Islam merupakan sistem kehidupan yang
bersifat komprehensif, yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik
untuk kemashlahatan individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini
sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam surat An Nahl ayat 89,
...وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ
شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
....dan Kami turunkan kepadamu Al
kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl (16) : 89)
Juga firman-Nya di surat Al Maidah ayat
3,
....الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي
مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
....Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatku dan
telah Ku ridhoi Islam itu menjadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah (5) : 3)
Hal ini menjelaskan bahwa Islam adalah
agama yang sempurna yang mempunyai sistem tersendiri dalam menghadapi dan
menjawab permasalahan kehidupan yang dirasakan dan dialami oleh manusia.
Secara
umum, manusia dalam pandangan Islam tersusun dari dimensi jasad dan roh, atau
disebut juga dengan dimensi jasmani dan rohani. Berbeda dengan para pemikir
non-Islam yang cenderung bersikap materialistis dan hanya memandang manusia
dari segi jasmani, sementara persoalan roh dan keadaan-keadaan rohani cenderung
diabaikan.[1]
Konsep
tentang pendidikan, tidak boleh lepas dari pemahaman yang benar akan hakikat
manusia. Sebab manusia merupakan subjek sekaligus objek dalam pendidikan. Dalam
pandangan psikologi, “Pandangan manusia terhadap dirinya sangat mempengaruhi
pendidikannya.” Demikian halnya dalam kajian filsafat pendidikan, manusia
merupakan kajian ontologi yang mesti jelas sehingga konsep pendidikan yang akan
ditawarkan dan dikembangkan akan jelas pula.
Kajian
tentang manusia dalam filsafat pendidikan Islam merupakan tema sentral, sebab
dalam pembicaraan pendidikan Islam, manusia menjadi objek sekaligus subjek
pendidikan itu sendiri, sehingga tanpa memahami dengan baik pandangan tentang
manusia maka sulit untuk memahami pendidikan Islam itu sendiri.[2]
Diantara pertanyaan yang sering muncul di
kalangan ahli pendidikan adalah kapan pendidikan bagi manusia itu dimulai ?.
Para ahli pendidikan mengatakan pendidikan bagi manusia berlaku sepanjang hayat
(lifelong education). Ada juga yang mengatakan bahwa pendidikan bagi
manusia tidak pernah berhenti. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam menekankan pendidikan sejak buaian hingga ke liang kubur. Kesimpulannya
bagi Ahmad tafsir, ketiga pernyataan di atas mengandung esensi yang sama bahwa
pendidikan bagi manusia itu penting dan berlangsung seumur hidup.[3] Seumur hidup maksudnya
bahwa pendidikan itu dimulai sejak adanya kehidupan bagi seorang manusia, yaitu
sejak janin hidup di dalam rahim.[4]
Ahmad Tafsir menambahkan, manusia perlu
dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang dapat dikatakan telah
menjadi manusia bila telah memiliki nilai (sifat) kemanusiaan. Itu menunjukkan bahwa
tidaklah mudah menjadi manusia, karena banyak manusia yang gagal menjadi
manusia. sehingga tujuan pendidikan haruslah memanusiakan manusia. Agar tujuan
pendidikan dapat dicapai dan program dapat dirsusun maka ciri-ciri manusia yang
telah menjadi manusia haruslah jelas.[5]
Dalam bukunya Pendidikan Islam Dalam
Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Rahmat Rosyadi menyebutkan bahwa
manusia diciptakan terdiri dari jasad dan organ-organ yang sangat penting. Dan
Allah melengkapi penciptaan manusia itu dengan ruh sebagai penggerak hati.[6]
Proses penciptaan dan pembetukan jasad
manusia telah dimulai sejak di alam rahim, di dalam perut sang ibu. Wahyu
sebagai khabar shadiq mengabarkan peristiwa ini dalam surat al-mu’minun
ayat 12, 13 dan 14,
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ . ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي
قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ
مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ .
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (QS. Al-Mu’minun (23) : 12-13)
Juga dalam sebuah hadits yang
diceritakan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ
أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ
مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ
كَلِمَاتٍ وَيُقَالُ لَهُ اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أَوْ
سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ
Sesungguhnya setiap orang dari kalian dikumpulkan dalam
penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari,
kemudian menjadi 'alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging), selama itu
pula kemudian Allah mengirim malaikat yang diperintahkan empat ketetapan dan
dikatakan kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan
bahagianya lalu ditiupkan ruh kepadanya. (HR. Bukhari)
Hal ini menginformasikan bahwa defenisi
dan kehidupan bagi manusia telah bermula sejak di alam rahim. Lantas apakah
mungkin pendidikan diterapkan kepada manusia yang belum terlahir di dunia ?
Menurut Fred J. Schwartz, MD,
ahli anestesi dari Piedmont Hospital in Atlanta Georgia,
menjelaskan bahwa Proses pembelajaran janin sudah dimulai sejak dalam
kandungan, janin ikut belajar pada trimester kedua dan ketiga, seperti di dalam
ruang Amphitheater yang lebih canggih dari kelas mana pun di dunia.[7]
Dan diantara keahlian yang dimiliki oleh bayi di dalam rahim menurutnya adalah
keahlian mendengar. Karena itu, meski masih di dalam kandungan, janin sudah dapat
mendengar suara ibunya sendiri dan suara orang lain di sekitarnya. Saat
melakukan USG 4 dimensi, selain memeriksa kelengkapan organ tubuh, dokter juga
akan meminta janin melakukan sesuatu dan melihat respon si janin. Misalnya,
ketika janin sedang menunduk, ketika dokter meminta ia menegakkan kepala,
ternyata janin bisa mengikuti perintah. Jadi sebaiknya ibu hamil berhati-hati
dalam berkata-kata karena janin juga bisa mendengar jika ibunya sedang
marah-marah. Hal ini terbukti dengan reaksi perut yang langsung mengencang.[8]
Menurut Syamsuddin Arif dalam bukunya Orientasi
dan Diabolisme Pemikiran dikutip oleh Akhmad Alim, untuk tercapainya ilmu
melalui proses belajar, diperlukan instrument pendukungnya, yaitu mencakup
empat saluran ilmu, yaitu persepsi indera, proses akal sehat, intuisi hati dan
melalui informasi yang benar (khabar shadiq).[9]
Bayi dalam kandungan atau yang disebut
janin bisa mendengar dan bisa belajar. Tentu alat instrumen yang membantunya
untuk menerima dan menangkap iformasi dari luar adalah telinga sebagai indera
pendengar. Dan hal ini juga telah dijelaskan di dalam surat an-nahl ayat 78,
وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl (16) : 78)
Sehingga menurut Ahmad Tafsir, ada pendidikan
pranatal dan dilanjutkan setelah natal.[10] Dan pendidikan terbaik
bagi pranatal adalah pendidikan yang digariskan dan diajarkan oleh Islam. pendidikan
yang mengarahkan manusia kepada maksud dan hakikat hidupnya, dan tentu karena
Islam adalah ajaran yang sempurna dan mencakup seluruh lini kehidupan manusia.
An-Nahlawi
menegaskan, karena pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berkesadaran dan
bertujuan, maka Allah telah menyusun landasan pendidikan yang jelas bagi
seluruh manusia melalui syariat Islam. dan Dia menciptakan manusia dengan
tujuan untuk beribadah serta menjadi khalifah di muka bumi melalui ketaatan
kepada-Nya. Sehingga Pendidikan yang benar adalah pendidikan yang melahirkan
dan mewujudkan manusia yang tunduk dan patuh kepada syariat Allah dan amanah
dalam mengemban tugas kekhalifaan di muka bumi.[11]
Hal ini
sejalan dengan rumusan para pakar pendidikan mengenai tujuan pendidikan
Islam yang bersifat universal, yaitu
Pendidikan harus ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan
kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran,
perasaan, dan fisik manusia. dengan demikian pendidikan harus mengupayakan
tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik bersifat spiritual, intelektual, daya
khayal, fisik, ilmu pengetahuan, maupun bahasa, baik secara perorangan maupun
kelompok, dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan
dan kesempurnaan. Tujuan akhir dari pendidikan terletak pada terlaksananya
pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan, kelompok
maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas-luasnya.[12] Dan ini tidak lepas dari pembahasan
mengenai pentingnya pendidikan pranatal. Sehingga
menjadi jelas bagaimana pentingnya pendidikan pra-natal dalam islam. Wallohu
a’lam (Mas Amaningsih, Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor).
[1] Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan islam Ibn
Khladun, Jakarta : Rineka Cipta, 2012 hlm. 47.
[2] Abdul Haris dan Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta : Amzah, 2012 hlm. 77.
[3]
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan
Islami; Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Cet. IV,
Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 38.
[4]
Ibid.
[5]
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan
Islami; Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Cet. IV,
Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 33.
[6]
Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam
Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta : PT RajaGrafindo, 2013,
hlm. 5.
[7]
Team Detikhealth, Tujuh Keajaiban
Bayi, [Online]; http://health.detik.com, html. 7 Januari 2015.
[8]
Ibid.
[9]
Akhmad Alim, Islamisasi Ilmu
Sains dan Teknologi, Bogor : PUSKI UIKA, 2014, hlm.17.
[10]
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan
Islami, hlm. 39.
[11]Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah
Sekolah dan Masyarakat, Jakarta : Gema Insani,
2004, hlm. 116.
[12] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2010 hlm. 62.
No comments:
Post a Comment