Cari

GENERASI 554 DALAM AKSI 212

Wednesday, 21 December 2016




 Tulisan 212 tergores lebar di dadanya yang terbuka. Di tangan kanannya tergenggam kapak berkepala naga. Pakaiannya putih, dengan rambut terurai hingga bahunya. Tak lupa, kepalanya diikat dengan balutan kain putih. Dialah Pahlawan di layar kaca era 90-an, Wiro Sableng.

Pada masa itu, angka 212 sangat erat dikaitkan dengan tokoh tersebut. Meskipun fiktif, ia sangat digemari oleh remaja dan anak – anak. Bahkan beberapa anak SD, SMP hingga SMA rela mencoreti dada atau lengannya dengan angka 212 menggunakan pulpen.




Namun kini, Pasca Aksi Super Damai yang digelar di Monas Jakarta Pusat kemarin, angka itu berubah dalam benak kita. 212 kemudian berubah menjadi simbol gerakan perlawanan dengan ibadah dan doa. Tanpa anarkisme, kekerasan, dan ancaman.
Aksi Super Damai 212 dengan dzikir, doa dan shalat jumat memiliki banyak wajah. Salah satu diantaranya bahwa Aksi 212 merupakan penampakan dari peran ulama dalam menjaga, membimbing dan mengarahkan umat. Para ulama terbukti berhasil membimbing dan mengatur jalannya aksi. Meski massa yang berjuta, kondisi menjadi aman, terkendali, dan bersih seperti sediakala.
Selain itu para ulama di NKRI terbukti berhasil dalam menjaga hubungan yang baik dan harmonis dengan para pemimpin atau umara’. Bapak Presiden, Joko Widodo beserta seluruh jajarannya, hingga Kapolri dan Panglima TNI berhasil diajak duduk dalam sebuah ‘forum raksasa’ untuk menyampaikan aspirasi mereka dalam penegakan hukum dan keadilan untuk NKRI.
Hampir semua media meliput aksi tersebut, serta menampilkan pemberitaan kepada publik, bahwa aksi tersebut sangat sukses dan bermartabat. Sangat susah untuk mengingkarinya.
Dan tentu, di atas semua itu, kita sebagai warga negara Indonesia patut berbangga. Bahwa Islam telah hadir dalam denyut nadi peradaban bangsa ini. Islam juga menjadi ruh spiritual bagi bangsa ini. Dan wajah islam semakin mantap di hadapan semua pemeluk agama, suku dan ras untuk seluruh negeri ini dengan wajah rahmatan lil ‘aalamin. Islam yang damai dalam persatuan dan bersatu dalam kedamaian.
Sekali lagi, kita akan sangat bangga menjadi bagian dari umat Islam di Indonesia. Menjadi pembela al-Qur’an yang menyuarakan penegakan hukum dan keadilan. Kita menuntut agar setiap penista agama dihukum dengan sanksi yang setimpal. Sebab bangsa dan negara yang merupakan karunia dari Allah Subhanahu Wa ta’ala, harus dijaga dan dirawat. NKRI tidak boleh kalah dengan setiap gerakan – gerakan yang ingin memisahkan diri. Bahkan membuat bangsa ini sama nasibnya dengan bangsa – bangsa Timur Tengah yang dilanda dengan peperangan, konflik dan kerugian jiwa dan material.

Generasi 554
Masa orde baru kita telah lewati. Pada masa itu, tekanan akan gerakan – gerakan islam sangatlah besar. Hingga kajian, ta’lim, tarbiyah dan aktivitas keagamaan, selalu menjadi objek pantauan para intelijen.
Namun, setelah masa Reformasi bergulir, dakwah Islam bisa bernafas lebih lega. Udara kebebasan dan demokrasi dinikmati oleh gerakan – gerakan Islam. Meski juga menjadi jalan mudahnya berkembang aliran – aliran sesat di bumi Indonesia.
Dan perjuangan para aktivis Dakwah, Kiyai, Ulama dan Habaib jauh sebelum masa Reformasi kita telah rasakan. Umat Islam lebih dewasa melihat Bangsa dan Negara. Umat Islam bisa lebih paham akan pentingnya siyasah, serta persatuan. Dan puncaknya –masa ini- adalah Aksi 411 dan 212 kemarin.


Tentu, kita tidak akan melihat gerakan massa yang banyak, yang dikomandoi oleh GNPF – MUI dengan kinerja yang sangat rapi dan terencana, para peserta aksi berduyun – duyun datang menuju monas. Dari semua kalangan hadir menggelar sajadah di jalan – jalan. Mereka semua bergerak dengan ketaatan dan arahan para pemimpin mereka.
Semua itu, tidak lain adalah karena buah dari pendidikan yang membentuk kepribadian mereka. Para peserta aksi 212 adalah hasil dari perjuangan yang panjang pendidikan umat. Perjuangan ‘Tarbiyah Islamiyah’ yang dikerjakan dengan sungguh – sungguh dan ikhlas.
Kita tidak akan melihat ratusan orang yang bergerak dari Ciamis menuju monas, menempuh perjalanan lebih dari 2 hari, jika mereka semua lahir dari pendidikan sekuler yang tidak mengenal agama dan Tuhan. Sebab dari Tarbiyah Islamiyah, aqidah akan dipupuk. Serta yang juga tak kalah pentingnya adalah iman.
Dalam pendidikan sekuler yang selama ini dijalani oleh sebagian besar generasi kita, telah memisahkan akal dan hatinya. Jiwa dan raganya tampil dalam wajah yang berbeda. Sehingga kita tidak jarang melihat orang – orang yang pandai dan cerdas namun tidak tahan godaan korupsi. Sebab iman yang ‘minimalis’ yang disemai dalam pendidikan sekuler.
Iman yang kokoh adalah ciri generasi yang lahir dari pendidikan Islam yang benar. Iman adalah kata kunci yang membuka pemandangan Aksi 212 yang penuh khidmat dan khusyu’. Imanlah yang menghiasi hati para peserta Aksi 212 hingga mereka merasakan getaran yang tidak bisa dipahami oleh orang – orang sekuler. Sebab aksi, demonstrasi, atau pun makar dalam kaca mata sekuler, selalu dimuati dengan politik praktis, dan didorong oleh janji – janji materi.
Dalam kacamata iman, jauh berbeda. Iman mampu menangkap objek ilmu yang tidak bisa diperoleh akal – akal sekuler. Iman mampu melihat makna yang lebih dalam dari sekedar kata – kata, “Dibohongi pakai al-Maidah 51”. Iman itulah yang terus ditumbuhkan dengan siraman tarbiyah islamiyah. Hingga menjadi pohon raksasa, dengan akar yang menghujam ke bumi. Dan cabang – cabang yang tinggi nan kokoh. Iman yang menjadikan kasih sayang sesama muslim dan tegas kepada orang – orang kafir.
Generasi inilah yang disebutkan oleh Allah Azza Wajalla, dalam al-Qur’an, al-Maidah: 54.
Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci”.
Generasi yang tampil, bergerak membela al-Qur’an, mencintai saudara dan bangsanya, serta menuntut keadilan dengan cara yang konstitusional. Generasi 5:54.

No comments:

Post a Comment

 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang