(ALQOLAM-MINSEL)-Setelah ust. Misykuddin, disusul ust. Supriadi, Ust.
Marwan, dan Ust. Ridwan, kini giliran ust. Syamsuar menyambung tongkat estafet
dakwah di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Daerah tepatnya Kelurahan
Ranoiyapo, Kec. Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan. Beliau melajutkan program
dakwah yang telah dirintis oleh para da’i sebelumnya. Kegiatannya seperti
pembentukan halaqah tarbiyah untuk perempuan atau siswi-siswi SMA dan Dirosa,
pembinaan baca al-qur’an untuk anak-anak, ruqyah dan bekam, serta Kultum setiap
subuh di masjid.
Masyarakat sangat merespon
kedatangan para da’i utusan Wahdah Islamiyah ini. Itu terbukti dari kegiatan
Tabligh Akbar yang baru saja dilaksanakan dengan Tema “Torang Samua Basudara”
oleh Ust. Syaibani Mujiono, S.Pd.I. (14/4/13) dihadiri tidak kurang dari 200
warga di Masjid Al-Mu’minun. Kedatangan para da’i WI selain pogramnya sangat
menyentuh masyarakat, juga membantu ormas yang lain untuk bisa bekerja
bersama-sama dalam memajukan Amurang. “Apalagi kondisi masyarakat di sini
memang masih sangat membutuhkan dakwah dan pembinaan yang intensif”, kata Bapak
Iskandar, tokoh masyarakat Amurang. Selain itu diakui juga bahwa, SDM masyarakat
di sini masih sangat rendah, dikarenakan rendahnya antusiasme masyarakat
terhadap pendidikan.
Jumlah populasi muslim di Kabupaten
Minsel sekitar 7 %. Yang muslim adalah para pendatang yang kebanyakan dari suku
Bugis, Jawa dan Gorontalo dan tinggal menetap di daerah ini. Karena minoritasnya,
dan boleh dikatakan nyaris tidak ada sosok ulama atau ustadz yang bisa
mengayomi masyarakat, sehingga membuat warga di sini sangat labil. Banyak anak
yang tumbuh tanpa mengenal dengan baik agamanya. Bahkan ada yang pindah agama,
karena pergaulan. Ketiadaan orang berilmu (ulama) diakui sendiri oleh warga. “imam
masjid di sini de pe bacaan sudah bagus, tapi tidak bisa ceramah”, kata Ibrahim
seorang jamaah masjid al-mu’minun. “jo ketua MUI di sini pun diangkat bukan
karena de pe ilmu, tapi karena tak ada lagi orang yang bisa”, pungkasnya.
Selain itu, komunitas muslim yang ada belum menunjukkan persatuan yang solid.
Itu terbukti dari tidak kurang 35.000 penduduk muslimnya, tidak ada satu pun wakil
rakyat beragama islam, semuanya nasrani.
Kebutuhan da’i juga diakui oleh
Ibu Asry (25). “Warga di sini sangat butuh ustadz. Masih banyak orang tua yang butuh
diobati. Kalau bisa ustadz yang datang ke sini, tinggal lama-lama. Kalau bisa
buka klinik, dan tidak apa-apa ada tarifnya, warga siap membayar”, katanya. Ia
juga mengakui kedatangan da’I Wahdah Islamiyah sangat bermanfaat, dari
penuturannya sendiri, ia bersyukur telah sembuh dari penyakitnya. “Saya empat
tahun tidak bisa jalan. Seperti ada rasa takut-takut kala bajalan.
Alhamdulillah, setelah diruqyah sekali sama Ust. Marwan, jalan saya jadi normal
kembali”, katanya. Lebih lanjut, “Di sini, warga sering sakit, sementara di
bawa ke dokter, tidak tahu apa penyakitnya. Warga, sudah mau dibilang so capek pigi
ke dukun”.
Kenyataan ini membuat para da’i
semakin bersemangat untuk melanjutkan dakwahnya, serta bisa lebih dekat di
masyarakat. Lewat program bekam, ruqyah, pengajian dan Dirosa serta tarbiyah, mereka
berharap akan ada tumbuh generasi yang bisa mendekatkan masyarakat kepada
agamanya. Sehingga bisa menyadarkannya akan pentingnya bertafaqquh fid-dien. Apalagi tantangan di sini ditambah, dengan
giatnya juga aktivitas ke-gereja-an. Kumandang adzan maghrib dan subuh sering
disahut oleh bunyi lonceng gereja. Hanya saja sampai saat ini, belum ada da’i
yang siap ditempatkan untuk fokus. Yang datang hanya beberapa pekan, sementara
warga sangat membutuhkan da’i yang bisa mereka tempati untuk bertanya dan
mendengarkan arahannya (elfaatih).
No comments:
Post a Comment