Beberapa malam yang lalu
kita mendengarkan ledakan kembang api, mercon dan petasan bersahut-sahutan
tepat pukul 00.00, di udara. Acara itu hampir di setiap kota besar di Indonesia
akan riuh, sehingga di langit akan terlihat warna-warna dari kembang api yang
meluncur dan berubah warna, kemudian menghilang. Beberapa kegiatan biasanya
diadakan tepat bersamaan dengan waktu tersebut. Entah bakar-bakar ikan, ayam,
atau paling tidak bakar-bakar sampah. Semuanya disesuaikan dengan kondisi
finansial masing-masing.
Sebenarnya, meski bukan
tahun baru, acara seperti itu tetap bisa dilakukan. Sebab langit tidak pernah
menolak untuk ditembaki dengan petasan dan kembang api, kecuali dalam kondisi
hujan. Akan tetapi, yang berbeda sebenarnya adalah waktu penanggalannya.
Bagaimana sikap kita
terhadap penanggalan masehi dan hijriyah ?. Mungkin setidaknya kita bisa
membaca beberapa uraian berikut.
Penanggalan Kristiani biasanya disebutkan
dengan Penanggalan Masehi. Istilah Masehi digunakan oleh umat Kristen awal
untuk menetapkan hari kelahiran Yesus yang dalam bahasa latin disebut Anno Domini
(AD) yang berarti “Tahun Tuhan Kita” atau Common Era/CE (Era Umum) untuk era
Masehi, dan Before
Christ/BC (sebelum [kelahiran Kristus) atau Before Common Era/ BCE (Sebelum Era
Umum). Sebagian besar orang non-Kristen biasanya mempergunakan singkatan M dan
SM ini tanpa merujuk kepada konotasi Kristen tersebut. Sistem penanggalan yang
merujuk pada awal tahun Masehi ini mulai diadopsi di Eropa Barat selama abad
ke-8.
Semula biarawan Katolik, Dionisius Exoguus pada
tahun 527 M ditugaskan pimpinan Gereja untuk membuat perhitungan tahun dengan
titik tolak tahun kelahiran Nabi Isa as (Yesus). Dan mula-mula dipergunakan
untuk menghitung tanggal Paskah (Computus) berdasarkan tahun pendirian Roma.
Awalnya penghitungan hari Orang Romawi terbagi
dalam 10 bulan saja (kecuali Januari dan Februari). Persis dengan pemberian
nama hari, pemberian nama bulan pada sejarah yang
kemudian menjadi penghitungan hari Masehi ini ada kaitannya dengan dewa bangsa
Romawi. Bulan Martius mengambil nama Dewa Mars, bulan Maius (Mei) mengambil
nama Dewa Maia dan bulan Junius mengambil nama Dewa Juno.
Sedang nama-nama Quintrilis, Sextrilis,
September, October, November dan December diambil berdasarkan angka urutan
susunan bulan. Quntrilis berarti bulan kelima, Sextilis bulan keenam, September
bulan ketujuh, October bulan kedelapan dan December bulan kesepuluh. Aprilis
diambil dari kata Aperiri, sebutan untuk cuaca yang nyaman di dalam musim semi.
Berdasarkan nama-nama tersebut di atas, tampak¸bahwa di zaman dahulu permualaan
penanggalan Masehi jatuh pada bulan Maret.
Penanggalan yang terdiri atas 10 bulan kemudian
berkembang menjadi 12 bulan. Berarti ada tambahan 2 bulan, yaitu Januarius dan
Februarius. Januarius adalah nama dewa Janus. Dewa ini berwajah dua, menghadap
ke muka dan ke belakang, hingga dapat memandang masa lalu dan masa depan.
Karenanya Januarius ditetapkan sebagai bulan pertama. Februarius diambil dari
upacara Februa, yaitu upacara semacam bersih kampung atau ruwatan untuk
menyambut kedatangan musim semi. Dengan ini Februarius menjadi bulan yang
kedua, sebelum musim semi datang pada bulan Maret.
Awalnya bulan-bulan terdahulu letaknya di dalam
penanggalan baru menjadi tergeser dua bulan, dan susunannya menjadi: Januarius,
Februarius, Martius, Aprilis, Maius, Junius, Quintrilis, Sextilis, September,
October, November dan December.
Ketika Julius Caesar berkuasa, ia menerima
anjuran para ahli perbintangan Mesir untuk memperpanjang tahun 46 SM menjadi
445 hari dengan menambah 23 hari pada bulan Februari dan menambah 67 hari
antara bulan November dan December. Setelah kembali ke Roma, Julis Caesar
mengeluarkan maklumat penting dan berpengaruh luas hinga kini yakni penggunaan
sistem matahari dalam sistem penanggalan seperti yang dipelajarinya dari Mesir.
Keputusannya kala itu, setahun berumur
365 hari karena beralasan, bumi mengelilingi matahari selama 365,25 hari.
Kedua setiap 4 tahun sekali, umur tahun tidak 365 hari, tapi 366 hari, disebut
tahun kabisat. Tahun kabisat ini sebagai penampungan kelebihan 6 jam setiap
tahun yang dalam 4 tahun menjadi 4×6=24 jam atau 1 hari.
Untuk menghargai jasa Julius Caesar dalam
melakukan penyempurnaan penanggalan itu, maka penanggalan tersebut disebut
penanggalan Julian. Dengan menganti nama bulan ke-5 yang semula Quintilis
menjadi Julio, yang kita kenal sebagai bulan Juli.
Waktu terus berjalan, rupanya penanggalan
Julian juga memperlihatkan keselahan. Apabila pada zaman Julis Caesar jatuhnya
musim semi mundur hampir 3 bulan, kini musim semi justru dirasakan maju
beberapa hari dari patokan.
Guna meluruskan kesalahan perhitungan tersebut,
Paus Gregious XIII pimpinan Gereja Katolik di Roma pada tahun 1582 mengoreksi
dan mengeluarkan sebuah keputusan. Pertama, angka tahun pada abad pergantian,
yakni angka tahun yang diakhiri 2 nol, yang tidak habis dibagi 400, misal 1700,
1800 dsb, bukan lagi sebagai tahun kabisat (catatan: jadi tahun 2000 yang habis
dibagi 400 adalah tahun kabisat). Kedua untuk mengatasi keadaan darurat pada
tahun 1582 itu diadakan pengurangan sebanyak 10 hari jatuh pada bulan October, pada
bulan Oktober 1582 itu, setelah tanggal 4 Oktober langsung ke tanggal 14
Oktober pada tahun 1582 itu. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “koreksi
Gregorian”.
Ketiga sebagai pembaharu terakhir Paus Regious
XIII menetapkan 1 Januari sebagai tahun baru lagi. Berarti pada perhitungan
rahib Katolik, Dionisius Exoguus tergusur. Tahun baru bukan lagi 25 Maret
seiring dengan pengertian Nabi Isa. as (Yesus) lahir pada tanggal 25, dan
permulaan musim semi pada bulan Maret.
Ternyata, penanggalan tahun Masehi yang dipakai
saat ini berdasarkan Astrologi Mesopotamia yang dikembangkan oleh
astronum-astronum para penyembah dewa-dewa. Maka nama-nama bulan pun memakai
nama dewa dan tokoh-tokoh pencetus penanggalan kalender Masehi. Lalu
ditetapkan oleh Paus Katolik dan menjadi tradisi umat Kristen se-Dunia.
Kebenaran
Hijriyah
Pada masa kini, manusia pada umumnya (khususnya
kaum Muslim) lebih sering menggunakan kalender Masehi daripada kalender
Hijriyah. Padahal, ini mempunyai dampak terhadap ibadah umat Muslim seperti
pada puasa, hari raya, dan shalat.
Sebagai contoh, jika kita mengacu pada kalender
Masehi,maka shalat Isya yang dilaksanakan pada tengah malam atau pada pukul
00.00 maka apakah masih sah shalat yang kita tunaikan? Karena dalam Islam,
permulaan waktu terletak pada waktu terletak pada waktu terbenamnya matahari.
Sedangkan, dalam kalender Masehi, permulaan waktu terletak pada pukul
00.00. Jadi, jika kita shalat Isya hari Rabu pukul 00.00 berarti bukannya
kita sudah masuk hari Kamis? Ini harus menjadi pelajaran bagi umat Muslim
secara keseluruhan.
Hijriyah adalah penanggalan perdana dalam
sejarah hidup umat manusia, bukan hanya umat Muslim saja. Alkisah, ketika itu
umat Muslimin belum mengetahui tentang ihwal penetapan tahun. Ketika zaman
kekhalifahan, Abu Musa Al-Asyari menulis surat kepada amirul mu’minin
yang tidak ada tanggal dan tahunnya sehingga membingungkan. Lalu Umar ketika
itu mengumpulkan para sahabat-sahabat senior untuk bermusyawarah mengenai
kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah, ada yang
mengusulkan berdasarkan pengangkatan Rasulullah menjadi Rasul, dan ada yang
mengusulkan berdasarkan momentum hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah.
Maka diputuskanlah berdasarkan momentum hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke
Madinah sebagai awal penetapan kalender Islam.
Tahun qamariyah atau lunar
year adalah
tahun yang lebih panjang dikarenakan orbit bukan berbentuk lingkaran bundar,
elips, ataupun lonjong. Karena bentuk lingkaran begini akan menimbulkan
kekacauan dan susah untuk diramalkan. Orbit demikian tidak mungkin terjadi
dalam tarik menariknya tata surya dengan bumi. Karena bumi berada pada titik
perihelion atau terdekat dengan matahari dia harus membelokkan arah layangnya
ke kiri beberapa derajat mengitari surya yang didekati. Orbit tatasurya
berbentuk oval. Dengan orbit oval terbentuklah daya layang berkelanjutan dan
aktivitas sunspots yang berubah sepanjang tahun
untuk mewujudkan perubahan cuaca di muka bumi.
Itulah salah satu tanda yang telah Allah
Subhanahu Wata’ala jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 189:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ
مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ
مِن ظُهُورِهَا وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal
(bulan), katakanlah “ia adalah penentu waktu bagi manusia dan haji. Dan tiada
kebaikan bahwa kamu mendatangi rumah-rumah (penanggalan)dari belakangnya,
tetapi kebaikan itu ialah ia yang menginsyafi. Datangilah rumah-rumah pada
pintunya. Insyaflah pada Allah semoga kamu menang.”
Hal ini juga tertera dalam firman Allah surat
At-taubah ayat 37
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ
يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلِّونَهُ عَاماً وَيُحَرِّمُونَهُ عَاماً
لِّيُوَاطِؤُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ اللّهُ
زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu
hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran)
itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun
yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan
Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Dijadikan
terasa indah bagi perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi
petujuk kepada orang-orang yang kafir.”
Kalender Hijriyah layak mendapatkan perhatian
lebih karena ia tidak terikat dengan pergantian musim. Salah satu dampak
positifnya bagi umat Islam dalam kalender ini adalah saat menjalankan
syariat. Seperti Syariat Puasa Sunnah. Diantaranya, Puasa di Bulan
Sya’ban, bahwa ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa
berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR.
Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156). Puasa Enam Hari di Bulan Syawal, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan
kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun
penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Puasa di Awal Dzulhijah, Sebagaimana
hadits, Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallammengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari
‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya…” (HR. Abu Daud no.
2437. Shahih). Puasa ‘Arofah, yang dilaksanakan pada tanggal 9
Dzulhijjah, sebagaimana hadits, Abu Qotadah Al Anshoriy berkata, “Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa ‘Arofah? Beliau
menjawab, ”Puasa ‘Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang
akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau
menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim
no. 1162). Puasa ‘Asyura, dalam hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah
(puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat
yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim
no. 1163).
Begitu pula dalam syariat Penetapan Puasa Ramadhan,
Idul Fithri, Idul Adha, Ibadah Haji pada tanggal 8-13 Dzulhijjah, dan penetapan
Bulan Haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, yang dalam
syariat sangat diangungkan dan sangat ditekankan untuk memperbanyak amalan
shalih dalam bulan tersebut, serta menjauhkan diri dari maksiat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda : "Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar) sebagaimana
perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu
tahun itu ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram, tiga bulan
yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzul Qa'dah, Dzul-Hijjah, dan Muharram,
kemudian bulan Rajab Mudhar yang berada diantara Jumada (Akhir) dan
Sya'ban." (HR. Al Bukhari: 4385 dan Muslim: 1679). Abdullah bin 'Abbas
mengatakan : "(Janganlah kalian menganiaya diri kalian) yakni pada seluruh
bulan yang ada, kemudian dikhususkan dari bulan-bulan itu empat bulan yang
Allah telah menjadikannya sebagai bulan-bulan haram, yang telah dilebihkan
kedudukannya daripada bulan yang lain. Dan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya
lebih besar dihadapan Allah, begitu juga amalan shalih yang dilakukan akan
menghasilkan ganjaran yang lebih besar pula." (Lathaif Al Ma'arif: 124).
Semoga Allah
memasukkan keagungan ke dalam hati kita untuk mulai dan membiasakan diri
menggunakan warisan Islam, berupa penanggalan Hijriyah. Wallahu a’lam bish-shawab.
No comments:
Post a Comment