Potongan-1
Segala puji bagi Allah, yang telah menganugerahkan
iman ke dalam hati orang-orang beriman. Mengumpulkan rasa takut dan harap dalam
setiap ibadah. Dialah yang awal, dan yang akhir. Yang dzahir dan yang batin.
Segala urusan bergantung hanya kepada-Nya.
Maha mulia Allah yang telah mengutus nabi dan
rasul, menurunkan kitab dan mensyariatkan islam Untuk membimbing manusia ilaa
sabiili ar-rasyaad.
Segala puji untuk allah yang telah menciptakan
tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. Mengirimkan hujan dan memperjalankan
angin sebagai tanda-tanda keagungan dan kemuliaa-Nya. Menghinakan dan
memuliakan manusia. Mengazab sebagiannya dan merahmati sebagian yang lain.
Menenggelamkan suatu kaum dengan hujan, mengadzab dengan batu, melindungi
dengan batu. Menyelamatkan dari api, dan membelah lautan. Menghidupkan yang
mati, dan membuat kelu lidah para sastrawan dengan mukjizat-mukjizat
utusan-Nya….
Kepada kalian, generasi penerus
dakwah yang hendak memancangkan panji-panji tauhid. Mewarisi kerja para Nabi
dan rasul, para manusia terbaik. Menjejaki langkah para penuntut ilmu di di
lorong-lorong waktu. Serta menjadi penerus teladan khalifah. Zuhud, cinta, dan
pengorbanannya untuk din. Untukmu aku tuliskan risalah ini.
Bagian 1- Risalah Makkah
Diantara
keberhasilan Rasulullah SAW, adalah keberhasilan membangun angkatan pejuang
dengan tarbiyah imaniyah. Hingga kita dapatkan satu generasi terbaik di zaman
beliau adalah generasi yang memiliki kualitas untuk menanggung beban. Potensi
mereka melampaui jasadnya. Ia adalah budak, namun merdeka disisi tuhannya. Ia
adalah wanita, namun tegar karena iman. Ia adalah anak-anak, namun keberaniannya,
melampaui jasadnya yang masih belia. Umurnya sudah tua-renta namun menjadi prajurit
dalam armada laut ekspansi jihad di daratan konstantinopel.
Siapa
yang tidak kenal Bilal ?. Yang teriakannya akan selalu disebut hingga hari
kiamat. Al-Ahadun Ahad!. Yang Maha Satu (Allah) itu Satu !. Saat
panasnya pasir Makkah membakar punggungnya, dan beratnya batu menindih
perutnya.
Siapa
yang tidak kenal Sumayah ?. Penghulu Syaahidah ?. perempuan yang pertama kali
syahid. Saat tombak runcing menembus duburnya hingga kepalanya ?. Maka
Rasulullah pun menjanjinya. “Shabran yaa aala yasiir… Fa inna ilaikum
al-jannah”.
Siapa
yang tidak mengenal Muadz ?. Seorang bocah 14 Tahun yang menyeret pedang yang
lebih tinggi dari tubuhnya untuk ikut serta berjihad di medan Badar ?
Siapa
yang tidak mengenal Abu Ayyub Al-Anshari. Yang hampir melewati semua peperangan
bersama Rasulullah hingga zaman Utsman ?. Jasadnya yang sudah begitu renta masih
mencita-citakan syahid. Hingga beliau sendirilah yang menjemput takdir Allah
agar kuburannya berada di tepi benteng Konstantinopel.
Begitu
pula generasi setelah Mereka (Radhiallau Anhum Aj’main). Budak yang
menjadi ahli fiqih. Bocah yang memimpin Shalat para Qurra dan Huffazh. Anak
seorang budak yang menjadi Mufassir. Secara berturut-turut mereka adalah, Muhammad
Ibn Sirrin, Budak Anas Bin Malik. Iyas Bin Muawiyah, yang saat berdiri didepan
para huffazh ditegur oleh khalifah, berapa umurmu wahai anakku ?. beliau
menjawab, “Umurku sama dengan Usamah Bin Zaid saat memimpin perang, yang di
dalamnya ada Umar dan Abu Bakar. Dan Abdullah Ibnul Mubarak, yang bapaknya
adalah seorang budak dari Bangsa Turki yang dimerdekakan.
Seperti
itulah sunnah-sunnah kaum terdahulu. Di mana din ini hanya dipikul oleh
orang-orang terbaik. Mereka awalnya adalah manusia-manusia remeh. Namun berubah
menjadi mulia. Allah angkat dari kerendahan kepada kemuliaan. Karena kekuatan
iman yang ada dalam jiwa mereka.
Seperti
inilah teladan kita. Segala bentuk perjuangan kita arahkan agar kita bisa
mengikuti jalan-jalan mereka.
Untuk
itu, Kepadamu Wahai calon pemimpin. Kepada pemimpin yang telah atau baru saja
menerima wasiat dakwah. Kepada mereka aku tuliskan risalah ini.
1. Konsisten-lah menuntut Ilmu
Manfaatkan semua waktumu untuk ilmu. Masa muda yang
engkau miliki adalah sarana yang akan memberkahi umurmu di waktu tua. Masa muda
adalah masa yang akan menolong waktu tua. Jangan pernah merasa terbelakang,
saat orang-orang telah mendapatkan gelar-gelar akademiknya. Karena waktu yang
sama kita gunakan untuk ilmu. Tidak akan sia-sia waktu yang kita luangkan untuk
ilmu. Jangan pernah palingkan pandanganmu kepada orang-orang yang hari ini berlomba-lomba
mengejar dunia. Mencari ilmu untuk jabatan, pekerjaan dan penghidupan. Sungguh,
betapa hinakah niatnya.
Dari Zaid bin Sabit,
bahwa Rasulullah Shallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang
menjadikan dunia sebagai tujuannya, niscaya Allah akan menceraiberaikan
urusannya, menjadikan kefakiran di kedua matanya, dan dunia tidaklah akan
datang melainkan apa yang telah ditetapkan baginya. Namun, barangsiapa yang
menjadikan akhirat sebagai tujuan akhirnya, niscaya Allah akan mengumpulkan (memudahkan)
urusannya, menanamkan kecukupan dalam hatinya, dan dunia akan mendatanginya
meskipun ia enggan (HR. Ibnu Majah)
Jika engkau mau masuk syurga dengan ilmu, maka
sungguh-sungguh-lah untuk mendapatkannya. Sebagaimana mereka yang ingin masuk
neraka juga sungguh-sungguh untuk masuk neraka.
Perhatikan kembali Hadits Rasulullah SAW,
Man Salaka Thariiqan
Yaltamisu fiihi ilman, shahhalahu lahu bihi thariqan ilal jannah (HR. Tirmidzi)
Rasulullah SAW menyebutkan Yaltamisu, yang kata
dasarnya adalah diambil dari lamisa-yalmasu[2],
artinya menyentuh atau memegang. Rasulullah tidak menyebutkan, yatlubul ilma
(menuntut ilmu) atau yabhatsu ilma (mencari imu). Secara bahasa, Yaltamisu
ilma berarti menyentuh ilmu, atau merasai ilmu. Itu berarti tujuan menuntut
ilmu, serta menunut ilmu yang benar yang memudahkan jalan ke syurga bukan
sekedar bermajelis. Akan tetapi, menikmati ilmu dengan hati. Mengecup nikmatnya
ilmu hingga ke jiwa. Hingga karakter kita berubah dari penuh nafsu dan syahwat
menjadi iman dan ketaqwaan. Dari syubhat dan kejahilan, menjadi kecerdasan dan
kecemerlangan.
Itulah
ilmu yang hakiki. Ilmu yang mengantarkan jiwa agar semakin takut kepada Allah.
Agar ia semakin menghinakan dirinya di hadapan rabbnya. Agar ia semakin
memandang remeh apa yang ada di sisi manusia. Agar ia rindu dengan akhirat dan berhasrat
untuk berjumpa menatap wajah-Nya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata
“Allah menjadikan puncak kenikmatan akhirat adalah memandang wajah allah.
Mengalahkan seluruh kenikmatan syurga. Dan allah juga menjadikan hal yang
serupa dengannya di dunia. Rindu, cinta, berharap dan menginginkan perjumpaan
dengannya.”
Itulah
nikmatnya iman. Puncak khassyatullah. Bertengger di puncak Ihsan. Bersandar
pada dinding tawakkal. Serta terbang dengan sayap khauf dan raja’ menuju Allah.
Ilmu
yang benar adalah ilmu yang semakin mengenalkan kita kepada Allah. Hingga kita
semakin tahu hak-hak-Nya. Kita semakin cinta dan rindu dengan-Nya.
Ilmu
yang benar adalah ilmu yang mengajarkan keadilan, objektif dan kehatia-hatian
dalam berpikir, berbicara dan bertindak. Ilmu yang mengajarkan kearifan dan
kebijaksanaan. Kelapangan dada dan pemahaman yang mendalam. Hingga ia akan
menjelma menjadi amal yang berkualitas, pembicaraan yang bermanfaat dan aqidah
yang lurus. Ilmu yang benar akan menghadirkan ketenangan dalam jiwa dan
kekuatan hati. Fikrah yang bersih dan tekad yang sempurna. Ilmu akan memandunya
ke arah hidup yang diridhai Allah azza wa jalla.
Seperti
itulah, jalan menuntut ilmu yang disepadankan Rasulullah sebagai jalan pintas
Syurga.
Dan
jalan itu, tidak akan diperoleh kecuali dengan usaha yang maksimal.
Lan tanaalul ilma bi raahatil jism.
Tidak akan diperoleh ilmu dengan raga yang beristirahat kata para ulama. Ibnul
Qayyim menyebutkan, “sebuah kenikmatan tidak akan diperoleh dengan kenikmatan
yang sama”. Begitu pula kata Hasan al Bashri “tidak akan engkau dapatkan apa
yang engkau cintai (syurga) sebelum mengorbankan apa yang engkau sukai”. Dan
dia atas semua itu, Allah telah menyebutkan, Lan tanaalul birra hatta
tunfiqu maa tuhibbuun[3],
kata Allah.
Tidak
akan diperoleh ilmu itu kecuali dengan rihlah fii thalibil ilm.
Meninggalkan kampung halaman. Merantau dan mengasingkan diri di tengah
komunitas lain. Bukankah seorang murid Imam Ahmad Rela mengibaratkan dirinya
sebagai pengemis yang datang ke rumah beliau untuk mengambil satu hadits ?. Bukankah
Murid Imam A’masy harus merelakan diri untuk menerima ludah beliau di hadapan
majelisnya ?. Bukankah Ibnu Taimiyah harus meminta maaf kepada ibu yang Ia
cintai. Beliau menulis dalam suratnya “Demi allah, jauh darimu bukanlah atas
pilihan kami. Seandainya burung-burung mampu membawa kami terbang, maka kami
akan datang kepadamu. Akan tetapi, orang yang berada jaih dari keluarganya
sudah pasti punya alasan tersendiri. Seandainya engkau mengetahui apa yang ada
di balik permasalahan yang aku alami, maka engkau tidak akan memilih kecuali
berada jauh seperti ini. Dan Alhamdulillah telah kami dapatkan taufik untuk
itu. Kami tidak berazam untuk tetap berada dalam satu bulan, melainkan setiap
hari kami beristikharah kepada allah agar diberi petunjuk pada jalan yang
terbaik bagi kami dan engkau. Berdoalah agar kami selalu mendapatkan kebaikan.
Kita berdoa kepada allah agar memberikan pilihan yang terbaik dan lebih selamat
kepada kami, engkau dan semua umat islam”[4]
[1]
Tulisan ini bisa disimak di www.laskarpenaalqolam.blogspot.com
[2]
Dengan Aksara Arab lam-mim-sin
[3] QS
Ali Imran: 92
[4]
Ahmad Sunarto, Ensiklopedia Biografi, Widya Cahaya, Jakarta, 2013, hal 131
No comments:
Post a Comment