Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
(Tuhan). (QS : An-Nahl : 120)
Ibrahim ‘Alalihissalam, sosok teladan yang
sempurna, Bapak para Nabi sekaligus Khalilurrahman (Kekasih Ar-Rahman). Allah
berulang kali memujinya dalam Al-Qur’an dan menyatakan Nabi Ibrahim sebagai
orang yang tidak mempersekutukan Allah, orang yang bersyukur, orang pilihan
Allah, dan telah ditunjuki jalan yang lurus, diberi kebaikan di dunia, serta
termasuk orang shaleh di akhirat kelak (surah Al-Baqarah, An-Nahl, Maryam,
dll). Bahkan dalam Al-Qur’an Allah bersabda “Dan bacakanlah kepada mereka kisah
Ibrahim (QS : Asy-Syuaraa: 69)”. Menunjukkan bahwa dalam setiap episode kisah
yang telah Allah dan RasulNya ceritakan tentang Nabi Ibrahim selalu mengandung
hikmah besar yang dapat dijadikan ibrah dalam kehidupan manusia.
Jika kita membuka lipatan sejarah Nabi Ibrahim,
sangat pantas beliau digelari Sang Bapak Tauhid. Ada tiga episode yang
mengantar beliau pada sebuah kisah menakjubkan. Kisah kesempurnaan jiwa. Puncak
ihsan dan tawakkal.
Perjalanan kehidupan manusia ternyata adalah usaha
untuk mencari jalan kebenaran. Jalan itu hanya satu. Dan yang berlawanan
dengannya tidak terhitung jumlahnya.
153. dan bahwa (yang Kami perintahkan ini)
adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain)[1],
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
Nabi Ibrahim berhasil membuktikan, bahwa
sebenarnya manusia bisa mampu meraih derajat terdekat di sisi Rabb mereka
menjadi Kekasih. Ya, Kekasih. Kedudukan itulah yang membuat seorang manusia
merasakan kebahagiaan paripurna. Dan dengannya hidupnya terlengkapi dari semua
sisi. Ibrahim alaihissalam menunjukkan bahwa ada pendakian dan perjalanan
panjang yang manusia harus jalani. Pendakian dan perjalanan secara fisik, dan juga
secara maknawi. Tidak mudah, panjang dan melelahkan. Menguras tenaga, waktu dan
bekal. Mereka yang berubah niatnya dalam perjalanan itu akan tergiur di tempat
persinggahan bernama dunia yang fana. Hingga mereka lupa akan daarul qaraar.
Ibrahim Alaihissalam berhasil menorehkan
catatan sejarah, bahwa seperti itulah hidup yang sebenarnya. Menyucikan diri
dari niat, dan tekad yang hina. Membebaskan diri dari ketergantungan kepada
makhluk. Dan melengkapi jiwa dengan fadha’il akhlaq. Keberanian, ilmu, dan
kecerdasan.
Tidak hanya untuk diri beliau, tapi lingkungan
yang ditempatinya. Beliau sucikan dari noda-noda syirik. Beliau arahkan
keyakinan umatnya kepada keyakinan yang suci dan murni. Jiwa mereka
dibersihkan. Akal mereka dibuka. Dan
semua itu dengan metode terbaik dalam memperjuangkan argumen tauhid. Di hadapan
penguasa, rakyat awam, sampai ayah yang dari tulang sulbinya ia dilahirkan.
Tidak hanya kekuasaan yang beliau hadapi, bahkan
sampai orang bodoh. Bukan saja orang asing, tapi keluarganya sendiri. Bukan
saja bui, bahkan sampai bara api beliau lewati.
Semua itu adalah tanda kesempurnaan jiwa. Pikiran
yang matang. Dan syahwat yang tertundukkan. Hingga setiap molekul darah dalam
tubuh beliau bergetar tunduk kepada Allah, yang maha menggerakkan.
Episode Babilonia : Mensucikan Diri dan Lingkungan dari Berhala Kayu
dan Bebatuan
Tahun 2.295 SM, Kerajaan Babilon diperintah oleh
seorang raja yang bengis dan zalim, Namrudz bin Kan'aan. Ia memerintahkan
prajuritnya dan begitu tega untuk membunuh semua bayi yang dilahirkan di tempat
ini, begitu pula golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan selama
setahun. Karena kekhawatirannya akan mimpinya. Seorang anak akan menggoncang
kekuasaannya.
Pada suatu Istri Aazar, melahirkan anak dan sadar
sekiranya diketahui Namrudz yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh.
Dalam ketakutan, ibu Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam
sebuah gua yang bersebelahan. Selepas itu, dia memasukkan batu-batu kecil dalam
mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang diri. Seminggu kemudian, dia
bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat Ibrahim masih
hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu
dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Ibrahim telah
membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibu
bapaknya berani membawanya pulang ke rumah mereka.
Setelah beranjak remaja, Ibrahim diperintahkan
ayahnya berkeliling kota untuk menjajakan patung-patung buatannya. Saat itu, kepercayaan
akan tuhan dan tawassul yang rusak telah tersebar. Allah tidak lagi
disembah sesuai haknya. Ia telah disandingkan dengan tandingan-tandingan yang
tak pantas untuk disandingkan dengan-Nya. Namun, karena iman dan tauhid yang
telah ditumbuhkan Allah dalam sanubarinya, ia dengan akhlaq terbaik menerima
perintah Ayahnya, ia melakukan Direct Selling, bertemu pelanggan
langsung, namun produknya distandarisasi promosi yang benar. Beliau
menjajakannya dengan Tagline "Siapa yang akan membeli patung-patung
yang tidak berguna ini?". Persis Banner peringatan rokok untuk setiap iklannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir dengan sanad shahih
dari Jarikh pada firman Allah: "Ketika Ibrahim berkata pada ayahnya azar[2],
74. Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata
kepada bapaknya, Aazar[3],
"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." (Al
An'aam 6:74)
Nabi Ibrahim paham bahwa kewajiban pertama yang
harus ia lakukan ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat
kepadanya. Kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah
perbuatan yang sesat dan bodoh. Ia mengerti bahwa penyembahan ayahnya adalah
kekeliruan yang harus untuk diluruskan.
Dengan ketinggian adab anak terhadap orang tuanya
dan dengan kata-kata yang halus ia menyampaikan bahwa ia diutus oleh Allah
sebagai nabi dan rasul. Ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang
tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut. Beliau
membuka pikiran orang tuanya agar sadar bahwa berhala-berhala tidak berguna
sedikit pun, dan tidak mendatangkan keuntungan atau mencegah kerugian. Ia
berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya
berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang
menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan
kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Mendengar argumennya, muka Aazar menjadi merah padam.
matanya melotot yang mengajaknya meninggalkan kepercayaan yang sudah mendarah
daging di tubuhnya. Ia marah dan memaki dengan nada gusar: "Hai
Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan penyembahanku? Dan
kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya?
Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau
tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan
usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau
dari rumahku ini. Aku tidak sudi tinggal bersama denganmu di dalam suatu rumah
di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan
batu dan mencelakakan engkau."
Namun, ujian itu beliau lewati. Beliau mungkin
saja tidak berhasil memabuat ayahnya berubah ideologi. Namun keberhasilan
sebenarnya adalah ketika ideologi tauhid telah disampaikan. Ideologi islam,
telah dijaharkan. Karena itu adalah fase baru untuk memulai perjuangan baru di medan
yang lebih menantang.
[1] Maksudnya: janganlah kamu mengikuti
agama-agama dan kepercayaan yang lain dari Islam.
[2] Diantara mufassirin berpendapat bahwa azar bukan
ayahnya namun pamannya. Al-Qur'an hanya menjelaskan bahwa Ibrahim adalah putra
Aazar, ayah Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah
berhala, ia adalah pembuat dan pedagang patung-patung yang dibuat dan
dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang dijadikan
persembahan.
[3] Di antara mufassirin ada yang
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Abiihi (bapaknya) ialah pamannya.
[4] Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah
binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.
No comments:
Post a Comment