Cari

RENUNGAN DI PUNCAK AR-RAHMAN UNTUK RAMADHAN DI NEGERI SYAM

Thursday, 22 August 2013



        
Ikhwani..., Malam ini di Puncak Ar-Rahman. Madrasah di mana lantunan Kalam-Nya dikumandangkan setiap matahari menyingsing dan saat kembali ke peraduannya. Madrasah saat dzikir pagi-petang membasahi lidah setelah memuji Rabb-Nya.

Di puncak ini ada pemandangan indah di atas kota Pertanian, Bogor. Lampu-lampu kota berkilau dan detik-detik Ramadhan pun telah berlalu. Di Atas sana, angkasa dipenuhi suara petasan berhias percik kembang api. Sementara segores hilal siang tadi telah menjadi kabar gembira bagi seluruh umat islam untuk melepaskan takbir kemenangannya bersahut-sahutan dari ufuk masyriq hingga ke maghrib.

Di bumi Allah menggema Seruan Membesarkan nama Allah, dan mengecilkan manusia. Seruan kebebasan, seruan kemenangan atas ujian sebulan penuh. Tunduk pada perintah sang Khalik, dan melawan syahwat yang merusak.

Ikhwani... di hati ini ada kegembiraan. Melihat saudara-saudara telah tersenyum, dengan canda ketulusan. Mereka yang telah menahan dirinya berjumpa orang tua untuk menghamba kepada Rabb-Nya di sepuluh malam terakhir mencari keajaiban 1000 bulan.
Namun, ada satu rasa lain yang bercampur. Ada perasaan khawatir. Di ujung ramadhan ini ada rasa yang membuat gelisah di dada. Betulkah ramadhan telah berlalu membawa lelah, membawa letih, lapar dan dahaga itu telah menyisakan pahala. Betulkah ramadhan yang telah pergi itu telah mencatatkan kemuliaan Lailatul Qadr, dan tetesan air mata untuk negeri Syam itu telah diangkat ke langit. Dan betulkah taqdir di malam itu telah diukir dengan tinta doa di sepertiga malam terakhir, antara khauf dan raja ?. Betulkah harapan tertinggi itu telah menembus tujuh petala langit dan diijabah oleh Allah Rabbul Izzah...?. Betulkah nama ini telah tergores dalam deretan nama para pejuang AgamaMu, Ya Allah... ?.

Ikhwani... Ramadhan telah pergi. Kesempatan berlipatnya amal pahala telah berlalu. Pintu-pintu langit telah ditutup kembali dan Raja syaitan pun kembali merajalela.
Ramadhan, kini pergi meninggalkan kita. Telah berlalu bulan-bulan rukuk. Telah berlalu bulan-bulan sujud dan memperbanyak tilawah. Telah berlalu malam-malam melawan syahwat dan ngantuk untuk membuktikan cinta hanya kepada-Nya. Akankah Ia diterima, atau-kah hanya menyisakan lelah dan letih tanpa segores keridhaan-Nya. Menyisakan kekecewaan dan tanpa sedikit pun ampunan.

Ikhwani, hari ini adalah hari kemenangan. Namun bukan kemenangan atas kegembiraan karena pakaian dan baju baru. Kemenangan di Andanusy ini bukan kemenangan karena telah berjumpa dengan sanak keluarga, dan salat id bersama. Bukan kemenangan karena telah menikmati opor ayam dan ketupat di hari lebaran. Bahkan bukan karena telah melewati madrasah ibadah ramadhan. Bukan itu kemenangan saudaraku...
Kemenangan adalah ketika kita berada di puncak. Dan Ramadhan kali ini hanya satu puncak dari puncak-puncak yang lain. Dan kita bisa istiqomah untuk terus mendaki menuju puncak tertinggi-Nya dengan kalimat tertinggi-Nya.

Bukankah para ulama bertutur, “bukti bahwa diterimanya amal seseorang, adalah tatkala Allah azza wa jalla menganugerahkannya keinginan untuk beramal yang lebih besar”. Karena suatu amalan adalah amalan yang dipanggil oleh amalan yang lain.
Maka kemenangan sejatinya adalah ketika kita telah menang pada satu pertempuran, menuju kemenangan pada pertempuran yang lain. Sebagaimana tanda diterimanya Haji yang Mabrur, adalah ketika jamaah haji itu lebih khusyu’, dan lebih taqwa ketika telah pulang kembali ke kampungnya. Oleh Karena itu, Ali Bin Abi Thalib mengatakan, “Jadilah orang yang lebih memperhatikan amalnya agar diterima, lebih dari sekedar beramal saja karena Allah telah menyebutkan sesungguhnya amalan yang diterima oleh Allah hanyalah amalan orang-orang bertaqwa[1]”.

Dan seharusnya jika seseorang telah sampai pada satu tingkat pemahaman kepada tingkat pemahaman agama yang lain yang lebih baik, maka ia hendaknya mengiringinya dengan istighfar. Karena boleh jadi ia lebih banyak melakukan kesalahan, dibanding kebaikannya. Begitu kata Ibnul jauzi, dalam Shifatu As-Sofwah.

Ikhwani..., Kemenangan puncak itu adalah ketika negeri Kaum Muslim telah terbebas dari penjajah penyembah patung dan berhala. Ketika setiap jengkal bumi telah nampak syiar dan izzah-Nya. Menghinakan setiap makhluk yang tidak menghinakan diri dihadapan-Nya. Perhatikanlah saudara kita di Mesir. Yang melalui jejak-jejak ramadhannya, di bawah terik matahari menuntut pemimpinnya kembali duduk di kursinya setelah digulingkan. Lihat dan perhatikanlah baik-baik, bagaimana nasib para pengungsi Suriah yang dibombardir oleh tentara keturunan penyembah Api. Kemenangan kita adalah ketika kita bergabung dengan mereka, untuk bersama masuk ke dalam jannahnya, dengan menyucikan setiap jengkal tanah negeri syam dengan darah segar berbau kesturi.

Itulah kemenangan sejati. Karena ia akan mengantarkan kepada kemenangan yang tak ada lagi kekalahan. Akhir dari pendakian panjang di puncak tertinggi jannah-Nya.



Malam 1 Syawal 1434 H
Puncak ar-Rahman, Madrasah Adab Para Thullab.








[1] QS Al-Maidah: 27

No comments:

Post a Comment

 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang