Ikhwani..., Malam ini di Puncak Ar-Rahman. Madrasah
di mana lantunan Kalam-Nya dikumandangkan setiap matahari menyingsing dan saat kembali
ke peraduannya. Madrasah saat dzikir pagi-petang membasahi lidah setelah memuji
Rabb-Nya.
Di puncak ini ada pemandangan indah
di atas kota Pertanian, Bogor. Lampu-lampu kota berkilau dan detik-detik
Ramadhan pun telah berlalu. Di Atas sana, angkasa dipenuhi suara petasan
berhias percik kembang api. Sementara segores hilal siang tadi telah menjadi
kabar gembira bagi seluruh umat islam untuk melepaskan takbir kemenangannya
bersahut-sahutan dari ufuk masyriq hingga ke maghrib.
Di bumi Allah menggema Seruan
Membesarkan nama Allah, dan mengecilkan manusia. Seruan kebebasan, seruan
kemenangan atas ujian sebulan penuh. Tunduk pada perintah sang Khalik, dan
melawan syahwat yang merusak.
Ikhwani... di hati ini ada kegembiraan. Melihat
saudara-saudara telah tersenyum, dengan canda ketulusan. Mereka yang telah
menahan dirinya berjumpa orang tua untuk menghamba kepada Rabb-Nya di sepuluh
malam terakhir mencari keajaiban 1000 bulan.
Namun, ada satu rasa lain yang
bercampur. Ada perasaan khawatir. Di ujung ramadhan ini ada rasa yang membuat
gelisah di dada. Betulkah ramadhan telah berlalu membawa lelah, membawa letih,
lapar dan dahaga itu telah menyisakan pahala. Betulkah ramadhan yang telah
pergi itu telah mencatatkan kemuliaan Lailatul Qadr, dan tetesan air mata untuk
negeri Syam itu telah diangkat ke langit. Dan betulkah taqdir di malam itu
telah diukir dengan tinta doa di sepertiga malam terakhir, antara khauf dan
raja ?. Betulkah harapan tertinggi itu telah menembus tujuh petala langit dan
diijabah oleh Allah Rabbul Izzah...?. Betulkah nama ini telah tergores dalam
deretan nama para pejuang AgamaMu, Ya Allah... ?.
Ikhwani... Ramadhan telah pergi. Kesempatan
berlipatnya amal pahala telah berlalu. Pintu-pintu langit telah ditutup kembali
dan Raja syaitan pun kembali merajalela.
Ramadhan, kini pergi meninggalkan
kita. Telah berlalu bulan-bulan rukuk. Telah berlalu bulan-bulan sujud dan
memperbanyak tilawah. Telah berlalu malam-malam melawan syahwat dan ngantuk
untuk membuktikan cinta hanya kepada-Nya. Akankah Ia diterima, atau-kah hanya
menyisakan lelah dan letih tanpa segores keridhaan-Nya. Menyisakan kekecewaan
dan tanpa sedikit pun ampunan.
Ikhwani, hari ini adalah hari kemenangan. Namun
bukan kemenangan atas kegembiraan karena pakaian dan baju baru. Kemenangan di
Andanusy ini bukan kemenangan karena telah berjumpa dengan sanak keluarga, dan salat
id bersama. Bukan kemenangan karena telah menikmati opor ayam dan ketupat di
hari lebaran. Bahkan bukan karena telah melewati madrasah ibadah ramadhan. Bukan
itu kemenangan saudaraku...
Kemenangan adalah ketika kita berada
di puncak. Dan Ramadhan kali ini hanya satu puncak dari puncak-puncak yang
lain. Dan kita bisa istiqomah untuk terus mendaki menuju puncak tertinggi-Nya
dengan kalimat tertinggi-Nya.
Bukankah para ulama bertutur, “bukti
bahwa diterimanya amal seseorang, adalah tatkala Allah azza wa jalla
menganugerahkannya keinginan untuk beramal yang lebih besar”. Karena suatu
amalan adalah amalan yang dipanggil oleh amalan yang lain.
Maka kemenangan sejatinya adalah
ketika kita telah menang pada satu pertempuran, menuju kemenangan pada
pertempuran yang lain. Sebagaimana tanda diterimanya Haji yang Mabrur, adalah
ketika jamaah haji itu lebih khusyu’, dan lebih taqwa ketika telah pulang
kembali ke kampungnya. Oleh Karena itu, Ali Bin Abi Thalib mengatakan, “Jadilah
orang yang lebih memperhatikan amalnya agar diterima, lebih dari sekedar
beramal saja karena Allah telah menyebutkan sesungguhnya
amalan yang diterima oleh Allah hanyalah amalan orang-orang bertaqwa[1]”.
Dan seharusnya jika seseorang telah
sampai pada satu tingkat pemahaman kepada tingkat pemahaman agama yang lain
yang lebih baik, maka ia hendaknya mengiringinya dengan istighfar. Karena boleh
jadi ia lebih banyak melakukan kesalahan, dibanding kebaikannya. Begitu kata
Ibnul jauzi, dalam Shifatu As-Sofwah.
Ikhwani..., Kemenangan puncak itu adalah ketika
negeri Kaum Muslim telah terbebas dari penjajah penyembah patung dan berhala. Ketika
setiap jengkal bumi telah nampak syiar dan izzah-Nya. Menghinakan setiap
makhluk yang tidak menghinakan diri dihadapan-Nya. Perhatikanlah saudara kita
di Mesir. Yang melalui jejak-jejak ramadhannya, di bawah terik matahari menuntut
pemimpinnya kembali duduk di kursinya setelah digulingkan. Lihat dan
perhatikanlah baik-baik, bagaimana nasib para pengungsi Suriah yang dibombardir
oleh tentara keturunan penyembah Api. Kemenangan kita adalah ketika kita
bergabung dengan mereka, untuk bersama masuk ke dalam jannahnya, dengan
menyucikan setiap jengkal tanah negeri syam dengan darah segar berbau kesturi.
Itulah kemenangan sejati. Karena ia
akan mengantarkan kepada kemenangan yang tak ada lagi kekalahan. Akhir dari
pendakian panjang di puncak tertinggi jannah-Nya.
Malam 1 Syawal 1434 H
Puncak ar-Rahman, Madrasah Adab Para
Thullab.
No comments:
Post a Comment