Cari

3 EPISODE TAUHID (1)

Friday, 3 October 2014



Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).    (QS : An-Nahl : 120)

Ibrahim ‘Alalihissalam, sosok teladan yang sempurna, Bapak para Nabi sekaligus Khalilurrahman (Kekasih Ar-Rahman). Allah berulang kali memujinya dalam Al-Qur’an dan menyatakan Nabi Ibrahim sebagai orang yang tidak mempersekutukan Allah, orang yang bersyukur, orang pilihan Allah, dan telah ditunjuki jalan yang lurus, diberi kebaikan di dunia, serta termasuk orang shaleh di akhirat kelak (surah Al-Baqarah, An-Nahl, Maryam, dll). Bahkan dalam Al-Qur’an Allah bersabda “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim (QS : Asy-Syuaraa: 69)”. Menunjukkan bahwa dalam setiap episode kisah yang telah Allah dan RasulNya ceritakan tentang Nabi Ibrahim selalu mengandung hikmah besar yang dapat dijadikan ibrah dalam kehidupan manusia.

Jika kita membuka lipatan sejarah Nabi Ibrahim, sangat pantas beliau digelari Sang Bapak Tauhid. Ada tiga episode yang mengantar beliau pada sebuah kisah menakjubkan. Kisah kesempurnaan jiwa. Puncak ihsan dan tawakkal.
Perjalanan kehidupan manusia ternyata adalah usaha untuk mencari jalan kebenaran. Jalan itu hanya satu. Dan yang berlawanan dengannya tidak terhitung jumlahnya.
153. dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)[1], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
Nabi Ibrahim berhasil membuktikan, bahwa sebenarnya manusia bisa mampu meraih derajat terdekat di sisi Rabb mereka menjadi Kekasih. Ya, Kekasih. Kedudukan itulah yang membuat seorang manusia merasakan kebahagiaan paripurna. Dan dengannya hidupnya terlengkapi dari semua sisi. Ibrahim alaihissalam menunjukkan bahwa ada pendakian dan perjalanan panjang yang manusia harus jalani. Pendakian dan perjalanan secara fisik, dan juga secara maknawi. Tidak mudah, panjang dan melelahkan. Menguras tenaga, waktu dan bekal. Mereka yang berubah niatnya dalam perjalanan itu akan tergiur di tempat persinggahan bernama dunia yang fana. Hingga mereka lupa akan daarul qaraar.
Ibrahim Alaihissalam berhasil menorehkan catatan sejarah, bahwa seperti itulah hidup yang sebenarnya. Menyucikan diri dari niat, dan tekad yang hina. Membebaskan diri dari ketergantungan kepada makhluk. Dan melengkapi jiwa dengan fadha’il akhlaq. Keberanian, ilmu, dan kecerdasan.
Tidak hanya untuk diri beliau, tapi lingkungan yang ditempatinya. Beliau sucikan dari noda-noda syirik. Beliau arahkan keyakinan umatnya kepada keyakinan yang suci dan murni. Jiwa mereka dibersihkan. Akal mereka dibuka.  Dan semua itu dengan metode terbaik dalam memperjuangkan argumen tauhid. Di hadapan penguasa, rakyat awam, sampai ayah yang dari tulang sulbinya ia dilahirkan.
Tidak hanya kekuasaan yang beliau hadapi, bahkan sampai orang bodoh. Bukan saja orang asing, tapi keluarganya sendiri. Bukan saja bui, bahkan sampai bara api beliau lewati.
Semua itu adalah tanda kesempurnaan jiwa. Pikiran yang matang. Dan syahwat yang tertundukkan. Hingga setiap molekul darah dalam tubuh beliau bergetar tunduk kepada Allah, yang maha menggerakkan.

Episode Babilonia : Mensucikan Diri dan Lingkungan dari Berhala Kayu dan Bebatuan
Tahun 2.295 SM, Kerajaan Babilon diperintah oleh seorang raja yang bengis dan zalim, Namrudz bin Kan'aan. Ia memerintahkan prajuritnya dan begitu tega untuk membunuh semua bayi yang dilahirkan di tempat ini, begitu pula golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan selama setahun. Karena kekhawatirannya akan mimpinya. Seorang anak akan menggoncang kekuasaannya.
Pada suatu Istri Aazar, melahirkan anak dan sadar sekiranya diketahui Namrudz yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang bersebelahan. Selepas itu, dia memasukkan batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang diri. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat Ibrahim masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibu bapaknya berani membawanya pulang ke rumah mereka.
Setelah beranjak remaja, Ibrahim diperintahkan ayahnya berkeliling kota untuk menjajakan patung-patung buatannya. Saat itu, kepercayaan akan tuhan dan tawassul yang rusak telah tersebar. Allah tidak lagi disembah sesuai haknya. Ia telah disandingkan dengan tandingan-tandingan yang tak pantas untuk disandingkan dengan-Nya. Namun, karena iman dan tauhid yang telah ditumbuhkan Allah dalam sanubarinya, ia dengan akhlaq terbaik menerima perintah Ayahnya, ia melakukan Direct Selling, bertemu pelanggan langsung, namun produknya distandarisasi promosi yang benar. Beliau menjajakannya dengan Tagline "Siapa yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini?". Persis Banner peringatan rokok untuk setiap iklannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir dengan sanad shahih dari Jarikh pada firman Allah: "Ketika Ibrahim berkata pada ayahnya azar[2],
74. Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar[3], "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." (Al An'aam 6:74)     
Nabi Ibrahim paham bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya. Kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Ia mengerti bahwa penyembahan ayahnya adalah kekeliruan yang harus untuk diluruskan.
Dengan ketinggian adab anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia menyampaikan bahwa ia diutus oleh Allah sebagai nabi dan rasul. Ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut. Beliau membuka pikiran orang tuanya agar sadar bahwa berhala-berhala tidak berguna sedikit pun, dan tidak mendatangkan keuntungan atau mencegah kerugian. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Mendengar argumennya, muka Aazar menjadi merah padam. matanya melotot yang mengajaknya meninggalkan kepercayaan yang sudah mendarah daging di tubuhnya. Ia marah dan memaki dengan nada gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan penyembahanku? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi tinggal bersama denganmu di dalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."
Namun, ujian itu beliau lewati. Beliau mungkin saja tidak berhasil memabuat ayahnya berubah ideologi. Namun keberhasilan sebenarnya adalah ketika ideologi tauhid telah disampaikan. Ideologi islam, telah dijaharkan. Karena itu adalah fase baru untuk memulai perjuangan baru di medan yang lebih menantang.



[1] Maksudnya: janganlah kamu mengikuti agama-agama dan kepercayaan yang lain dari Islam.
[2] Diantara mufassirin berpendapat bahwa azar bukan ayahnya namun pamannya. Al-Qur'an hanya menjelaskan bahwa Ibrahim adalah putra Aazar, ayah Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah pembuat dan pedagang patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan.
[3] Di antara mufassirin ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Abiihi (bapaknya) ialah pamannya.
[4] Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri. 

No comments:

Post a Comment

 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang