Mungkin setiap kita hidup dalam
tempurung. Otak kita diselubungi lapisan kalsium karbonat di tengkorak. Padat
serupa serat yang kuat melindungi akal, tempat pikiran bersemayam. Badan kita
dikelilingi tempurung kulit. Lapisan yang disebut epidermis atau kulit ari yang
begitu halus. Rambut pun demikian. Ia terdiri dari sel-sel yang diselubungi
tempurung zat kitin, atau zat tanduk yang keras. Rumah kita diselubungi dinding
yang berlapis-lapis. Di dinding pun berlapis-lapis semen, pasir hingga cat.
Diluarnya ada lapisan dinding kompleks atau garis batas lingkungan, RT, RW atau
kelurahan secara imaginer. Dan adat juga lapisan yang mengandung kita secara
imaginer.
Di luarnya lagi ada selubung
lapisan batas kota ,
kabupaten hingga provinsi. Membesar hingga menjadi Negara. Terus membesar
menjadi benua dan akhirnya pulau yang kita tempati juga berada dalam tempurung
lapisan pantai. Lapisan itu ditambah semuanya akan menjadi Bumi.
Makhluk-makhluk hidup, disebut
sebagai lapisan biosfer. Lapisan tanah disebut sebagai Pedosfer. Lapisan batuan disebut
sebagai Litosfer. Lapisan air disebut sebagai Hidrosfer. Dan di atasnya,
petala-petala langit yang tujuh menyelimuti kita dengan kedamaian dan
kesejukan. Namanya atmosfer.
Kita hidup dalam kandungan. Kita
hidup dalam tempurung demi tempurung yang berlapis. Kita dilahirkan dari
lapisan rahim dan perut. Keluar, dikandung nilai dan norma.
Kita hidup dalam
lingkaran-lingkaran yang tidak kita tahu ujungnya. Di situlah kita berkeliling
mencari di mana ia berada.
Kawan !, Dunia ini luas. Tidak
seperti apa yang ada di kepalamu. Luasnya tidak seperti selaput myelin yang
membungkus saraf-sarafmu hingga bisa mengalirkan muatan listrik dengan reaksi
elektrokimia. Kita hidup dalam lingkaran hidup. Yang ilmu biologi pun masih
bingung dengan kehidupan. Kita hidup dengan pikiran. Yang dengan neurologi pun
bingung menjelaskannya. Dan kita hidup tersusun dari partikel fundamental, yang
fisika partikel pun masih belum mengetahui apa itu ATOM. Jiwa dan emosi kita pun masih mencari siapa dia, karena
psikologi hanya mampu menjelaskan gejalanya.
Bumi ini punya banyak daratan.
Masih saja ada sudut-sudut yang engkau belum tahu. Masih ada bahasa yang
membingungkan, dan membuat perut geli mendengarnya. Meskipun mereka juga akan geli
medengar bahasamu.
Kawan, daratan tempat kakimu
berdiri tidak seluas tempurung kampungmu, yang hanya mengenal bagaimana membeli
kangkung di pasar tepi pantai dan membuangya dalam bentuk lain ke pantai itu
karena kita tidak mengenal jamban.
Daratan ini masih terhampar luas.
Masih ada garis-garis merah, di peta ini untuk kita jelajahi. Menembus setiap
lapisan dan tempurung yang mengurungmu. Seperti dua ekor kelinci itu. Ia hanya mengenal delapan sudut
kandangnya. Serta sebuah pintu yang terbuka setiap tiga kali sehari hanya untuk
memasukkan kangkung, kol atau daun sawi , sisa-sisa bahan baku sayur, untuk sarapan pagi pemiliknya.
Kawan. Segeralah berlari
menjemput nasibmu. Terbanglah mencari sudut langit. Biarkan dirimu mengangkasa
menembus cara berpikir karena tempurung yang membuat orang, pasrah dengan
nasibnya (elfaatih).