Abu Fath el_Faatih[2]
Untuk
memulai satu pembicaraan tentang perubahan saya selalu merujuk pada kerangka
ilahiah. Dialah al-Qur’an. Ternyata ayat yang paling pertama turun dalam
reformasi peradaban yang dibangun oleh Rasulullah shallahu alaihi wasallam adalah QS Al-Alaq:1-5.
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, 4. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Dan ternyata setelah beliau diangkat menjadi seorang rasul,
disebutkan dalam QS. Al-Mudatsir. Satu diantara perintahnya adalah :
4. … Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.
Saat baru saja memasuki
dunia kampus, saya langsung dihadapkan pada pilihan. Dalam LKMM, di himpunan
saya diberi kesempatan untuk memilih karakter atau jatidiri. Mahasiswa
Akademis, yang sibuk dengan kuliah dan tugas-tugasnya. Hedonis, yang sibuk
dengan gemerlap hura-hura. Dan aktivis, yang sibuk dengan rutinitas kelembagaan
dan pengembangan diri. Tapi bagi saya, masih ada karakter ke-empat yang belum
dirangkum dari tiga jati diri tadi. Dialah mahasiswa saintis. Maksudnya adalah
mahasiswa yang menjadikan ilmu sebagai tujuannya. Dan dengan ilmu itu pula ia menggunakannya
untuk berbuat kebaikan.
Hari ini memang banyak
akademis. Namun sayang, hanya untuk mencari profesi. Sebukt saja mengejar gelar,
untuk meningkatkan pangkat dan jabatan. Demikian halnya aktivis, ternyata
bergerak hanya karena doktrin tertentu. Pikirannya terbelenggu oleh
ideolog-ideologi dogmatis. Mereka hanya menjadikan kebenaran berasal dari seoerang
figure dan tokoh. Bukan karena apa yang dibawanya. Kebenaran seakan dikenal
dari seseorang. Padahal yang benar adalah, seseorang dikenal karena memegang
teguh kebenaran. Sama halnya dengan Iyas Bin Muawiyah yang berani menunjukkan
kebenaran di hadapan khalifah. Ketika ditanya mengapa engkau melawan khalifah, ia
adalah orang besar, sementara engkau hanya anak kecil. Beliau menjawab,
“Bukankah kebenaran lebih besar darinya ?”.
Demikian halnya, Said
Ibn Jubair. Seorang yang memegang teguh
kebenaran ketika dihadapan khalifah Hajjaj Bin Yusuf Ats-Tsaqafi, pemimpin yang
kejam dan ditakuti. Ketika hendak dipenggal, ia tersenyum dan berkata kepada
khalifah saat itu, “Aku takjub atas kecongkakanmu terhadap Allah dan kelapangan
Allah terhadapmu”.
Khalifah langsung
memerintah, “Bunuh dia !”.
Said yang menghadap kiblat, saat diayunkan pedang ke
arahnya membaca firman-Nya “Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.”(QS Al-An’am:79)
Kahlifah menyuruh untuk berhenti, dan menyuruh algojonya
memalingkannya dari kiblat. Akan tetapi Said masih membaca ayat.
Dan
kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS Al-baqarah: 115).
Mendengar itu, khalifah kembali
memerintahkan : “Sungkurkan dia ke Tanah !”.
Said kembali membaca,
Dari bumi
(tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu
dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain, (Qs Thaha:
55).
Ia pun mati setelah
berdoa sambil mengangkat tangan, “Yaa Allah jangan lagi kau beri kesempatan ia
melakukannya atas orang lain setelah aku”.
Maka Hajjaj tidak lebih
dari 15 hari setelah kejadian itu, mengalami sangit demam, dan mati.
Yang lebih parah adalah
ketika juga banyak aktvis yang juga ternyta telah terjerat virus pragmatis
hingga menjadi hedonis. Sibuk dengan FB, dan kegiatan lain yang tidak bermanfaat.
Karena itu, membangun
karakter dan jati diri sebagai seorang pejuang adalah hal mutlak untuk menjadi
aktivis saintis. Aktivis yang cinta ilmu. Karena tidak aka nada perubahan yang
dibangun di atas ilmu yang rapuh. Ia harus dibangun di atas prinsip-prinsip ilmiah.
Sebagaimana para ulama yang menghabiskan waktu, tenaga dan dananya untuk mencari
satu buah hadits.
Hari ini, jangankan satu
hadist, demikian mudah sekarang kita memperolehnya, akan tetapi, dorongan syubhat
dan syahwat telah menghalangi manusia dari kebenaran. Karena mengikuti Nafsu,
Orang banyak, dan nenek moyang.
Terakhir, jika hari ini
kita sibuk dengan buku-buku dan laboratorium. Sibuk dengan diskusi dan
aktivitas ilmiah lainnya, tidak punya banyak waktu kecuali dengan Al-Qur’an dan
memperbaiki tajwid, buku-buku tafsir, hadits, ensiklopedia dan yang lainnya,
maka kita sebenarnya telah memiliki kunci itu. Akan tetapi jika hari kita hanya
sibuk dengan SMS-an ria, gombal dan lebay
dan FB-an yang tak kunjung usai, serta menikmati nikmatnya kasur empuk
sepanjang hari. Maka tutuplah mata anda dan segeralah beranjak ke pembaringan.
Karena anda tidak dibutuhkan oleh perjuangan membangun peradaban. Singkatnya,
kita akan mengucapkan selamat tinggal !, kepada
Anda. Karena kita kasihan. Umur anda terlalu boros hanya untuk hal-hal demikian
Karena itu jangan pernah
berharap akan terjadi perubahan, jika ruh gerakan mahasiswa hari ini adalah
budaya-budaya hasil warisan jahiliah. Perpecahan, perang, pertikaian, anarkisme,
apalagi ketika lingkar budaya itu telah menjangkau sampai radius
aktivitas-aktivitas sia-sia, seperti judi, miras dan pacaran. Jangan pernah
berharap. Sekali lagi saya katakan, sedikit pun jangan pernah berharap !!!.
Jangan pernah memimpikan
perubahan jika budaya itu masing-masing melingkupi aktivitas-aktivitas kita,
dan budaya ilmiah belum menjadi nilai yang dijunjung tinggi dalam realisasi
idealisme mahasiswa. Perubahan itu tidak hanya dibawa dengan batu dan darah,
tapi perubahan itu dibawa dengan kecintaan terhadap tradisi ilmu, tinta dan
peluh. Karena yang kita ingin bangun kembali adalah peradaban yang telah lama
hilang. Sebuah peradaban warisan generasi terbaik manusia. Diletakkan pada
wahyu ilahi yang paling pertama turun yang mampu mereformasi peradaban hingga
memimpin 2/3 belahan dunia. Wahyu yang mengawal transformasi peradaban hingga
menguasai sebagian besar daratan Eropa, Asia dan Afrika selama kurang lebih 700
tahun.
Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (QS Al-‘Alaq:1)
Ya, wahyu inilah yang
saya maksud (Wallohu ta’ala a’lam).
bangun peradaban dengan ilmu
ReplyDeleteBTUL.... WAJAH BARU GERAKAN PERUBAHAN ADALAH BUDAYA ILMU.
ReplyDelete