Cari

PERLUNYA MENGENAL PENANGGALAN ISLAM

Friday 22 January 2016



Beberapa malam yang lalu kita mendengarkan ledakan kembang api, mercon dan petasan bersahut-sahutan tepat pukul 00.00, di udara. Acara itu hampir di setiap kota besar di Indonesia akan riuh, sehingga di langit akan terlihat warna-warna dari kembang api yang meluncur dan berubah warna, kemudian menghilang. Beberapa kegiatan biasanya diadakan tepat bersamaan dengan waktu tersebut. Entah bakar-bakar ikan, ayam, atau paling tidak bakar-bakar sampah. Semuanya disesuaikan dengan kondisi finansial masing-masing.
Sebenarnya, meski bukan tahun baru, acara seperti itu tetap bisa dilakukan. Sebab langit tidak pernah menolak untuk ditembaki dengan petasan dan kembang api, kecuali dalam kondisi hujan. Akan tetapi, yang berbeda sebenarnya adalah waktu penanggalannya.
Bagaimana sikap kita terhadap penanggalan masehi dan hijriyah ?. Mungkin setidaknya kita bisa membaca beberapa uraian berikut.
Penanggalan Kristiani biasanya disebutkan dengan Penanggalan Masehi. Istilah Masehi digunakan oleh umat Kristen awal untuk menetapkan hari kelahiran Yesus yang dalam bahasa latin disebut Anno Domini (AD) yang berarti “Tahun Tuhan Kita” atau Common Era/CE (Era Umum) untuk era Masehi, dan Before Christ/BC (sebelum [kelahiran Kristus) atau Before Common Era/ BCE (Sebelum Era Umum). Sebagian besar orang non-Kristen biasanya mempergunakan singkatan M dan SM ini tanpa merujuk kepada konotasi Kristen tersebut. Sistem penanggalan yang merujuk pada awal tahun Masehi ini mulai diadopsi di Eropa Barat selama abad ke-8.



Semula biarawan Katolik, Dionisius Exoguus pada tahun 527 M ditugaskan pimpinan Gereja untuk membuat perhitungan tahun dengan titik tolak tahun kelahiran Nabi Isa as (Yesus). Dan mula-mula dipergunakan untuk menghitung tanggal Paskah (Computus) berdasarkan tahun pendirian Roma.
Awalnya penghitungan hari Orang Romawi terbagi dalam 10 bulan saja (kecuali Januari dan Februari). Persis dengan pemberian nama hari, pemberian nama bulan pada sejarah  yang kemudian menjadi penghitungan hari Masehi ini ada kaitannya dengan dewa bangsa Romawi. Bulan Martius mengambil nama Dewa Mars, bulan Maius (Mei) mengambil nama Dewa Maia dan bulan Junius mengambil nama Dewa Juno.
Sedang  nama-nama Quintrilis, Sextrilis, September, October, November dan December diambil berdasarkan angka urutan susunan bulan. Quntrilis berarti bulan kelima, Sextilis bulan keenam, September bulan ketujuh, October bulan kedelapan dan December bulan kesepuluh. Aprilis diambil dari kata Aperiri, sebutan untuk cuaca yang nyaman di dalam musim semi. Berdasarkan nama-nama tersebut di atas, tampak¸bahwa di zaman dahulu permualaan penanggalan Masehi jatuh pada bulan Maret.
Penanggalan yang terdiri atas 10 bulan kemudian berkembang menjadi 12 bulan. Berarti ada tambahan 2 bulan, yaitu Januarius dan Februarius. Januarius adalah nama dewa Janus. Dewa ini berwajah dua, menghadap ke muka dan ke belakang, hingga dapat memandang masa lalu dan masa depan. Karenanya Januarius ditetapkan sebagai bulan pertama. Februarius diambil dari upacara Februa, yaitu upacara semacam bersih kampung atau ruwatan untuk menyambut kedatangan musim semi. Dengan ini Februarius menjadi bulan yang kedua, sebelum musim semi datang pada bulan Maret.
Awalnya bulan-bulan terdahulu letaknya di dalam penanggalan baru menjadi tergeser dua bulan, dan susunannya menjadi: Januarius, Februarius, Martius, Aprilis, Maius, Junius, Quintrilis, Sextilis, September, October, November dan December.
Ketika Julius Caesar berkuasa, ia menerima anjuran para ahli perbintangan Mesir untuk memperpanjang tahun 46 SM menjadi 445 hari dengan menambah 23 hari pada bulan Februari dan menambah 67 hari antara bulan November dan December. Setelah kembali ke Roma, Julis Caesar mengeluarkan maklumat penting dan berpengaruh luas hinga kini yakni penggunaan sistem matahari dalam sistem penanggalan seperti yang dipelajarinya dari Mesir.


Keputusannya kala itu,  setahun berumur 365 hari karena beralasan,  bumi mengelilingi matahari selama 365,25 hari. Kedua setiap 4 tahun sekali, umur tahun tidak 365 hari, tapi 366 hari, disebut tahun kabisat. Tahun kabisat ini sebagai penampungan kelebihan 6 jam setiap tahun yang dalam 4 tahun menjadi 4×6=24 jam atau 1 hari.
Untuk menghargai jasa Julius Caesar dalam melakukan penyempurnaan penanggalan itu, maka penanggalan tersebut disebut penanggalan Julian. Dengan menganti nama bulan ke-5 yang semula Quintilis menjadi Julio, yang kita kenal sebagai bulan Juli.
Waktu terus berjalan, rupanya penanggalan Julian juga memperlihatkan keselahan. Apabila pada zaman Julis Caesar jatuhnya musim semi mundur hampir 3 bulan, kini musim semi justru dirasakan maju beberapa hari dari patokan.
Guna meluruskan kesalahan perhitungan tersebut, Paus Gregious XIII pimpinan Gereja Katolik di Roma pada tahun 1582 mengoreksi dan mengeluarkan sebuah keputusan. Pertama, angka tahun pada abad pergantian, yakni angka tahun yang diakhiri 2 nol, yang tidak habis dibagi 400, misal 1700, 1800 dsb, bukan lagi sebagai tahun kabisat (catatan: jadi tahun 2000 yang habis dibagi 400 adalah tahun kabisat). Kedua untuk mengatasi keadaan darurat pada tahun 1582 itu diadakan pengurangan sebanyak 10 hari jatuh pada bulan October, pada bulan Oktober 1582 itu, setelah tanggal 4 Oktober langsung ke tanggal 14 Oktober pada tahun 1582 itu. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “koreksi Gregorian”.
Ketiga sebagai pembaharu terakhir Paus Regious XIII menetapkan 1 Januari sebagai tahun baru lagi. Berarti pada perhitungan rahib Katolik, Dionisius Exoguus tergusur. Tahun baru bukan lagi 25 Maret seiring dengan pengertian Nabi Isa. as (Yesus) lahir pada tanggal 25, dan permulaan musim semi pada bulan Maret.
Ternyata, penanggalan tahun Masehi yang dipakai saat ini  berdasarkan Astrologi Mesopotamia yang dikembangkan oleh astronum-astronum para penyembah dewa-dewa. Maka nama-nama bulan pun memakai nama dewa dan tokoh-tokoh pencetus penanggalan kalender Masehi. Lalu  ditetapkan oleh Paus Katolik dan menjadi tradisi umat Kristen se-Dunia.

Kebenaran Hijriyah
Pada masa kini, manusia pada umumnya (khususnya kaum Muslim) lebih sering menggunakan kalender Masehi daripada kalender Hijriyah. Padahal, ini mempunyai dampak terhadap ibadah umat Muslim seperti pada puasa, hari raya, dan shalat.
Sebagai contoh, jika kita mengacu pada kalender Masehi,maka shalat Isya yang dilaksanakan pada tengah malam atau pada pukul 00.00 maka apakah masih sah shalat yang kita tunaikan? Karena dalam Islam, permulaan waktu terletak pada waktu terletak pada waktu terbenamnya matahari. Sedangkan, dalam kalender Masehi, permulaan waktu terletak pada pukul 00.00.  Jadi, jika kita shalat Isya hari Rabu pukul 00.00 berarti bukannya kita sudah masuk hari Kamis? Ini harus menjadi pelajaran bagi umat Muslim secara keseluruhan.


 Hijriyah adalah penanggalan perdana dalam sejarah hidup umat manusia, bukan hanya umat Muslim saja. Alkisah, ketika itu umat Muslimin belum mengetahui tentang ihwal penetapan tahun. Ketika zaman kekhalifahan,  Abu Musa Al-Asyari menulis surat kepada amirul mu’minin yang tidak ada tanggal dan tahunnya sehingga membingungkan. Lalu Umar ketika itu mengumpulkan para sahabat-sahabat senior untuk bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah, ada yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Rasulullah menjadi Rasul, dan ada yang mengusulkan berdasarkan momentum hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Maka diputuskanlah berdasarkan momentum hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal penetapan kalender Islam.  
Tahun qamariyah atau lunar year adalah tahun yang lebih panjang dikarenakan orbit bukan berbentuk lingkaran bundar, elips, ataupun lonjong. Karena bentuk lingkaran begini akan menimbulkan kekacauan dan susah untuk diramalkan. Orbit demikian tidak mungkin terjadi dalam tarik menariknya tata surya dengan bumi. Karena bumi berada pada titik perihelion atau terdekat dengan matahari dia harus membelokkan arah layangnya ke kiri beberapa derajat mengitari surya yang didekati. Orbit tatasurya berbentuk oval. Dengan orbit oval terbentuklah daya layang berkelanjutan dan aktivitas sunspots yang berubah sepanjang tahun untuk mewujudkan perubahan cuaca di muka bumi.
Itulah salah satu tanda yang telah Allah Subhanahu Wata’ala jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 189:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan), katakanlah “ia adalah penentu waktu bagi manusia dan haji. Dan tiada kebaikan bahwa kamu mendatangi rumah-rumah (penanggalan)dari belakangnya, tetapi kebaikan itu ialah ia yang menginsyafi. Datangilah rumah-rumah pada pintunya. Insyaflah pada Allah semoga kamu menang.”
Hal ini juga tertera dalam firman Allah surat At-taubah ayat 37
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلِّونَهُ عَاماً وَيُحَرِّمُونَهُ عَاماً لِّيُوَاطِؤُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ اللّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Dijadikan terasa indah bagi perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petujuk kepada orang-orang yang kafir.”
Kalender Hijriyah layak mendapatkan perhatian lebih karena ia tidak terikat dengan pergantian musim. Salah satu dampak positifnya bagi umat Islam dalam kalender ini adalah saat menjalankan syariat.  Seperti Syariat Puasa Sunnah. Diantaranya, Puasa di Bulan Sya’ban,  bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156). Puasa Enam Hari di Bulan Syawal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Puasa di Awal Dzulhijah, Sebagaimana hadits, Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya…” (HR. Abu Daud no. 2437. Shahih). Puasa ‘Arofah, yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, sebagaimana hadits, Abu Qotadah Al Anshoriy berkata, “Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa ‘Arofah? Beliau menjawab, ”Puasa ‘Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162). Puasa ‘Asyura, dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).



Begitu pula dalam syariat Penetapan Puasa Ramadhan, Idul Fithri, Idul Adha, Ibadah Haji pada tanggal 8-13 Dzulhijjah, dan penetapan Bulan Haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, yang dalam syariat sangat diangungkan dan sangat ditekankan untuk memperbanyak amalan shalih dalam bulan tersebut, serta menjauhkan diri dari maksiat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar) sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun itu ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram, tiga bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzul Qa'dah, Dzul-Hijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab Mudhar yang berada diantara Jumada (Akhir) dan Sya'ban." (HR. Al Bukhari: 4385 dan Muslim: 1679). Abdullah bin 'Abbas mengatakan : "(Janganlah kalian menganiaya diri kalian) yakni pada seluruh bulan yang ada, kemudian dikhususkan dari bulan-bulan itu empat bulan yang Allah telah menjadikannya sebagai bulan-bulan haram, yang telah dilebihkan kedudukannya daripada bulan yang lain. Dan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya lebih besar dihadapan Allah, begitu juga amalan shalih yang dilakukan akan menghasilkan ganjaran yang lebih besar pula." (Lathaif Al Ma'arif: 124).
Semoga Allah memasukkan keagungan ke dalam hati kita untuk mulai dan membiasakan diri menggunakan warisan Islam, berupa penanggalan Hijriyah. Wallahu a’lam bish-shawab.






No comments:

Post a Comment

 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang