Cari

PUSJARWIL I LIDMI KONSOLIDASI KE SURABAYA

Friday, 7 February 2014


(6/2/13-LPaQ) - Thuk…Thuk… Thuk…Thuk…………. Suara roda kereta api terdengar bising di telinga. Stasiun Lempuyangan, Kota Yogyakarta, pagi pukul 09.00, kereta Ekonomi/C Logawa  sesuai jadwal akan berangkat menyusuri rel menuju Surabaya. Tiga orang kader LIDMI akan segera menempuh perjalanan selama enam jam, menuju kota terbesar kedua di Indonesia itu. Stasiun Gubeng II, Kota Surabaya.
Di sepanjang perjalanan hanya terlihat hamparan sawah yang begitu luas. Sangat terlihat betapa negeri ini kaya. Sebuah potensi terpendam yang masih saja tidur. Perjalanan ditempuh selama enam jam, melewati beberapa stasiun kecil, seperti Madiun (tempat terjadinya tragedi G30S/PKI), Jombang (Kota pesantren), dan stasiun Mojokerto . selama di kereta, para utusan Kader LIDMI menikmati perjalanan. Sesekali  mereka membuka What’s Up dan memantau perkembangan berita di Group LIDMI. Yang lainnya sibuk membaca buku, Grand Design, karya Stephen Hawking dan Leonard Mlowdinow. Sebuah karya yang memperbincangkan campur tangan tuhan dalam rancang agung alam semesta.
Sebagaimana kendaraan kelas ekonomi, dipenuhi penumpang. Sesekali terdengar teriakan, “gethuk Pisang, gethuk Pisang… ”. “Nasi Pecel, Nasi Pecel, (baca: Pecchel)”, atau nasi jenis yang lain “nasi rames, nasi rames”. Terkadang, semilirnya hawa sejuk AC membuat mereka tertidur, dan dibangunkan oleh Cleaning Service, Pengamen, atau mungkin para penjual yang telah mengantri dan menanti setiap kereta yang singgah di stasiun.
Tepat Pukul 03.00 wita, mereka sampai di stasiun Gubeng, Surabaya. Cara membaca nama stasiun ini sedikit unik. Cara membaca e-nya tidak sama pada kata elang. Tapi e pada kata Bengkulu. Suku mayoritas di Provinsi Jawa Barat mayoritas adalah suku Jawa. Namun, juga terdapat sedikit perbedaan dialeg dengan Jawa tempat bertolak mereka (Yogya). Kalau di Yogya, kalimat negasi ditandai dengan penggunaan kata “ora”, yang berarti tidak. Kalau di sini, “ghak”. Huruf g-nya mendekati makhraj huruf “k”.
Setelah menjamak-qashar Dhuhur dan Ashar, mereka menunggu jemputan al-akh Ahwan Muru, Alumni 07 PNUP yang sekarang sedang menyelesaikan TA-nya di Teknik Elektro ITS. Sebenarnya komunikasi sebelumnya telah dijalin dengan akh A. M. Ikhwan, Teknik Komputer. Namun Ia masih berada di Makassar, dan akan kembali tanggal 6 Februari.
Istiqbaalan Jamiilan, kata  orang arab. Sambutan hangat. Pertemuan itu seperti biasa didahului dengan senyum, salam, sapa dilanjutkan dengan CIPIKA-CIPIKI. Sebuah pertemuan yang selalu dirindukan.
“Ada Tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allāh pada hari tiada naungan kecuali naungan dari-Nya: 1. Seorang pemimpin yang adil. 2. Pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Allāh. 3. Seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid. 4. Dua orang yang saling mencintai karena Allāh; mereka bertemu dan berpisah karena-Nya. 5. Seorang lelaki yang diajak [berbuat keji] oleh perempuan yang berkedudukan serta berparas cantik, lantas dia berkata: “Aku takut kepada Allah.” 6. Seorang lelaki yang bersedekah seraya dia sembunyikan sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. 7. Dan seorang lelaki yang berdzikir/mengingat Allāh dalam keadaan sendirian lalu mengalirlah air matanya.” (HR. Bukhari: 660 dan Muslim: 1031)
Mereka langsung dipesankan taksi dari stasiun menuju kost akh ahwan. Sekitar 20 menit dengan macetnya. Menjelang  Maghrib, mereka menuju mesjid Kampus ITS. Setelah sempat bertemu dengan seorang ikhwa alumni MAN 2 Model Makassar, yang melanjutkan studinya di Jurusan Fisika ITS, angkatan 2013.

Potensi Dakwah
Daerah Surabaya dirintis oleh Ust. Syamsuddin Kurru, dua tahun yang lalu. Beliau datang tidak mengenal siapa pun di daerah ini. Namun dengan kegigihan. Sekarang sudah terbentuk DPD dan diketuai oleh Ust. Dodi, Alumni STIBA Makassar.
Kondisi kampus ITS, menurut akh Ahwan sangat potensial. “tidak ada yang menguasai di sini”, pungkasnya. Hanya saja intervensi birokrasi sangat kental terhadap aktivitas LK, sehingga antusiasme berlembaga sangat minim. Hanya Jurusan yang banyak melakukan kegiatan. Mahasisawa secara umum bercorak akademis. Dan secara gerakan pun, belum ada yang mendominasi. Jamaah Masjid manarul Ilmi ITS atau yang dikenal JMMI sebagai LDK juga belum memiliki bentuk manhaj yang jelas. Masih sangat terbuka untuk menerima segala macam fikrah. Begitu pula masjid kampusnya yang ukurannya kurang lebih sama dengan masjid Kampus UNHAS atau masjid Salman ITB.
Kajian-kajian yang aktif banyak diisi dari ustadz “salafi”. Isu di kader pun masih sangat klasik jika tidak aktif tarbiyah. Isu syubhat tarbiyah dan semacamya. Selain itu, karena mayoritas Nahdiyyin, tantangannya juga lebih berat.
Ada beberapa Jurusan dan fakultas di ITS, yang terletak di Surabaya Timur ini. Diantaranya FMIPA, dan Jurusan Komputer. Selain itu ada dua Politeknik yang beraung di bawah ITS. PENS (Politeknik Negeri Surabaya), PPNS (Politeknik Pelayaran Negeri Surabaya).
Jauh berbeda dengan dua kampus sebelumnya. Di ITB, antusiasme mahasiswa dalam LK sangat besar, begitu pula di UGM. Di sini sebagian besar, masih acuh tak acuh dalam kegiatan LK.
Tapi, “di sini sangat besar potensinya, tinggal ikhwa harus banyak konsolidasi”, pungkas Ahwan.

Kendala Dakwah
Kendala yang paling dirasakan di sini adalah, persoalan kualifikasi. Ust. Affandy hamid, Mahasiswa teknik Sipil PPs UGM menyatakan beberapa waku yang lalu bahwa sebaiknya Da’i Kiriman di Kota terbesar kedua di Indonesia ini seharusnya punya kualifikasi yang cukup. Selain muawashafat islami, Ia juga harus memiliki kemampuan manajerial yang handal. Selain itu, perhatian dari DPP WI juga harus tetap intensif, karena pengiriman da’I terakhir ke daerah ini sekitar satu bulan yang lalu.
Beberapa peyebab kegiatan dakwah kurang aktif adalah, para kader yang menjadi pengurus di daerah ini adalah mahasiswa yang juga mencari ma’isyah. Di pagi hari mereka kuliah, sementara di malam hari bekerja. Sangat minim waktu yang bisa diluangkan untuk dakwah.
Kunjungan LIDMI ke Surabaya, disambut hangat oleh Ust. Doddy Priambodo. Sempat pula bertemu dengan Dr.Eng. Kaharuddin, alumni SMAN 2 Makassar yang juga teman kelas Ust. Muhammad Yusran Anshar, Lc., MA. Dan tentu ini merupakan potensi besar pengembangan dakwah ke depan, apalagi beliau termasuk memiliki ghirah yang tinggi dan perhatian terhadap islam. Beliau juga punya perhatian terhadap pendidikan islam. Dan sekarang mengaku bersama timnya sedang menggarap kurikulum pembelajaran ilmu umum untuk disederhanakan. “Sekarang saya sedang membangun pesantren di Mojokerto, yang jadi masih Masjidnya”. Dan saat ditemui, beliau mengutarakan visinya untuk membangun pesantren berbasis home schooling, dan punya basis al-qur’an yang kuat. Oleh karena itu, dalam waktu dekat beliau hendak menyelenggarakan seminar Metode 40 Hari Menghafal Al-qur’an, metode yang sudah dikembangkan di Makassar sebagai sosialisasi awal.
Konsolidasi ini menghasilkan beberapa hal. Diantaranya, kesiapan kader ITS untuk memfasilitasi pertemuan utusan LIDMI dengan LDK Kampus. Selain itu pula, kader ITS kembali siap untuk mengikuti TUNAS III LIDMI nantinya.
Tim LIDMI ini berpencar setelah bermalam. Akhyar kembali ke Makassar. Dimas, kembali ke Jogja, tanggal 5 Februari. Dan esoknya Syamsuar bersama Ust. Dodi menuju Jogja untuk mengikuti Diklat Murabbi (elfaatih).

No comments:

Post a Comment

 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang