Menurut
KH Yahya Cholil Staquf, dalam tulisannya “Nusantara dalam rangkulan Islam” di
situs islamnusantara.com, Nusantara disitilahkan untuk menggambarkan kepulauan
Indonesia yang merentang di wilayah tropis dari Sumatra di bagian barat sampai
Papua di bagian timur. Kata “nusantara” menurutnya,
pertama kali muncul dalam susastra Jawa di abad ke 14 M, yang merujuk pada
rangkaian pulau-pulau yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Kata
“nusantara” sendiri adalah kata benda majemuk yang berasal dari bahasa Jawa
Kuna : nusa (pulau) dan antara (terletak di seberang). Dalam kitab
“Negarakertagama” yang ditulis sekitar tahun 1365 M, Empu Prapanca – seorang
penulis sekaligus pendeta Budhha – menggambarkan wilayah penyusun Nusantara,
dengan memasukkan sebagian besar pulau-pulau dalam wilayah Indonesia modern
(Sumatra, Jawa, Bali, Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, sebagian dari
Maluku dan Papua Barat), ditambah wilayah lain yang cukup luas yang saat ini
menjadi daerah kekuasaan Malaysia, Singapura, Brunei, dan bagian selatan
Filipina. Pada 2010, menurut data Biro Pusat Statistik, wilayah Indonesia
sekarang terdiri dari 1.340 kelompok etnik, dengan 2.500 bahasa dan dialek yang
berbeda.
SUMBER ILMU MENURUT BARAT DAN ISLAM
Thursday, 27 August 2015
Salah satu potensi yang
Allah anugerahkan kepada manusia adalah rasa ingin tahu. Rasa tersebutlah yang
mendorongnya untuk berpikir, melakukan penelitian dan menemukan hal-hal baru.
Hal itu juga seiring dengan perintah untuk melakukan penelitian dan penyelidikan
terhadap diri manusia dan alam sekitarnya. Allah SWT menyebutkan,
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka
perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian
Allah menjadikannya sekali lagi[1].
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS Al-Ankabut: 20).
MOHAMMAD NATSIR, ULAMA NEGARAWAN PENCETUS NKRI
Tuesday, 25 August 2015
KEPADA SAUDARAKU M. NATSIR [1]
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu……!
(Puisi
yang ditulis oleh Prof. Hamka secara khusus untuk Pak Natsir, 13 Nov 1957 setelah mendengar uraian pidato
Pak Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan
islam sebagai dasar negara RI )
KESATUAN ILMU DAN IMAN
Monday, 24 August 2015
“Apakah kamu
yakin bahwa Tuhan itu ada?”, kata seorang pemateri.
“Yakin”,
jawab kami serentak.
“Apa
buktinya ?”. Pemateri bertanya kembali.
“Ya… adanya
langit, bumi, bintang, dan kita semua. Karena kita adalah ciptaannya”, jawab kami
kembali.
“Kenapa
kalian bisa yakin bahwa yang menciptakan itu adalah Tuhan ?. Kan bisa saja itu
tercipta dengan sendirinya. Tidak ada bukti yang jelas itu diciptakan oleh
Tuhan”. Kata pemateri kembali menyudutkan.
KRITIK ATAS ‘PARADIGMA ILMIAH’
Saturday, 22 August 2015
Pada tulisan yang lalu kita menyatakan
bahwa chaos yang terjadi dalam
kondisi perdaban dunia hari ini disebabkan oleh kesalahan paradigma. Hal itu
bisa dilihat dari pendapat Prof. Ahmad Tafsir dalam buku Filsafat Umum-nya.
Beliau menyatakan bahwa, dari analisis
filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui bahwa budaya barat disusun
dengan menggunakan hanya satu paradigma, yaitu paradigma sains (scientific paradigm). Paradigma ini
disusun berdasarkan warisan Descartes dan Newton. Warisan dua tokoh ini
merupakan inti pembahasan buku Capra. Ia menyatakan abhwa paradigm yang
diturunkan dari Cartesian dan Newtonian itulah yang menghasilkan paradigm yang
digunakan dalam mendesain budaya barat sekarang. Kesalahan terjadi karena paradigm
itu tidak melihat alam dan kehidupan ini secara utuh menyeluruh (whole-ness), paradigm itu hanya melihat alam
ini pada bagian yang empiriknya saja.[1]
SAINS BERBASIS TAUHID
Thursday, 20 August 2015
Dalam satu kuliahnya, Dr. Abbas Mansur Tamam
menjelaskan bagaimana respon intelektual muslim menghadapi hegemoni ilmu yang
lahir dari peradaban barat. Bahwa antara Islam dan barat ada demarkasi sistem
keilmuwan yang berbeda terkait dengan filosofi, pandangan dan kebudayaan yang
melahirkan ilmu pengetahuan.
Dalam
buku The Postmodern Condition: a Report on Knowledge yang ditulis Jean
Francis Lyotard, mengungkapakan pemikirannya tentang kedudukan ilmu pengetahuan
pada abad ini, khususnya tentang cara ilmu diabsahkan melalui “naratif besar” (grand
narrative) seperti kebebasan, kemajuan dan emansipasi. Naratif besar
menurutnya telah mengalami nasib yang sama dengan naratif-naratif besar
sebelumnya seperti agama, negara bangsa, dan kepercayaan tentang keunggulan
barat. Dengan kata lain, dalam abad ilmiah ini, naratif-naratif besar itu
dipersoalkan tentang peranan dan tahap keshahihannya[1].
TAUHID; ASAS PERADABAN ISLAM
Tuesday, 18 August 2015
Dan Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.
(QS. An-Nur: 55)
Islam yang
diturunkan sebagai dÊn, sejatinya telah memiliki konsep seminalnya
sebagai peradaban. Sebab kata dÊn itu sendiri telah membawa makna
keberhutangan, susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia
untuk membentuk masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang
adil.[1]
Artinya dalam istilah dÊn itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Oleh
sebab itu ketika dÊn (agama) Allah yang bernama Islam itu telah
disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama MadÊnah.[2]
Dari akar kata dÊn dan MadÊnah ini lalu dibentuk akar kata baru madana,
yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan
memartabatkan.[3]
ALHAMDULILLAH, PARADE TAUHID BERHASIL SATUKAN UMAT
Sunday, 16 August 2015
Al-Qolam(16/815)-Dalam tulisan yang sebelumnya, Penulis
telah mengungkapkan ada tiga alasan, mengapa #ParadeTauhid harus didukung. Sebenarnya,
pelaksanaan Parade ini bukanlah hal yang mudah. Sebab telah banyak beredar isu yang
menyebutkan bahwa Parade tauhid tidak boleh diikuti. Entah alasan bid’ah, bergabung
dengan harakiyyin hizbiyyin, tasyabbuh bil kufffar, memperingati ulang tahun
dan lain-lain.
Akan tetapi, Alhamdulillah di atas semua itu, Parade
tauhid berhasil dilaksanakan. Bahkan di luar dugaan. Jumlah peserta yang
awalnya hanya diprediksi ribuan meledak menjadi ratusan ribu, kata Ust. Haikal Hasan selaku Ketua Panitia.
3 ALASAN, MENGAPA KAMI IKUT PARADE TAUHID (Bag.3 - Habis)
Friday, 14 August 2015
Framework
negara dan agama menjadi satu, tidak lagi dikotomis. Karena mereka adalah umat
islam yang sedang berada dalam aturan politik negara Indonesia. Hingga
perjuangan menegakkan syariat Islam, bukan hal mustahil dilakukan dengan cara
yang benar tanpa ada mudharat.
Bersamaan
dengan itu, upaya impor ideologi Iran yang telah tertuang dalam grand strategi mensyiah-kan dunia sudah
masuk dalam dinamika politik bangsa. Sehingga umat islam di Indonesia sadar,
bahwa musuh mereka bukanlah satu. Ada yang datang dari luar berupa antek asing,
ada pula yang datang dari dalam. Mengaku Islam, tapi membenci perjuangan
sahabat memperjuangkan Islam. Ya, Ideologi Syiah. Kesadaran tentang gerakan
Syiah tertuang dan diungkapkan oleh Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin dalam buku
beliau, “Agenda Politik Syiah”.
3 ALASAN, MENGAPA KAMI IKUT PARADE TAUHID (Bag-2)
Wednesday, 12 August 2015
#Alasan Kedua:
Kesadaran Politik
Diobok-oboknya suara hak pilih umat islam,
dikritisinya penerapan syariat islam Aceh, wacana penghapusan kolom agam KTP, wacana
speaker masjid polusi udara, dibuatnya standar berdoa non-agama di sekolah, digugatnya
undang-undang Pernikahan Sesama Agama, divotingnya penetapan hukum Miras di
Parlemen, dilarangnya menyembelih Kurban di Sekolah dan Pawai Takbir di Jakarta
Serta terpilihnya pemimpin non-muslim di Ibu Kota Negara mayoritas Muslim, dan
puncaknya, Kalahnya calon presiden Usungan Koalisi Partai Islam (Reformis) dan terpilihnya Presiden usungan
Partai ideologi Marhaenisme berlambang moncong
putih, membuat Umat islam sadar bahwa Politik tidak bisa ditinggalkan.
Sebab mereka akan selalu menjadi korban Test
The Water. Dan sedikit demi sedikit akan dikuasai dan ditaklukkan. Mereka semakin
sadar bahwa di saat yang sama, saat mereka mengkaji Qur’an, membaca tafsir dan
bertadabbur dengannya, serta saat mereka rukuk dan sujud, ideologi yang merusak
juga sementara menjadi-jadi melakukan makar dan konspirasi merebut kekuasaan.
Menduduki jabatan strategis, dan selanjutnya menindas hak-hak umat islam.
Palestina, Muslim Rohingya Myanmar, Muslim Burma dan Kashmir, Muslim Cina, dan
di belahan bumi mana pun itu, umat islam selalu dipojokkan karena tidak adanya
‘kekuasaan’. Sangat tepatlah, jika ternyata “Posisi menentukan Hasil”. Kekuatan
dan Pengaruh bergantung pada Posisi dan Kekuasaan.
TIGA ALASAN, MENGAPA KAMI IKUT PARADE TAUHID (Bag-1)
Abu
Adlan Faatih
Lewat situs resminya paradetauhid.id, Parade Tauhid yang dilaksanakan
16 Agustus 2015 mengutip pernyataan Ust. Bachtiar Nasir, bertujuan :
Pertama #Parade_Tauhid_Indonesia dalam rangka merealisasikan Amanah Kongres
Umat Islam VI di Yogyakarta. Di mana Kongres Umas Islam Indonesia VI di
Yogyakarta mengamanahkan : 1. Penguatan Politik Islam. 2. Penguatan Ekonomi
Islam. 3. Penguatan sosial budaya Islam.
Kedua #Parade_Tauhid_Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat kemerdekaan Indonesia ke 70,
Ketiga #Parade_Tauhid_Indonesia dalam rangka Halal bi Halal Nasional dan
Halal Bi Halal antara umat dan tokohnya.
lebih rinci, tujuan parade tauhid indonesia disebutkan agar :
1. Tumbuhnya kembali kesadaran pentingnya
tauhid bagi setiap muslim dalam menjalani kehidupan individu, keluarga,
bermasyarakat, dan bernegara
2. Tumbuhnya rasa syukur atas anugrah
kemerdekaan yang telah Allah limpahkan kepada bangsa Indonesia, serta halal bil
halal akbar ummat Islam
3. Terciptanya langkah awal konsolidasi umat
Islam dalam upaya membangun masyarakat bermartabat, sebagai tindak lanjut
Kongres Umat Islam Indonesia VI tahun 2015
4. Terbangunnya ukhuwah Islamiyah seluruh
elemen ummat Islam, sehingga menjadi potensi dan energi positif bagi upaya
mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
Sembahlah
Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
(QS
an-Nisaa’: 36)
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
(Sila
Pertama Pancasila)
Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya
(Mukadimah
UUD 1945)
Di tengah usaha umat islam untuk bangkit dari
keterpurukan ekonomi dan politik, masih ada saja yang tetap gemar menebarkan
syubhat, dan menghembuskan keraguan-raguan atas gerakan dan keyakinan mereka. Seperti
kata Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, ide dan pemikiran seperti air, mengalir dan
cepat merembes. Menghentikan geraknya tidak dapat dilakukan semata-mata hanya
dengan kekerasan. Ide harus dilawan dengan ide. Tinta harus dilawan dengan
tinta.
Kesadaran politik umat islam adalah hal yang baru. Jika
di zaman reformasi gerakan islam tidak mengenal istilah ‘manhaj’, mereka hanya
mengenal organisasi. Sementara di zaman sekarang, manhaj tumbuh berkembang biak
seiring dengan terbukanya keran demokrasi. Dulu, rasa persatuan dan kesatuan
lebih didahulukan untuk melawan satu musuh bersama, ‘rezim otoriter’. Tidak
peduli siapa pun ‘ustadz’ rujukannya. Akan tetapi, pasca reformasi gerakan
islam berdiferensiasi menjadi berbagai bentuk, ide, dan metode gerakan. Semua
itu terkait dengan sudut pandang para pendirinya dalam memandang ‘problematika
umat’ dan bagaimana ‘solusi’ mengatasinya.
JADILAH SEPERTI HAJAR !
Monday, 10 August 2015
Abu Adlan Faatih[1]
Bagi
seorang da’i, hidup adalah perjuangan. Meniti jejak para Rasul yang berjuang
menegakkan agama. Konsekuensinya tidak mudah. Ada banyak godaan yang akan
menghampiri. Hidup serba hemat, atau bahkan kekurangan.
Satu
hal yang tidak mudah adalah meninggalkan istri dan anak-anak. Pasalnya, seorang
da’i memiliki amanah untuk anak dan istrinya. Ia wajib memberikan perlindungan
dan nafkah lahir batin bagi mereka. Akan tetapi, bagaimana jika ia mendapat
amanah untuk menjadi da’i pedalaman ?. Semua itu tentu haruslah ditinggalkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)