Cari

Tradisi Menghafal dan Otentitas Wahyu[1]

Thursday, 29 May 2014



Syamsuar Hamka[2]

Prolog
“Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim” (Q.S Al-Ankabut: 49)
Menghafal, tradisi yang telah berlangsung sejak awal kedatangan islam sendiri (shadri al-islam). Bahkan sebelum itu, orang-orang arab jahiliah merekam pengetahuan (karya sastra dan nasab) dengan menghafal. Diantara syair-syair yang banyak dinukilkan lewat hafalan adalah syair-syair yang ditulis Imri’al Qais, Zuhair Ibn Abi Sulma, atau Khutbah Hani’ Bin Qabishah Asy-Syaibani. Dengan tradisi itu pula, seseorang bisa dilacak keturunannya sampai 21 tingkatan. Oleh sebab itu, sangat tepat, jika Al-Qur’an itu diturunkan di tanah Arab.
Pada zaman Rasulullah SAW, tradisi itu terus terjaga hingga datang Al-Quran yang menggantikan syi’ir-syi’ir dan amtsal, atau hikam  orang-orang Arab. Hampir seluruh sahabat di sisi Rasulullah SAW adalah para Huffadz. Mereka mengambil hafalan, mentadabburi dan mempelajari isinya langsung dari Rasulullah yang juga dinukil Rasulullah dari Jibril AS. 
Page 1 of 46123...46
 

Iklan Buku

Followers

Bincang-Bincang