan Barat. Selain itu, problem
munculnya Barat sebagai pemimpin ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bercorak
sekuler membawa virus ilmu pengetahuan seperti materialisme[1], Ateisme,
naturalisme, saintisme, positivisme dan sejenisnya. Oleh karena itu, penataan
kembali kinerja keilmuwan dalam bingka agama menjadi sangat mendesak.
KONSEP EPISTEMOLOGI ISLAM
Saturday, 19 September 2015
“Semua agama benar, semua agama sama,
karena sama-sama mengajarkan kebaikan.”
“Tuhan semua agama pada hakikatnya
adalah sama, jalan untuk menempuhnya saja yang berbeda.”
“Orang-orang dengan agamanya masing-masing,
semua akan masuk syurga yang penting mereka berbuat baik.”
5 ISTILAH AGAMA YANG TELAH BERUBAH MAKNA MENURUT AL-GHAZALI
Friday, 18 September 2015
Sesungguhnya
Kerusakan Umat disebabkan oleh Kerusakan Penguasan, dan Kerusakan Penguasa disebabkan
oleh Kerusakan Ulama. Dan Kerusakan Ulama disebabkan oleh Cinta Dunia dan
Kedudukan
(Imam al-Ghazali)
TRANSMIGRASI DAN NATURALISASI ILMU (2)
Tuesday, 15 September 2015
Dari Yunani ke
Islam
Transmigrasi
Ilmu, menjadi pintu terjadinya Naturalisasi Ilmu. Transmigrasi ilmu yang paling
efektif adalah penerjemahan karya-karya ilmuwan dan filosof di mana Peradaban
itu berkembang. Seperti yang terjadi ketika Alexandria, yang menjadi pusat pengembangan keilmuwan Romawi
bercorak Helenisme jatuh dalam kekuasaan umat Islam. Aktivitas pengalihan
bahasa dari buku-buku karya Aristoteles, Socrates, Plato dan lain-lain dimulai.
Ilmu-ilmu logika, tata moral, filsafat alam, serta kedokteran mulai mengalir ke
jantung Kekhilafahan Umat Islam di Baghdad (masa Abbasiyah). Mata air ilmu
memancar dan selanjutnya menyebar dalam urat nadi ilmu pengetahuan umat islam.
TRANSMIGRASI DAN NATURALISASI ILMU
Monday, 14 September 2015
Agaknya
dalam penelusuran sejarah (yang Euro-centric), Thales disebutkan sebagai
orang yang pertama kali berfilsafat dan Socrates dianggap sebagai orang yang
paling pertama menurunkan filsafat dari langit ke bumi (man anzala a-falaasifah
min as-samaa’ ila al-ardh) sebab ia adalah orang yang membantah sofisme
yang menyatakan bahwa kebenaran tidak mungkin bisa diketahui. Pemikiran yang
maju melampaui zamannya dimulai dari sana. Serta kemajuan peradaban hari ini
mengambil banyak sumbangsih pemikiran filsafat Yunani Kuno.
KELAHIRAN ILMU DAN PERADABAN
Sunday, 13 September 2015
Advanced studies - di Perguruan Tinggi - sebagai kelanjutan dari kajian dasar-dasar ilmu mengarah pada diferensiasi. Kajian tersebut selalu melihat objek material dari ilmu tersebut secara komprehensif. Dalam astronomi, misalnya. Kita akan melihat planet, bintang dan benda-benda angkasa lain sebagai sebuah anggota dari sistem alam semesta.
KONSEP ILMU DALAM ISLAM (Bag.2-Habis)
Thursday, 10 September 2015
Franz Rosenthal, dalam Knowledge
Triumphant; The Knowledge in Medieval Islam, menyimpulkan penelusurannya
terhadap defenisi Ilmu, dengan menyebutkan beberapa ‘takrif’ berikut:
a. Pengetahuan adalah proses mengetahui
dan serupa dengan orang yang berpengetahuan dan yang diketahui, atau ia adalah
atribut yang memungkinkan orang yang berpengetahuan tahu. [1]
b. Pengetahuan adalah pengenalan
(ma’rifah).[2]
c. Pengetahuan adalah proses
"pemerolehan" melalui persepsi mental.[3]
d. Pengetahuan adalah proses klarifikasi,
pernyataan, dan keputusan (bay-yana, mayyaza, ath-bata)[4]
e. Pengetahuan adalah bentuk (sûrah),
sebuah konsep atau makna (ma’na), sebuah proses pembentukan mental dan
imajinasi (tashawwur atau "persepsi") dan atau verifikasi mental (tashdîq atau
"apersepsi").[5]
f.
Pengetahuan
adalah keyakinan.[6]
g. Pengetahuan adalah zikir, imajinasi,
gambar, visi, pendapat.[7]
KONSEP ILMU DALAM ISLAM (Bag-1)
Wednesday, 9 September 2015
Saya lahir dan
dibesarkan di sebuah kampung. Setelah menamatkan Sekolah Menengah, Saya melanjutkan
pendidikan di kota. Ada dua hal yang menarik setelah melihat bagaimana pemahaman
dan praktik keagamaan dua jenis daerah dengan iklim kultur yang berbeda tersebut.
Kultur di Desa, sangat kental bercorak mistisme dan sufisme. Masih banyak
keyakinan yang sangat erat kaitannya dengan kepercayaan-kepercayaan tentang
kekuatan alam dan ketidakberdayaan manusia atas alam. Sehingga muncul Pamali[1].
Berbeda halnya di daerah perkotaan. Kawasan elite, terbuka dan bebas
menyebabkan informasi sangat mudah diakses dan menyebar. Akan tetapi dalam
pandangan keagamaan, justru banyak yang melampau ‘porsi’ (ghuluw). Hal
itu bisa dibuktikan dari kajian-kajian orientalisme yang masuk sebagai
pendekatan dalam menjelaskan al-Qur’an dan Sunnah. Tafsir hermeneutika[2],
Positivisme Sosiologis, Relativisme dan paham yang sejenisnya banyak
menggerogoti pemikiran para intelektual.
PROBLEM NETRALITAS ILMU (Bag. 2 - Habis)
Sunday, 6 September 2015
Problem
Objektivitas
Salah satu hal yang penting untuk didiskusikan adalah masalah
objektivitas. Hasil penelitian sains dikatakan objektif, yang berarti “mengenai
keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi”.[1]
Artinya, objektif adalah sesuai keadaan yang sebenarnya, tanpa ada pelibatan
unsur pandangan pribadi pengamat. Objektif adalah lawan dari subjektif. Kaidah
ini lahir dari positivisme Comte. Dimana ia memberi jarak antara fakta dan
nilai. Menurutnya, pengetahuan yang murni harus lahir dari pengamatan tanpa
melibatkan nilai dan pandangan-pandangan subjektif peneliti. Akan tetapi
mungkinkah itu terjadi ?. Jika seseorang meneliti kondisi sosial masyarakat,
maka untuk objektif, ia harus masuk menjadi anggota masyarakat tersebut. Akan
tetapi, pendapat lain mengatakan, justru untuk mendapatkan data yang akurat,
peneliti tidak boleh masuk dan mengkondisikan diri dalam masyarakat sebab ia
akan terpengaruh dengan pandangan-pandangan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
PROBLEM NETRALITAS ILMU (Bag.1)
Prof. Wan Daud seperti yang dikuti Prof A.M. Saefuddin dalam buku ‘Islamisasi Sains dan Kampus’ menyatakan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi umat islam saat ini adalah problem ilmu pengetahuan. Sebabnya. Peradaban barat yang kini mendominasi telah menjadikan ilmu sebagai hal yang problematis. Selain telah mengosongkan ilmu dari agama, konsep ilmu dalam peradaban Barat juga telah menlenyapkan wahyu sebagai sumber ilmu, menghilangkan nilai-nilai kesucian ‘wujud’, mereduksi intelek dan menjadikan rasio sebagai basis keilmuwan. Barat juga telah menyalah-lahami konsep ilmu, mengaburkan maksud dan tujuan ilmu sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan sebagai metodologi ilmiah. Teori ilmu yang telah berkembang di Barat termanisfestasikan dalam berbagai aliran seperti rasionalisme, empirisisme, skeptisisme, agnotisme, positivisme, objektivisme, subjektivisme, dan relatifsme. Aliran-aliran semacam ini setidaknya berimplikasi pada sejumlah hal. Pertama, menegasikan dan memutuskan relasi manusia dengan alam metafisika, mengosongkan manusia dari kehidupannya dari unsur-unsur dan nilai transenden serta mempertuhankan manusia. Kedua, melahirkan dualisme. Manusia dibuat terjebak dalam dualisme dunia-akhirat, agama-sains, tekstual-kontekstual, akal-wahyu, objektif-subjektif, induktif-deduktif dan lain-lain. Ini mengakibatkan manusia sebagai makhluk yang terbelah jiwanya.[1]
MASALAH ILMU SEKULER
Friday, 4 September 2015
“Bu, siapa sebenarnya
manusia pertama, Nabi Adam atau Kera ?.” Tanya seorang siswa saat mata
pelajaran Biologi.
“Sudah!, kalian pelajari saja. Yang jelas kalian tahu bahwa
menurut sains manusia pertama itu dari kera, sedangkan menurut agama, adalah
Nabi Adam”, Kata sang Guru.
TRAGEDI PERADABAN BARAT (Bag 2 - Habis)
Wednesday, 2 September 2015
Sejak lahirnya periode pencerahan (enlighment) di Eropa,
yang dimulai dari abad 17 sampai dengan 19, bersamaan dengan timbulnya
rasionalisme, empirisisme, pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan di Barat,
para filosof Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman sebenarnya telah meramalkan
terjadinya krisis.[1] Jacques
Maritain (182-1973), seorang filosof Kristen yang sangat berpengaruh dan
dianggap oleh golongan Kristen sebagai filosof terkemuka abad ini, melukiskan
bagaimana Kristen dan Dunia Barat sedang mengalami krisis yang sangat
mengkhawatirkan. Krisis yang membawa dampak terjadinya peristiwa-peristiwa masa
kini yang sumbernya berasal dari pengalaman, pemahaman dan pemaknaan kehidupan
dalam peradaban perkotaan, seperti tercermin dalam tren pemikiran
neo-modernisme.[2]
TRAGEDI PERADABAN BARAT (Bag-1)
Tuesday, 1 September 2015
Abu Adlan Faatih
Setidaknya, untuk mengetahui bagaimana peradaban Barat, kita harus
menemukan akar sejarah genetis yang paling berpengaruh dalam membentuk struktur
sosialnya. Dr. Nirwan Syafrin menyebutkan bahwa, Peradaban Barat adalah
Peradaban Filsafat. Tradisi keilmuwan yang berkembang adalah tradisi
intelektual yang terbangun dengan dialektika spekulasi antara para filsufnya. Menurut
Prof. Ahmad Tafsir, kita bisa membagi tradisi Filsafat Barat ke dalam empat
bagian. Masa Yunani Kuno (Ancient Greek), masa abad Tengah (Medieval
Ages), masa modern (Modern Ages), dan pasca modern (Post-Modern).
Subscribe to:
Posts (Atom)