Syamsuar Hamka
(Penulis,
Peneliti Filsafat Sains)
“Alam semesta
tercipta tanpa campur tangan Tuhan!”
Apa yang akan
kita katakan jika ada seseorang yang mengungkapkan pertanyaan seperti itu ?. Sebagai
muslim, kita tentu sepenuhnya tidak sepakat. Sebab dalam ‘bangunan ilmu’ islam,
alam adalah ciptaan, dan Tuhanlah adalah pencipta.
Akan tetapi,
sadar atau tidak, suka atau tidak suka, sistem keyakinan (baca: tauhid) seperti
itu akan terus diancam oleh berbagai spekulasi – spekulasi dari dari para
pemikir dan saintis agnostik (baca: ateis). Kini, kita akan mudah menemukan
portal web ataupun grup – grup di media sosial seperti di Facebook yang menjadi
sarana promosi Ateisme. Mayoritas argumennya menawarkan sains sebagai
alternatif keyakinan yang baru sebagai ganti dari kepercayaan – kepercayaan
kuno, seperti agama, menurut mereka.
Pada sisi yang
lain, kita juga tidak bisa pungkiri, bahwa sains memiliki perkembangan yang
sangat dahsyat. Perkembangan itu telah membawa perubahan yang sangat
fundamental dalam struktur sosial masyarakat kita. Apa yang kita baca sekarang
adalah berkat kemajuan sains dan teknologi itu.
Akan tetapi, yang
mengkhawatirkan adalah perkembangan sains yang mengarah pada unsur – unsur
keyakinan seperti di atas. Pertanyaan seperti Siapa pencipta alam semesta,
siapa nenek moyang manusia dan lain – lain. Sebuah perluasan yang dikenal
dengan Scientific Expansionism.
Hal itu bisa
dilihat dari beberapa argumen dari beberapa ilmuwan modern yang menyatakan
bahwa sains (kini), bisa dianggap sebagai satu – satunya alat pembuktian
kebenaran yang sah.
Salah satu fakta
yang menunjukkan hal tersebut adalah ungkapan – ungkapan Fisikawan Inggris,
Stephen Hawking. "Sebelum kita memahami ilmu pengetahuan, adalah wajar
untuk percaya bahwa Tuhan menciptakan alam semesta. Tapi sekarang ilmu
pengetahuan menawarkan penjelasan yang lebih meyakinkan (tentang alam
semesta)," katanya (lihat: https://www.dream.co.id/news/stephen-hawking-tuhan-sejatinya-tidak-ada-1409291.html).
Ungkapan –
ungkapan Hawking banyak yang menuai kontroversi. Salah satu diantaranya adalah
pernyataannya, bahwa keberadaan Tuhan tidak diperlukan untuk mengadakan alam
semesta. Alam semesta dapat terjadi dengan sendirinya tanpa campur tangan
Tuhan, pungkas Hawking dalam bukunya The Grand Design. Lebih jauh, pertanyaan
kontroversialnya dapat kita baca di beberapa situs seperti telegraph, BBC,
IBTimes, dan lain – lain.
Kehadiran sains
di dunia Islam disadari atau tidak, ternyata membawa ekses – ekses negatif.
Sains yang telah berkembang demikian hebat dalam rahim Beradaban Barat tidak
hanya menawarkan prospek – prospek kemajuan tertentu, namun ia juga memunculkan
kekhawatiran bagi para intelektual muslim yang berpotensi untuk mengguncang
iman. Sehingga, menanggapi kemajuan sains barat tersebut kita bisa mendapati
beberapa usaha para ulama dan intelektual dalam menghadapi tantangan sains
modern. Salah satu diantaranya adalah dr. Zakir Naik.
Siapa Zakir Naik ?
Ia bernama lengkap
Zakir Abdul Karim Naik. Zakir Naik lahir pada tanggal 18 Oktober 1965 di Kota
Mumbai, India. Ayahnya bernama abdul Karim naik. Zakir memulai pendidikannya
dengan bersekolah di St. Peter's High School (ICSE) di kota kelahirannya yaitu
Mumbai. Dari sana ia kemudian masuk di Kishinchand Chellaram College dan
kemudian ke Topiwala National Medical College, di sekolah tersebut, ia banyak
mempelajari mengenai ilmu kesehatan.
Zakir Naik kemudian
melanjutkan kuliahnya di University of Mumbai, India di jurusan Ilmu Kedokteran
dan memperoleh gelar MBBS (Bachelor of Medicine Bachelor Of Surgery) setelah
itu ia bekerja sebagai dokter di kota Mumbai.
Namun kemudian pada
tahun 1991, di bawah asuhan gurunya, Ahmad Deedat, Kristolog Muslim yang banyak
melakukan dakwah terhadap kristiani, ia mengambil keputusan dengan berhenti
sebagai dokter medis dan mengikuti jejak gurunya sebagai seorang pendakwah
Islam. Menjadi dokter hati lebih baik daripada menjadi dokter fisik, merupakan
salah satu alasannya.
Ia dikenal memiliki
hafalan yang kuat pada kitab suci al-Qur’an dan kitab suci agama lain seperti
Bibel, Weda, Tripitaka, Bhagavad Gita. Selain itu ia juga memiliki kekuatan
argumentasi, serta penjelasan yang logis, namun ringan dan mudah dimengerti.
Dengan modal itu, ia berhasil mempengaruhi banyak orang dan tersentuh untuk
memeluk islam (http://www.biografiku.com/2016/02/biografi-dr-zakir-naik-biodata-dan-profil-lengkapnya.html).
Kehadiran Zakir Naik menambah khazanah intelektual tentang islamisasi di dunia
islam.
Sains dan Islamisasi
Membincang
Islamisasi Sains, kita sering kita tidak bisa terlepas dari nama – nama pemikir
hebat masa keemasan islam seperti Ibn Sina, Ibn Rusyd, al-Farabi, Ibn Haytham
dan lain – lain sebagai tokoh yang memberikan kontribusi besar bagi
perkembangan sains dan teknologi masa sekarang. Beberapa karya tulis yang mencoba
mengungkapkan kembali peran islam terhadap peradaban modern bisa menjadi salah satu
rujukan dalam sejarah dan Islamisasi sains. diantaranya adalah masterpiece
dari George Sarton, buku yang berjudul History of Science, serta buku
Prof. Raghib as-Sirjani, yang dalam versi Arab berjudul Madza Qaddamal
Muslimun Lil ‘Alam Ishamaatu al-Muslimin Fi Al-Hadharah Al-Insaniyah.
Akan tetapi, kita
tentu tidak boleh terbuai dengan kegemilangan masa lalu. Sejarah memang
penting, namun sejarah tidak akan berdampak apa – apa jika tidak ada usaha yang
nyata dilakukan untuk memperbaiki dan mengembalikan kegelimangan seperti itu.
Itulah mungkin
yang dilakukan oleh dr. Zakir Naik. Sains yang hadir sebagai ‘paradigma
keilmuwan’ sedikit banyak menjadi tantangan dalam perkembangan dunia islam.
Sehingga dalam menjalankan misi dakwahnya, Zakir Naik mencoba mengungkapkan
mukjizat – mukjizat al-Qur’an dari segi ilmu pengetahuan.
Kita bisa
menemukan usaha islamisasi sains ala Zakir Naik ini dalam berbagai unggahan
videonya. Salah satunya adalah yang berjudul “Qur'an And Modern Science;
Compatible Or Incompatible”. Video yang berdurasi 2 jam 14 menit telah ditonton
lebih dari 200 ribu kali tersebut, menayangkan dr. Zakir Naik yang membahas
ungkapan – ungkapan al-Qur’an 1.400 tahun yang lalu dari bidang Biologi,
Astronomi, Geologi, dan lain – lain. Hal yang sama kita dapat lewat karya –
karya Prof. Zaghlul an-Najjar, Prof. Maurice Bucaille dan Harun Yahya.
Video lain yang membuat
dr. Zakir Naik dikenal luas di belahan dunia islam adalah melalui debatnya pada
tanggal 1 April 2004, dengan William Campbell dengan topik 'Islam dan kristen
dalam Ilmu pengetahuan'. Keduanya membicarakan mengenai kesalahan-kesalahan
ilmiah yang terdapat di dalam kitab suci, antara al-Qur’an dan Bibel. Hasilnya,
beberapa pertanyaan dr. Zakir Naik sama sekali tidak mampu dijawab oleh Dr.
William Campbell.
Melihat
beberapa videonya, kita bisa berkesimpulan bahwa, Zakir Naik bukan orang
sembarangan. Sebab lewat berbagai usaha islamisasinya, ribuan orang telah
bersyahadat karena ceramahnya.
Meski tidak
jarang, beberapa intelektual mengkritik usaha Islamisasi tersebut karena
terkesan ‘Justifikasi’. Artinya, seakan – akan al-Qur’an hanya menjadi alat
‘stempel’ untuk menjustifikasi kebenaran Sains. Padahal tentu, Sains sifatnya
Relatif dan Dinamis. Sementara al-Qur’an sudah Final dan tidak berubah lagi.
Sehingga akan muncul kecenderungan untuk membenarkan sains modern dari ayat –
ayat al-Qur’an.
Karena itu,
kita mengenal ada beberapa metode atau model islamisasi sains yang lain dari
para ulama dan tokoh intelektual di dunia islam. Apa yang dilakukan Zakir Naik
hanyalah satu diantaranya. Metode Islamisasi tersebut diantaranya adalah
Sakralisasi, Instrumentalistik, Integrasi dan Paradigma. Mudah-mudahan, kita
bisa membahas pada tulisan berikutnya (Wallohu a’lam bi as-Showab).
No comments:
Post a Comment