Cari

5 MODEL ISLAMISASI SAINS

Monday, 28 September 2015


Ismail Raji Al-Faruqi menyatakan bahwa di abad ini, tidak ada kaum lain yang mengalami kekalahan atau kehinaan seperti yang dialami kaum muslimin-kaum muslimin telah dikalahkan, dibantai, dirampas, negeri dan kekayaannya, dirampas kehidupan dan harapannya. Mereka telah ditipu dijajah, dan diperas ditarik melalui paksaan atau penguasan ke dalam agama-agama lain dan mereka telah disekulerkan, diwesternasasikan, dan dideis-lamisasikan oleh agen-agen musuh mereka di dalam dan di luar dari diri mereka[1].

EPISTEMOLOGI FIQH DAN USHUL FIQH

Tuesday, 22 September 2015



Jika setiap peradaban yang maju menyerap hasil peradaban lain untuk dikembangkan, maka pada hakikatnya, setiap peradaban terpengaruhi oleh aspek-aspek peradaban lain yang pernah bersinggungan dengannya. Akan tetapi,  dalam islam ada produk pemikiran yang lahir tanpa pengaruh dari peradaban yang lain. Produk itu adalah fiqh dan ushul fiqh. Nirwan Syafrin menyebutnya sebagai hasil kreativitas ulama yang sepenuhnya berdasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.

VIRUS ILMU PENGETAHUAN

Monday, 21 September 2015




Di antara problem besar yang dihadapi umat Islam di era modern adalah masalah ilmu pengetahuan. Problem rendahnya kinerja keilmuan, menjadikan umat Islam terisolisi hanya menjadi pengikut teori-teori ilmu pengetahuan Barat. Selain itu, problem munculnya Barat sebagai pemimpin ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bercorak sekuler membawa virus ilmu pengetahuan seperti materialisme[1], Ateisme, naturalisme, saintisme, positivisme dan sejenisnya. Oleh karena itu, penataan kembali kinerja keilmuwan dalam bingka agama menjadi sangat mendesak.

KONSEP EPISTEMOLOGI ISLAM

Saturday, 19 September 2015



“Semua agama benar, semua agama sama, karena sama-sama mengajarkan kebaikan.”
“Tuhan semua agama pada hakikatnya adalah sama, jalan untuk menempuhnya saja yang berbeda.”
“Orang-orang dengan agamanya masing-masing, semua akan masuk syurga yang penting mereka berbuat baik.”

5 ISTILAH AGAMA YANG TELAH BERUBAH MAKNA MENURUT AL-GHAZALI

Friday, 18 September 2015



Sesungguhnya Kerusakan Umat disebabkan oleh Kerusakan Penguasan, dan Kerusakan Penguasa disebabkan oleh Kerusakan Ulama. Dan Kerusakan Ulama disebabkan oleh Cinta Dunia dan Kedudukan
(Imam al-Ghazali)
  

TRANSMIGRASI DAN NATURALISASI ILMU (2)

Tuesday, 15 September 2015



Dari Yunani ke Islam
Transmigrasi Ilmu, menjadi pintu terjadinya Naturalisasi Ilmu. Transmigrasi ilmu yang paling efektif adalah penerjemahan karya-karya ilmuwan dan filosof di mana Peradaban itu berkembang. Seperti yang terjadi ketika Alexandria,  yang menjadi pusat pengembangan keilmuwan Romawi bercorak Helenisme jatuh dalam kekuasaan umat Islam. Aktivitas pengalihan bahasa dari buku-buku karya Aristoteles, Socrates, Plato dan lain-lain dimulai. Ilmu-ilmu logika, tata moral, filsafat alam, serta kedokteran mulai mengalir ke jantung Kekhilafahan Umat Islam di Baghdad (masa Abbasiyah). Mata air ilmu memancar dan selanjutnya menyebar dalam urat nadi ilmu pengetahuan umat islam.

TRANSMIGRASI DAN NATURALISASI ILMU

Monday, 14 September 2015




Agaknya dalam penelusuran sejarah (yang Euro-centric), Thales disebutkan sebagai orang yang pertama kali berfilsafat dan Socrates dianggap sebagai orang yang paling pertama menurunkan filsafat dari langit ke bumi (man anzala a-falaasifah min as-samaa’ ila al-ardh) sebab ia adalah orang yang membantah sofisme yang menyatakan bahwa kebenaran tidak mungkin bisa diketahui. Pemikiran yang maju melampaui zamannya dimulai dari sana. Serta kemajuan peradaban hari ini mengambil banyak sumbangsih pemikiran filsafat Yunani Kuno.

KELAHIRAN ILMU DAN PERADABAN

Sunday, 13 September 2015


Advanced studies - di Perguruan Tinggi - sebagai kelanjutan dari kajian dasar-dasar ilmu mengarah pada diferensiasi. Kajian tersebut selalu melihat objek material dari ilmu tersebut secara komprehensif. Dalam astronomi, misalnya. Kita akan melihat planet, bintang dan benda-benda angkasa lain sebagai sebuah anggota dari sistem alam semesta.

KONSEP ILMU DALAM ISLAM (Bag.2-Habis)

Thursday, 10 September 2015


Franz Rosenthal, dalam Knowledge Triumphant; The Knowledge in Medieval Islam, menyimpulkan penelusurannya terhadap defenisi Ilmu, dengan menyebutkan beberapa ‘takrif’ berikut:
a.     Pengetahuan adalah proses mengetahui dan serupa dengan orang yang berpengetahuan dan yang diketahui, atau ia adalah atribut yang memungkinkan orang yang berpengetahuan tahu. [1]
b.      Pengetahuan adalah pengenalan (ma’rifah).[2]
c.       Pengetahuan adalah proses "pemerolehan" melalui persepsi mental.[3]
d.   Pengetahuan adalah proses klarifikasi, pernyataan, dan keputusan (bay-yana, mayyaza, ath-bata)[4]
e.   Pengetahuan adalah bentuk (sûrah), sebuah konsep atau makna (ma’na), sebuah proses pembentukan mental dan imajinasi (tashawwur atau "persepsi") dan  atau verifikasi mental (tashdîq atau "apersepsi").[5]
f.        Pengetahuan adalah keyakinan.[6]
g.      Pengetahuan adalah zikir, imajinasi, gambar, visi, pendapat.[7]

KONSEP ILMU DALAM ISLAM (Bag-1)

Wednesday, 9 September 2015




Saya lahir dan dibesarkan di sebuah kampung. Setelah menamatkan Sekolah Menengah, Saya melanjutkan pendidikan di kota. Ada dua hal yang menarik setelah melihat bagaimana pemahaman dan praktik keagamaan dua jenis daerah dengan iklim kultur yang berbeda tersebut. Kultur di Desa, sangat kental bercorak mistisme dan sufisme. Masih banyak keyakinan yang sangat erat kaitannya dengan kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan alam dan ketidakberdayaan manusia atas alam. Sehingga muncul Pamali[1]. Berbeda halnya di daerah perkotaan. Kawasan elite, terbuka dan bebas menyebabkan informasi sangat mudah diakses dan menyebar. Akan tetapi dalam pandangan keagamaan, justru banyak yang melampau ‘porsi’ (ghuluw). Hal itu bisa dibuktikan dari kajian-kajian orientalisme yang masuk sebagai pendekatan dalam menjelaskan al-Qur’an dan Sunnah. Tafsir hermeneutika[2], Positivisme Sosiologis, Relativisme dan paham yang sejenisnya banyak menggerogoti pemikiran para intelektual.

PROBLEM NETRALITAS ILMU (Bag. 2 - Habis)

Sunday, 6 September 2015


Problem Objektivitas
Salah satu hal yang penting untuk didiskusikan adalah masalah objektivitas. Hasil penelitian sains dikatakan objektif, yang berarti “mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi”.[1] Artinya, objektif adalah sesuai keadaan yang sebenarnya, tanpa ada pelibatan unsur pandangan pribadi pengamat. Objektif adalah lawan dari subjektif. Kaidah ini lahir dari positivisme Comte. Dimana ia memberi jarak antara fakta dan nilai. Menurutnya, pengetahuan yang murni harus lahir dari pengamatan tanpa melibatkan nilai dan pandangan-pandangan subjektif peneliti. Akan tetapi mungkinkah itu terjadi ?. Jika seseorang meneliti kondisi sosial masyarakat, maka untuk objektif, ia harus masuk menjadi anggota masyarakat tersebut. Akan tetapi, pendapat lain mengatakan, justru untuk mendapatkan data yang akurat, peneliti tidak boleh masuk dan mengkondisikan diri dalam masyarakat sebab ia akan terpengaruh dengan pandangan-pandangan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

PROBLEM NETRALITAS ILMU (Bag.1)


Prof. Wan Daud seperti yang dikuti Prof A.M. Saefuddin dalam buku ‘Islamisasi Sains dan Kampus’ menyatakan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi umat islam saat ini adalah problem ilmu pengetahuan. Sebabnya. Peradaban barat yang kini mendominasi telah menjadikan ilmu sebagai hal yang problematis. Selain telah mengosongkan ilmu dari agama, konsep ilmu dalam peradaban Barat juga telah menlenyapkan wahyu sebagai sumber ilmu, menghilangkan nilai-nilai kesucian ‘wujud’, mereduksi intelek dan menjadikan rasio sebagai basis keilmuwan. Barat juga telah menyalah-lahami konsep ilmu, mengaburkan maksud dan tujuan ilmu sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan sebagai metodologi ilmiah. Teori ilmu yang telah berkembang di Barat termanisfestasikan dalam berbagai aliran seperti rasionalisme, empirisisme, skeptisisme, agnotisme, positivisme, objektivisme, subjektivisme, dan relatifsme. Aliran-aliran semacam ini setidaknya berimplikasi pada sejumlah hal. Pertama, menegasikan dan memutuskan relasi manusia dengan alam metafisika, mengosongkan manusia dari kehidupannya dari unsur-unsur dan nilai transenden serta mempertuhankan manusia. Kedua, melahirkan dualisme. Manusia dibuat terjebak dalam dualisme dunia-akhirat, agama-sains, tekstual-kontekstual, akal-wahyu, objektif-subjektif, induktif-deduktif dan lain-lain. Ini mengakibatkan manusia sebagai makhluk yang terbelah jiwanya.[1]

MASALAH ILMU SEKULER

Friday, 4 September 2015



 “Bu, siapa sebenarnya manusia pertama, Nabi Adam atau Kera ?.” Tanya seorang siswa saat mata pelajaran Biologi.
“Sudah!, kalian pelajari saja. Yang jelas kalian tahu bahwa menurut sains manusia pertama itu dari kera, sedangkan menurut agama, adalah Nabi Adam”, Kata sang Guru.

TRAGEDI PERADABAN BARAT (Bag 2 - Habis)

Wednesday, 2 September 2015




Sejak lahirnya periode pencerahan (enlighment) di Eropa, yang dimulai dari abad 17 sampai dengan 19, bersamaan dengan timbulnya rasionalisme, empirisisme, pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan di Barat, para filosof Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman sebenarnya telah meramalkan terjadinya krisis.[1] Jacques Maritain (182-1973), seorang filosof Kristen yang sangat berpengaruh dan dianggap oleh golongan Kristen sebagai filosof terkemuka abad ini, melukiskan bagaimana Kristen dan Dunia Barat sedang mengalami krisis yang sangat mengkhawatirkan. Krisis yang membawa dampak terjadinya peristiwa-peristiwa masa kini yang sumbernya berasal dari pengalaman, pemahaman dan pemaknaan kehidupan dalam peradaban perkotaan, seperti tercermin dalam tren pemikiran neo-modernisme.[2]

TRAGEDI PERADABAN BARAT (Bag-1)

Tuesday, 1 September 2015



Abu Adlan Faatih


Setidaknya, untuk mengetahui bagaimana peradaban Barat, kita harus menemukan akar sejarah genetis yang paling berpengaruh dalam membentuk struktur sosialnya. Dr. Nirwan Syafrin menyebutkan bahwa, Peradaban Barat adalah Peradaban Filsafat. Tradisi keilmuwan yang berkembang adalah tradisi intelektual yang terbangun dengan dialektika spekulasi antara para filsufnya. Menurut Prof. Ahmad Tafsir, kita bisa membagi tradisi Filsafat Barat ke dalam empat bagian. Masa Yunani Kuno (Ancient Greek), masa abad Tengah (Medieval Ages), masa modern (Modern Ages), dan pasca modern (Post-Modern).
 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang