Abu Fath
el_Faatih
Nabi Ibrahim As
ketika dilemparkan oleh pasukan Raja Namrud ke dalam api, didatangi oleh
malaikat jibril as. Ia datang kepada beliau memberikan sebuah tawaran pertolongan.
Beliau dilemparkan dengan sebuah pelontar besar. Pelontar itu ditarik oleh
beberapa orang, dan dilepaskan secara bersamaan, sehingga nabi Ibrahim melambung
menuju kumpulan kayu yang tengah berkobar. Di atas udara terjadi percakapan beliau
bersama Jibril As.
“Maukah engkau
mendapatkan pertolongan wahai Ibrahim ?”, kata malaikat jibril. “Ya, tentu saya
butuh pertolongan”, kata beliau dengan tenang. “Akan tetapi jika pertolongan
itu darimu, saya tidak membutuhkannya”, tandas nabi Ibrahim as. Beliaupun
membaca, “Hasbunallah wa ni’mal wakiil, walaa haula walaa quwwata illah
billah”. “Cukuplah allah bagiku, dan sebagai penolongku, wa tidak ada daya dan
upaya kecuali dari-Nya”, seraya Nabi Ibrahim berdoa mengangkat tangannya.
-----------------------
Penggalan kisah
di atas menjadi sebuah pelajaran bagi kita bagaimana tawakkal serta penyerahan
diri yang sempurna dari seorang Bapak
Tauhid, nabiullah-khalilullah Ibrahim as. Di saat-saat yang sempit, penuh
dengan tekanan. Saat seakan tidak ada lagi tempat meminta perlindungan, masih saja
Nabi Ibrahim as mengingat allah. Menjadikan-Nya sebagai sandaran akan apa yang
terjadi terhadap diri beliau. Saat itu adalah masa sulit, dan merupakan ujian
yang berat. Namun karena kesempurnaan keimanan dan tawakkal dari nabi Ibrahim
As, beliau diselamatkan oleh Allah dari Bara Api yang menyengat.
Di dalam bara
itu, Allah azza wa jalla berfirman, “Kunii bardan wa salaman ‘alaa Ibrahim”,
“wahai api, dinginlah dan menjadi keselamatanlah Bagi Ibrahim” (QS
Al-Anbiya:69). Maka api api yang menyala setinggi bukit itu tidak melukai tubuh
nabi Ibrahim as secuil pun dari kulit beliau, Sedikit pun beliau tidak
merasakan panas. Justru malah api itu menjadi dingin, dan selamatlah Ibrahim
dari keangkuhan Raja Namrud yang dzalim.
---------------------
Kehidupan ini
pada hakikatnya adalah ujian keimanan. Cobaan, atau fitnah adalah sebuah
kemestian. Namun dengan ujian itu, kualitas keimanan seorang hamba akan dilihat
oleh allah azza wa jalla. Dalam al-qur’an allah swt menegaskan :
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka
tidak diuji lagi?”(QS Al-Ankabut:2)
Ujian adalah
sebuah masa untuk membuktikan apakah seorang manusia jujur dengan keimanannya
atau tidak. Apakah ia adalah orang yang berkata kami telah beriman, namun
setelah ujian itu datang, ia ternyata tak mampu mempertahankan komitmennya. Hingga
akhirnya menjadi orang-orang yang berdusta dengan keimanannya. Seseorang
mungkin dapat menjalankan syariat, dan konsisten dengannya selama masa yang
mudah. Namun, semua itu bisa terbukti hanya ketika cobaan datang kepadanya. Di
saat ia dalam kondisi yang sulit, ia masih mampu untuk menunjukkan, bahwa
ia-lah manusia yang benar dengan kesaksian keimanan yang ia telah proklamirkan.
Di ayat
selanjutnya allah meneruskan,
Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta (QS Al-Ankabut:3)
Demikianlah
allah menyebutkan. Bahwa orang-orang sebelum kita pun telah diuji. Kaum sebelum
kaum muslim datang, telah diberikan cobaan. Bahkan dengan cobaan yang jauh
lebih berat. Ketika datang Khabab bin al arats, menemui rasulullah saw di bawah
naungan ka’bah, yang tergopoh-gopoh sambil berteriak, “Yaa rasulullah, mintalah
kepada allah agar agama ini cepat dimenangkan. Sesungguhnya kita telah dicoba
dengan cobaan yang begitu perih”. Beliau datang menunjukkan betapa beratnya
penderitaan yang dialami oleh umat islam saat itu. Akan tetapi, mendengar
pernyataannya, Nabi saw langsung berubah raut mukanya. Beliau langsung menunjukkan
air muka yang marah, dan dengan tegas mengatakan, “Kita adalah umat yang
tergesa-gesa, sesungguhnya di antara umat sebelum kita mereka dikubur sampai
setengah badannya, kemudian diletakkan gergaji di atas kepalanya. Hingga
ditanya apakah tetap diatas keimananya atau mengikuti nenek moyangnya, ia tetap
teguh dengan keimanannya, hingga ia digergaji dan tubuhnya pun terbelah dua.
Diantara umat sebelum kita pun, ada yang disisir dengan sisir besi, hingga terlihat
tulang-belulangnya, daging dan kulitnya dikoyak, namun ia tetap kokoh di atas keimanannya”.
Dan ujian yang
paling berat adalah ujian ketauhidan kepada allah. Di mana jika seseorang telah
terjatuh dalam perkara ini, maka sudah bisa dipastikan kemurkaan allah atasnya
dan kekalnya adzab baginya. Karena dosa syirik adalah dosa yang tidak terampuni
oleh allah. Dalam alqur’an, allah swt berfirman,
Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu)
dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya (Qs
An-Nisa:116)
Demikian halnya satu
diantara kejelekan dari syirik adalah tertolaknya seluruh amal seorang hamba,
seperti yang disebutkan dalam alqur’an:
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah,
niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan (QS
Al-An’Am:88)
Untuk itu kita,
hidup ini harus kita persiapkan untuk menghadapi ujian kesyirikan tersebut. Cukuplah
sebuah kisah dalam satu hadits nabi shallahu alaihi wasallam. Di mana sebuah
kaum yang bersepakat untuk menghadang orang-orang asing yang melewati
kampungnya agar ia memberi sesajian kepada berhala yang mereka buat. Mereka
beranggapan bahwa kampung mereka akan makmur dan tidak mendapat bala jika mereka
selalu memberi sesajian untuk berhala itu. Maka datanglah dua orang pemuda yang
melewati kampung itu. Mereka berdua adalah orang yang beriman. Dan paham betul tentang
konsep kesyirikan dan konsekuensinya jika mempersekutukan allah azza wa jalla.
Maka, mereka berdua pun dihadang oleh pemuka kaum itu. Mereka Ditangkap dan diikat,
serta diminta untuk memberi persembahan kepada berhalanya.
Pemuda pertama diancam,
“Berikan persembahanmu kepada berhala kami !!!”, kata pemuka kaum itu. Maka
pemuda ini mengelak, dan mengatakan, “Ini adalah kesyirikan, dan tentu kami tidak
akan mau melakukannya”. Akan tetapi, pemuka kaum itu mendesak, “Berikanlah
meski hanya seekor lalat”, maka pemuda ini pun menangkap seekor lalat, karena
beranggapan kondisinya yang darurat dan berpikir bahwa apa yang ia korbankan
tidaklah ada artinya. Hanya seekor lalat yang tidak bisa dikonsumsi. Serangga
yang tidak memberi manfaat atau pun mudharat kepada manusia. Maka ia pun
memutuskan kepala dengan badan lalat itu dan mengatakan, “Inilah persembahan
kami, karena kami tidak memiliki persembahan yang lain”. Maka ia pun
dilepaskan. Adapun pemuda yang kedua dipaksa, sebagaimana pemuda pertama. Namun
karena kekokohan iman yang tertancap dalam hatinya, ia pun mengelak dan memilih
kematiannya sendiri, karena menolak untuk tidak memberi sesajian, meskipun itu
hanya seekor lalat. Ia pun dipenggal dan menemui ajalnya.
Rasulullah saw
pun berkata, “Pemuda yang pertama telah murtad, dan ia adalah penghuni neraka. Sedangkan
pemuda yang kedua selamat, dan ia adalah penghuni syurga.”
Demikian Rasulullah
saw sebutkan. Dan kita bisa melihat. Jangankan sesajian dengan seekor kambing
atau bahkan kerbau atau sapi, seekor lalat pun yang mungkin tidak punya nilai
di sisi manusia yang dipersembahkan dan diniatkan bukan karena allah, maka
konsekuensinya adalah batalnya keimanan seseorang. Dan ia pun menjadi murtad
karenanya. Dengan ujian itu, ia berhasil dikalahkan oleh syaithan, dan keimanannya
tumbang hanya karena mengorbankan seekor lalat kepada berhala kaum itu.
Namun dengan
keteguhan. Pemuda yang kedua, dengan tegas mengatakan dan menunjukkan
keimanannya. Ia pun selamat dari ujian itu kata rasulullah saw. Dan ia adalah
penghuni syurga. Meskipun dalam kondisi yang sangat sulit, ia masih menunjukkan
penyandaran hidupnya pada allah semata. Demikianlah ujian dan perbandingan
keimanan itu.
Oleh karena itu,
melihat realitas sekarang. Di mana umat islam yang demikian banyak melakukan
ritual-ritual penyembahan yang tidak ada aturannya dalam syariat ini. Bahkan ia
menganggapnya sebagai ibadah, padahal adalah sebuah kesyirikan yang besar. Bahkan
sampai pada perayaan yang menelan biaya yang banyak. Wal iyyadzu billah… Mari kita memohon pertolongan kepada Allah atas
ujian ini.
Akan tetapi
demikianlah ujian yang datang kepada orang-orang beriman, yang dengannya
tegaklah hujjah atas mereka. Ujian itu membuat mereka semakin diangkat
derajatnya oleh allah, atau malah dicampak-hinakan oleh-Nya. Meskipun
sebenarnya ujian itu kita dapat lalui,
Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya …(Qs Al-Baqarah: 286)
Tinggal kita
berusaha untuk meperbaiki pemahaman dan aqidah kita. Karena mungkin, kita bisa
menjadi orang yang shalih di saat lapang dan di masa-masa aman. Namun, kita
akan murtad di mana ujian dunia itu telah datang kepada kita sehingga mampu
membalikkan keimanan menjadi kekufuran. Siapa pun tidak tahu akan kondisi
keimanan mereka, sehari, sejam, semenit, bahkan sedetik berikutnya. Apakah ia
masih menjadi orang yang taat. Karena hati adalah milik allah. Dan ia berbolak
balik sesuai dengan kehendak dan iradah-Nya.
Karena itu kita
memohon ampun kepada allah dan memohon keteguhan atas fitnah iman yang datang menguji
kita. Mudah-mudahan kita menjadi orang yang benar dengan pengakuan keimanan
kita.
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir."(Qs Al-Baqarah:286)
PDA, Rajab 1433 H Bertepatan 15 April
2012
Pkl.
20.44 Wita
Melepas lelah…
Mengumpulkan sisa-sisa motivasi
beramal di awal malam…..
No comments:
Post a Comment