Cari

JIHAD INFORMASI; DAKWAH DI ERA DIGITAL

Tuesday, 3 January 2017



Syamsuar Hamka
(Peserta Kaderisasi 1000 Ulama DDII-BAZNAS 2014)


Mukadimah
Derasnya arus dan perkembangan informasi membuat beberapa perubahan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan di dunia. Unsur – unsur dan nilai – nilai baru setiap harinya berlalu – lintas antara berbagai belahan dunia. Hal itu disebabkan keberadaan perangkat teknologi yang sangat memungkinkan.
Salah satu fakta yang menunjukkannya adalah pengiriman dan penggunaan Smartphone di dunia. Perusahaan riset International Data Corporation (IDC) menerbitkan laporan mengenai data penjualan smartphone sepanjang 2015. Laporan tersebut menyebutkan bahwa hingga tahun lalu berakhir, pengiriman smartphone secara global mencapai angka 1,43 miliar unit. Angka ini menunjukkan peningkatan 10,1 persen dibandingkan tahun lalu. Pada kuartal keempat 2015, pengiriman smartphone mencapai 399,5 juta unit, atau meningkat 5,7 persen dibandingkan dengan periode tiga bulan terakhir 2014. Secara keseluruhan, Samsung berhasil mengirim 324,8 juta unit smartphone pada tahun 2015, Apple mengirimkan 231,5 juta unit, Huawei sebanyak 106,6 juta unit, Lenovo 74 juta unit, dan Xiaomi mengirimkan sebanyak 70,8 juta ke seluruh dunia.[1]
Bersamaan dengan itu, sebagai pasar gadget yang potensial, Indonesia termasuk Negara yang banyak mengakses data internet. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) mengungkap bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia kini telah terhubung ke internet. Survei yang dilakukan sepanjang 2016 itu menemukan bahwa 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet. Adapun total penduduk Indonesia sendiri sebanyak 256,2 juta orang.

Data survei ini juga mengungkap bahwa rata-rata pengakses internet di Indonesia menggunakan perangkat genggam. Statistiknya sebagai berikut:
  • 67,2 juta orang atau 50,7 persen mengakses melalui perangkat genggam dan komputer.
  • 63,1 juta orang atau 47,6 persen mengakses dari smartphone.
  • 2,2 juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari komputer.
Meski demikian, penetrasi internet tersebut mayoritas masih berada di Pulau Jawa. Dari survei yang dipresentasikan oleh APJII itu tercatat bahwa sekitar 86,3 juta orang atau 65 persen dari angkat total pengguna internet tahun ini berada di Pulau Jawa. Sedangkan sisanya adalah sebagai berikut:
  • 20,7 juta atau 15,7 persen di Sumatera.
  • 8,4 juta atau 6,3 persen di Sulawesi.
  • 7,6 juta atau 5,8 persen di Kalimantan.
  • 6,1 juta atau 4,7 persen di Bali dan NTB.
  • 3,3 juta atau 2,5 persen di Maluku dan Papua.[2]

Dengan melihat data – data di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa telah terbentuk sebuah struktur sosial masyarakat baru. Dimana masa sekarang adalah masa digital. Hal itu dikuatkan dalam sebuah tesa yang dikemukakan oleh Daniel H. Pink yang menulis buku, “Misteri Otak Kanan”. Dalam bukunya, berdasarkan analisis sejarah, ia menyatakan bahwa sedang terjadi perubahan sosial masyarakat dari Pertanian yang mengandalkan otot, berubah menjadi Industri yang mengandalkan mesin (mekanisasi) dan berlanjut kepada informasi. Masa informasi ditandai dengan pengaruh dan penetrasi perangkat teknologi.

Media dan Perubahan Struktur Sosial Masyarakat
Kita bisa melihat bagaimana perubahan struktur sosial masyarakat di Indonesia yang sedang terjadi pada beberapa kasus beberapa tahun terakhir. Kemenangan Jokowi – Ahok tentu tidak lepas dari kekuatan ‘Buzzer’ JASMEV yang bergerilya di dunia maya. Dan hal itu berlanjut dalam proses Pemilu dan membawa kemenangan bagi pasangan Jokowi-JK dalam kontestasi Pemilihan Umum Presiden RI Tahun 2014 lalu.
Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) meraup sebanyak kurang lebih 80 juta suara atau 53,15 persen dari total surat suara sah pada gelaran Pemilihan Presiden 2014. Hasil ini menumbangkan kompetitornya, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa dengan perolehan sekira 62 juta suara.[3]
 Kemenangan tersebut selain tidak lepas dari peran penuh oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan partai-partai koalisinya, serta ribuan relawan Jokowi-JK di seluruh Indonesia, juga tidak lepas dari sosok yang berada di belakang layar. Dia pula yang pernah menangani pemenangan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama dalam pemilu 2012 lalu.  
Adalah Adryan Fitra, lelaki asal Banda Aceh yang jamak dikenal di kalangan internet marketer dan pengusaha yang banyak mengandalkan dunia maya sebagai sarananya. Tahun 2012, ia “membidani” kampanye digital untuk Barack Obama. Hasilnya, calon presiden incumbent yang pernah bersekolah di Indonesia tersebut, kembali mendulang sukses menjadi penghuni gedung putih di negara adidaya.  


Dalam video pernyataan tentang pekerjaannya yang ia unggah di situs youtube.com, Adryan mengaku keberhasilannya memoles citra Obama hingga meraih kemenangan, banyak memberikan pelajaran, yang akhirnya ia terapkan ketika didapuk menjadi konsultan kampanye sosial media pasangan Jokowi-JK.
 Kampanye melalui sosial media adalah metode kampanye yang efektif dan efisien. Melalui berbagai situs pertemanan seperti Facebook, Twitter, Path, Google Plus dan lain-lain, informasi mengenai sang calon bisa tersebar luas dengan waktu relatif singkat, dan efisien karena murah biayanya. Itulah yang dilakukan Adryan. Mengikuti kegiatan Jokowi-JK menjadi rutinitasnya. Adryan menggarap berbagai produk digital untuk diunggah ke berbagai situs, seperti video, foto, tulisan dan artikel.
 Tidak hanya itu, setiap hari Adryan juga melakukan penelusuran terhadap topik yang hangat dibicarakan warga dunia maya mengenai pasangan Jokowi-JK, baik yang positif maupun negatif. Setelahnya, untuk menanggulangi opini negatif, tim kampanye bisa melakukan berbagai tindakan preventif.
 Dari pemaparan tersebut, peran dunia maya tidak bisa dikesampingkan dalam Social Engineering dan Dakwah Amar Makrur Nahi Munkar. Hal itu senada dengan apa yang diungkapkan oleh Pengurus PP Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya, dalam Workshop Workshop Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Sabtu 27/08/2016 di UMS Solo ia menyatakan bahwa ‘Jihad Informasi’, adalah sangat penting dalam berjuang memberikan pencerahan (enlightenment) pada publik dengan mendayagunakan media alternatif. Mustofa yang membawakan materi 'media alternatif' pada Workshop tersebut menekankan tentang betapa pentingnya media tandingan untuk memberikan keseimbangan terhadap berita maupun opini yang diproduksi oleh media arus utama (media mainstream).[4]
Bahkan kini pengaruh media – media yang lain (media alternatif) sedikit banyak mempengaruhi ‘media mainstream’ seperti Kasus Tolikara hingga kasus Ahok dan Aksi 411 dan 212 di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.
Media Mainstream tidak bisa menutup – nutupi aksi bela Islam dalam tiga gelombang tersebut sebagai aksi paling bermartabat dan paling damai yang menjadi cerminan sikap dan wajah muslim Indonesia terhadap dunia internasional. Demikian halnya dalam proses dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Maneger Nasution yang mengamati langsung Aksi Bela Alquran 4 November menyatakan bahwa, dunia kemanusiaan berterima kasih kepada umat Islam Indonesia. Dalam pernyataannya  yang dilansir Republika.com (Jumat/04/11/16), "Saya, dan mungkin siapa pun, yang menyaksikan lautan manusia hari ini di sekitar Monas dan Istana Medan Merdeka, pasti merinding. Muslim Indonesia telah mencontohkan pelaksanaan demonstrasi secara bermatabat,"[5]
Meski beberapa media mainstream seperti Tempo, Kompas dan Metro TV menyorot sisi yang lain, seperti wacana makar, dan aksi anarkis dari oknum yang tidak bertanggung jawab dalam aksi 411 namun ‘logika dan akal sehat publik’ tetap tidak bisa didistorsi. Hal tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kuatnya pengaruh media sosial, peranan ‘cyber army’ dan media islam online, hingga mendapat respon berupa diblokirnya beberapa situs islam menjelang aksi 411.
Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa metode, uslub ataupun washilah dakwah kini juga banyak berbeda. Perubahan struktur sosial masyarakat juga menyebabkan perubahan metode dakwah yang relevan, tepat dan efisien.



Dahulu Para Wali Songo menggunakan wasilah Wayang untuk menggalang simpatisan dan menyampaikan dakwah. Karena memang secara sosial, wasilah tersebut menjadi cara yang paling mudah, dan tepat untuk menyampaikan risalah islam kepada masyarakat yang bisa diterima dalam berbagai hierarki masyarakat.
Demikian halnya masa sekarang. Wasilah media sosial dan akses informasi ke dunia maya juga menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan. Apalagi telah terjadi pergeseran budaya literasi dan belajar masyarakat muslim  ke arah media online. Ketersediaan (baca: keberlimpahan) aplikasi berbasis digital mulai dari al-Qur’an, Kitab Tafsir, Kitab Hadits dan berbagai macam referensi, sedikit banyaknya mempengaruhi cara belajar masyarakat muslim. Sehingga untuk mengukuhkan posisi dan pentingnya saluran informasi bernafaskan islam dibutuhkan media yang bisa menjadi alternative media – media sekuler.



Meski kesadaran akan pentingnya media islam tesebut sebenarnya sudah dinampakkan dan dirintis bukan hanya pada tataran nasional. Bahkan sudah didesain dalam rekomendasi dan pertemuan di tataran dunia  internasional.
Salah satunya adalah pendirian Kantor Berita Islam yang menjadi rekomendasi pada The International Islamic Mass Media Conference Pada tanggal 1-3 september 1980,  di Jakarta, yang melahirkan Deklarasi Jakarta. Dari delapan butir deklarasi dari konferensi tersebut, salah satunya adalah pentingnya didirikannya kantor Berita Islam Dunia yang akan dimanajemeni oleh Rabithah Alam Islami.
Akan tetapi, gagasan ini tak juga kunjung terealisasi. Pada tanggal 3-5 Desember 2013, Kemenag bekerja sama dengan Rabithah Alam Islami menyelenggarakan Konferensi Media Islam yang diselenggarakan di Hotel Shangri-La Jakarta, dengan tema Media and Social Responsibility, yang menghadirkan sejumlah nara sumber dari berbagai negara Islam.
Salah satu rekomendasinya adalah adanya usulan terbentuknya televisi Islam Internasional yang berada dalam naungan Rabithah Alam Islami (Liga Islam Dunia). Konferensi ini adalah lanjutan dari konferensi yang digelar di Jakarta pada tahun 2011, dan menghasilkan rekomendasi serupa. Demikian halnya Forum Internasional untuk Media dan Komunikasi Palestina ‘Tawasul’ yang digelar di Turki selama dua hari pada 23-24 April yang membahas Perjuangan Kemerdekaan Palestina dalam transformasi Media-Media Arab.
Cita-cita membuat Kantor Berita Islam Internasional sudah berusia 36 tahun, tak juga kunjung terealisir. Ketika Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) lahir pada akhir 1990-an, salah satu rekomendasinya adalah mendirikan koran Islam berskala nasional, Republika. Dalam perjalanannya, ketika B.J. Habibie tak lagi berada di pemerintahan, koran ini pindah tangan, sahamnya dijual ke pengusaha Erick Tohir. Pelan-pelan marwahnya sebagai koran Islam pun meredup.[6]


Peran Kader Ulama
Dalam ajaran Islam, ulama menempati posisi sentral. Rasulullah SAW bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan tidak juga dirham, melainkan mereka hanya mewariskan ilmu.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah). Nabi juga memposisikan para ulama laksana bintang yang menjadi tempat umat mendapat bimbingan dan petunjuk. Sebagai pewaris Nabi, para ulama bertanggung jawab untuk menjaga dan melanjutkan Risalah Nabi. Para ulama itulah yang pertama kali harus mempertahankan dan menegakkan ajaran Tauhid.
Nabi Muhammad saw telah memberi amanah kepada para ulama untuk menjaga agama ini. Tentu saja, itu harus mereka lakukan dengan cara menjaga keilmuan Islam dengan baik. Bahkan, Rasulullah saw mengingatkan akan datangnya satu zaman yang penuh dengan fitnah dan banyaknya orang-orang jahil yang memberi fatwa. Sabda Rasulullah saw: Bahwasanya Allah SWT tidak akan mencabut ilmu dengan sekaligus dari manusia. Tetapi Allah menghilangkan ilmu agama dengan mematikan para ulama. Apabila sudah ditiadakan para ulama, orang banyak akan memilih orang-orang bodoh sebagai pemimpinnya. Apabila pemimpin yang bodoh itu ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR Muslim). Jika di masa kolonialisme klasik, pesantren menjadi pusat perlawanan kaum Muslim, maka kita berharap, di masa imperialisme modern dan liberalisasi Islam saat ini, perlawanan pemikiran itu juga muncul dari pesantren. Para ulama perlu merenungkan kembali, bagaimana Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, dan para wali lain, sukses mengislamkan tanah Jawa ini, juga mulai dari pesantren.
Tidak lain, karena metode yang diterapkan oleh para ulama sesuai dengan kondisi struktur sosial masyarakat saat itu. Rakyat Indonesia masih kuat memegang tradisi, adat dan kebudayaan. Sehingga cara yang paling tepat untuk melakukan islamisasi adalah bukan ‘merubuhkan’ tatanan kebudayaan yang ada dengan model ‘konfrontasi’ agama vis avis budaya. Namun dengan islamisasi. Islam tidak dirubah substansinya, namun diresapkan masuk ke dalam ‘ritual’ kebudayaan masyarakat. Sehingga islam tidaklah berubah, namun realitas yang diupayakan untuk bisa menerima konsep – konsep dasar islam lewat berbagai metode.
Hal itu pula tentu harus dipikirkan dalam masa sekarang. Dimana rujukan utama masyrakat adalah media. Bahkan dianggap bahwa ‘Suara Media adalah Suara Tuhan’. Sehingga apa pun yang tampil dalam media bisa menjadi model, contoh dan teladan.
Namun tentu melihat media sekarang, tujuan edukasi, informasi and kontrol sosial tidak lagi bisa berjalan sebagaimana peranan media. Kini media justru banyak yang pragmatis dan mengejar rating dengan bebagai cara. Sehingga yang menjadi korban adalah para penikmat informasi yang dicampuri dengan bumbu – bumbu yang merusak aqidah, fikrah dan akhlaq.
Begitu pula media on-line. Dimana pada media on-line bertebaran informasi – informasi yang merusak. Mengandung virus – virus aqidah, ilmu dan iman. Sehingga dakwah islam tidak boleh kalah dalam mempromosikan risalah islam. Kini banyak bertebaran situs-situs yang mempromosikan LGBT (aruspelangi.org dan melela.org) dan pemikiran menyimpang lainnya yang menjadi referensi masyarakat dalam masalah – masalah tersebut.
Sehingga, disinilah pentingnya kader – kader ulama dalam mengatasi informasi yang menyimpang. Kader – kader ulama tentu diharapkan menajdi pionir yang tampil dalam berbagai media untuk menjawab persoalan dan kasus – kasus aktual dalam perspektif islam.
Saat ini, potensi berbagai kader yang terbagi dalam berbagai program studi sangat potensial untuk membangun gerakan bersama dalam sebuah situs online. Program Kaderisasi 1000 Ulama yang telah dilaksanakan mulai tahun 2007 sudah menjaring Jenjang S3 sebanyak 40 orang dan 18 orang diantaranya telah dinyatakan lulus. Serta Jenjang S2 sebanyak 208 orang dan 129 orang diantaranya telah dinyatakan lulus.[7]


Khatimah
Peserta KSU merupakan kader – kader terbaik dari berbagai  ormas Islam. Sehingga ke depan bisa diharapkan mengemban amanah sebagai pemimpin umat dengan ilmu dan muwashafat ilmiyah serta menguasai wacana – wacana aktual di bidangnya. Sehingga bisa menjadi rujukan umat.
Karena itu, keberadaan kader – kader potensial tersebut dapat mengelola secara bersama dengan dakwah bi al-lisan dan bi al-qolam dalam sebuah situs yang professional yang memuat gagasan – gagasan ‘fresh’ atau ide – ide segar dari generasi muda, kader – kader ulama.
Web tersebut diformat dalam dua grand gerakan utama, yaitu ilmu dan informasi. Ilmu, maksudnya bahwa situs tersebut menjadi wadah penyebaran hasil asah daya nalar dan intelektualitas para kader dan kontributor lewat berbagai masalah – masalah aktual yang terjadi di masyarakat. Yang kedua, Informasi. Maksudnya, situs tersebut dikelola dengan memuat berbagai berita dakwah islam. Sekaligus sebagai sarana strategi ‘penokohan’ untuk mempromosikan figure – figure dai dan aktivis, serta kader ulama – ulama muda dalam berbagai kontribusinya.
Tema utama situs dapat direduksi ke dalam empat kajian utama. Pendidikan, Ekonomi, Pemikiran dan Politik Islam. Keempat tema itu dipilih dengan alasan bahwa belum ada satu pun situs islam yang konsisten mempromosikan tema – tema pendidikan islam sebagai alternatif pendidikan sekuler sebagai tema perjuangan utama. Begitu pula Ekonomi dan Politik Islam. Ada perjuangan dengan lisan dan tulisan melawan gerakan – gerakan sekulerisasi danliberalisasi. Hal itu disebutkan dalam hadits,        Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan kalian (HR Ahmad III/124, an Nasa’i VI/7 dan Al-Hakim II/81 dari jalan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dengan sanad sahih).



Sampai saat ini, sependek pengetahuan penulis, situs – situs islam masih lebih banyak berorientasi pada berita.[8] Belum banyak yang berisi kajian ilmiah yang merupakan hasil dari riset sosial dan kajian pustakan yang serius namun dalam bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Termasuk dalam persoalan politik Islam, belum ada yang terlihat menampilkan pemikiran – pemikiran politik yang lebih nyata dan bisa diterapkan dalam konteks politik islam dan Indonesia. Sehingga dengan empat kajian tersebut, ada edukasi yang serius kepada ummat tentang pentingnya pendidikan Islam, pentingnya ekonomi Islam dan prakteknya dalam berbagai dimensi, seperti perbankan dan perzakatan. Begitu pula politik islam. Diharapkan ada edukasi politik yang memadai. Agar umat bisa mengerti bagaimana posisi dan peran politik islam di Indonesia (wallohu a’lam bi ash-showab).


Dibawakan pada acara Monitoring dan Evaluasi Peserta KSU 2014
di Gedung Menara Dakwah DDII Jakarta Pusat,
Kamis, 29 Desember 2016


[1] Lihat: https://id.techinasia.com/idc-penjualan-smartphone-2015
[2] APJII bekerja sama dengan Lembaga Polling Indonesia untuk melakukan survei tersebut. Proses survei dilakukan melalui tatap muka dengan metode multistep random sampling atau secara bertahap. (Lihat: http://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.di.indonesia.capai.132.juta.)
[3] http://news.okezone.com/read/2014/10/19/337/1054227/adryan-fitra-sosok-di-balik-sukses-jokowi
[4] http://www.jembermu.com/2016/09/jihad-informasi-muhammadiyah.html
[5] http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/11/04/og4c9e361-komnas-ham-aksi-4-november-demo-paling-bermartabat
[6] http://www.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/08/15/99388/jihad-media.html
                         [7] http://pusat.baznas.go.id/rumah-dakwah-baznas/
[8] Salah satu situs yang menjadi fundamen utama penyokong pembangunan sebuah Yayasan di Yogyakarta adalah Rumaysho.com yang berhasil menyalurkan dana sebesar 19,3 Miliyar selama setahun dimana sebagian besarnya didapatkan melalui situs tersebut.

No comments:

Post a Comment

 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang