Abu Fath el_Faatih
Allahu akbar…allahu akbar….!!! Laailaha illlallah wallahu
akbar. Allahu akbar walillahilhamd !!!
Gema takbir mengumandang ke
seluruh penjuru jagad. Seruan kemenangan sahut-menyahut. Berbalas dari satu
surau, masjid ke suru dan masjid yang lain. Manusia malam itu menyambuat hari
raya tahunan diantara dua hari raya. Iedul fithri. Hari kembali suci atau
kembali makan kata para ulama.
Malam itu diteriakkan ke angkasa,
takbir memenuhi langit. Membumbung mengangkasa dari timur ke barat. Malam itu dipenuhi suka dan cita, namun
juga dengan haru dan kekhusyu’an. Atau mungkin penyesalan, akan berlalunya
bulan yang penuh ampunan.
Hanya saja tidak sedikit pula yang
menodainya. Sepuluh hari terakhir yang seharusnya disungguhi dengan ibadah
menanti datangnya lailatul qadr. Akan tetapi dilewati dengan maksiat.
Bermain domino, majelis sia-sia, atau bahkan dengan kemaksiatan yang jauh lebih besar kedurhakaannya kepada
allah azza wa jalla.
“…Sungguh
celaka orang masuk ramadhan, kemudian keluar (dalam keadaan) tidak terampuni
dosa-dosanya…” (HR. Tirmidzi dari Abu Huraerah)
Takbir, Allahu akbar !, Allah
maha besar !. adalah sebuah seruan kemenangan. Teriakan para pemenang yang
telah melalui ramadhan dengan jihad terhadap seluruh thagut. Serta
perjuangan melawan syahwat dan syubhat sebagai senjata syaithan, pintu
penghancur manusia. Sebuah tanda bagi orang-orang beriman yang telah bertarung
melawan dan menundukkan musuh mereka.
Takbir, adalah ucapan membesarkan
nama allah. Karena memang hanya Dia yang maha besar. Yang lain, baginya adalah
kecil, tidak ada yang menyamai kekuasaan dan kebesaran-Nya. Seruan takbir
adalah seruan bagi para petarung sejati. Yang telah bertarung dengan pengorbanan,
diri, harta dan waktunya. Karena diajarkan untuk menjadi hamba-hamba sejati.
Puasa, mengajarkan kita untuk tidak menyembah makanan. Yang dengannya kita
menahan diri atasnya. Shalat mengajarkan kepada kita untuk tidak menyembah pekerjaan,
yang dengannya kita lalai dari waktu. Dan zakat mengajarkan kepada kita untuk
tidak menyembah harta. Sehingga sifat bakhil dibersihkan mewakili penyucian
harta dan jiwa kita.
Oleh Karena itu, umat islam
memang pantas untuk bertaktbir. Akan tetapi, takbir itu bukanlah sebuah takbir
biasa. Bukan hanya sekedar tanda. Karena kemenangan bukanlah terletak di akhir
ramadhan. Jika kemenangan itu hanya diakhir ramadhan, maka orang-orang, hanya
akan menjadi hamba-hamba ramadhan. “Kun rabbaniyyan, walaa takun ramadhaniyyan
!”. Jadilah hamba-hamba yang rabbani, dan jangan menjadi hamba-hamba
ramadhan, yang hanya beribadah dalam bulan ramadhan.
Sewaktu Rasulullah saw meninggal,
umar, kekasih beliau tidak menerima kenyataan itu. Beliau lupa diri dan saking
sedihnya, beliau marah kepada orang yang mengatakan rasulullah saw telah
meninggal. Beliau keluar dari rumahnya menghunus pedang, dan mengatakan “Siapa
yang mengatakan Rasulullah saw telah meninggal, maka akan aku penggal lehernya
!”. Semua sahabat tidak ada yang berani mendekati beliau. Hanya Abu Bakar yang
berani mendatanginya dan berkhutbah di depan sahabat. Beliau menasihati umar
dan membacakan satu ayat dalam al-qur’an,
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul,
sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[1].
Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur (QS Ali Imran: 144)
Mendengarkan itu, umar pun sadar dan melemas seluruh badannya. Kemudian Abu
bakar mengatakan, “Katakanlah, siapa
yang menyembah muhammad, sesungguhnya ia telah meninggal. Dan siapa yang
menyembah allah, sesungguhnya allah maha hidup dan tidak akan pernah mati”.
Karena itu, kita juga mengatakan, “Barangsiapa yang menyembah ramadhan,
maka katakanlah sesungguhnya ramadhan telah berlalu. Dan barangsiapa yang menyembah
allah, sesungguhnya allah maha hidup dan tidak akan pernah mati. Sembahlah
allah, dan jangan menyembah ramadhan. Atau mungkin hanya menyembah allah di
bulan ramadhan”.
Kemenangan hakiki bukanlah diraih dengan hanya berjuang dalam satu waktu
tertentu. Tapi kemenangan adalah ketika kita mampu untuk terus berjuang. Ketika
kita menang, kita mampu mempertahankannya dan tetap mempertahankan sifat
positif. Jika kita kalah, justru menjadi motivasi untuk bekerja dan berubah.
Seruan, “allahu akbar !!!” adalah seruan untuk terus berjuang dalam pertarungan.
Seruan untuk istiqamah dalam kebaikan dan ibadah. Seruan untuk dapat terus
mempertahankan kualitas dalam mengagungkan alla azza wa jalla, kapan dan di
manapun. Seruan menjadi orang-orang terbaik. Para pemenang yang terus berjuang
tak kenal waktu dan tempat. Di manapun ia menegakkan tiang ubudiyahnya. Dan menjaga
pilar penyembahannya kepada yang maha disembah.
Seruan takbir, seharusnya bukan hanya diucapkan. Hanya dikumandangakan
dengan iringan bedug dan iring-iringan mobil pick-up berdekorasi model
masjid yang diarak keliling kota. Seruan takbir bukan hanya sekedar perayaan tahunan
yang diwakili oleh pakaian baru. Tapi takbir sesungguhnya adalah teriakan yang
menghujam ke dasar hati yang menguatkan tekad untuk siap menaklukkan musuh dan seluruh
yang menghalangi diri kita dalam memenangkan agama-Nya.
Itulah seruan kemenangan sejati. Takbir yang menguatkan azam, dan kemajuan
untuk terus berbuat dan bergerak. Memberantas segala bentuk kemunkaran. Menegakkan
mizan keadilan dan menjadi obor yang menerangi di tengah gelapnya negeri yang
menanti petaka zaman.
Allahu akbar !!!, adalah seruan untuk terus berjuang. Hingga tetesan
keringat para muslihin menjadi penyegar dalam berusaha memperbaiki apa yang
telah dirusak manusia. Seruan para mujahid yang menggetarkan hati dan
menghantam dada-dada musuh allah hingga merontokkan seluruh nyalinya dan
meninggalkan ketakutan. Saat darah sudah menjadi penyejuk yang menetesi ubun-ubun
mereka dalam menjaga di perbatasan. Seruan Allahu akbar !!!, adalah seruan para
ulama yang menikmati tumpukan-tumpukan buku, hingga tak sadar fajar telah terbit.
Saat tetesan tinta telah membasahi lembaran-lembaran ribuan kitab yang menjadi
saksi sejarah sebuah peradaban besar. Sebuah seruan yang tersirat dari
Kalamullah,
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qä9$s% $oY/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# wr& (#qèù$srB wur (#qçRtøtrB (#rãϱ÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. crßtãqè? ÇÌÉÈ
30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami
ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat
akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan
janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah
dijanjikan Allah kepadamu."
Jeneponto, 22
Agustus 2012
Pkl. 22.00
wita
Melepas lelah menempuh
udara dari bumi Lancang Kuning
Mengumpulkan
kembali semangat berjuang …
[1] Maksudnya: Nabi
Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul.
Rasul-rasul sebelumnya telah wafat. Ada yang wafat karena terbunuh ada pula
yang karena sakit biasa. Karena itu Nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat
seperti halnya rasul-rasul yang terdahulu itu. Di waktu berkecamuknya perang
Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh. Berita ini
mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan
kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik
mengatakan bahwa kalau Nabi Muhammad itu seorang Nabi tentulah dia tidak akan
mati terbunuh. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menenteramkan hati kaum
muslimin dan membantah kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab
Jihad). Abu Bakar r.a. mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan
di kalangan para sahabat di hari wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. untuk
menenteramkan Umar Ibnul Khaththab r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya
tentang kewafatan Nabi itu. (Sahih Bukhari bab Ketakwaan Sahabat).